Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS PENDEK

KEBERHASILAN TERAPI ANAK DENGAN


ARTERITIS TAKAYASU

Oleh :
Agnes Retno Wijayanti

Pembimbing:
dr. Anindita Soetadji, SpA(K)

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. KARIADI
SEMARANG
PENDAHULUAN
Arteritis Takayasu adalah vaskulitis granulomatosa pembuluh darah
besar yang mengenai aorta dan cabang-cabang utamanya

kondisi yang jarang terjadi dan lebih banyak mengenai orang muda
dari berbagai area geografi dan etnis

Penyebab arteritis Takayasu masih belum jelas

Manifestasi klinis bervariasi dan berhubungan dengan pembuluh darah


yang terkena lesi stenotik atau oklusi, seperti arkus aorta, aorta
desendens atau aorta abdominal, arteri renalis, arteri koronaria, dan
arteri pulmonalis

Konfirmasi diagnosis memerlukan modalitas pencitraan vaskuler.

Dalam laporan ini dilaporkan seorang anak laki-laki dengan arteritis


Takayasu yang menjalani terapi bedah dan menghasilkan luaran yang
baik.
Identitas Pasien

 Nama : An. SDA


 Jenis kelamin : Laki-laki
 Tanggal lahir : 1 Juli 2001
 Usia : 10 tahun 9 bulan
 Alamat : Mranggen, Demak
Keluhan utama:
tekanan darah tinggi
Riwayat Penyakit Sekarang

3 tahun SMRS
 demam tidak tinggi, hilang  melanjutkan pengobatan ke Semarang
timbul,
 Demam subfebril, batuk, napas cepat
 batuk, sesak napas, napas
berbunyi/mengi (-), sesak dan napas berbunyi/mengi, dan tampak
napas tidak dipengaruhi tarikan ringan dinding dada.
perubahan cuaca,
 BB sulit naik, mudah lelah saat aktivitas (+),
 mudah lelah jika beraktivitas Sulit ikut pelajaran olahraga. Tidur
berat atau berjalan jauh.
dengan 1 bantal dan tidak terbangun
 Berobat di Surabaya, pada malam hari.
dikatakan kemungkinan sakit
jantung bawaan. Diberi obat  Dilakukan echocardiografi, didiagnosis
furosemid. kardiomiopati dilatasi dan gagal jantung
 Selama beberapa bulan kongestif.
pengobatan, perbaikan
sehingga furosemid  Menolak rawat inap  rawat jalan,
dihentikan. mendapat furosemid, captopril, digoksin
dan carvedilol, dan rutin kontrol.
1 tahun SMRS
 pegal pada badan (+), mudah lelah
 TD 130/80 mmHg.
bila aktivitas berat, Bengkak (-), nyeri
 Pusing (-), pandangan sendi (-), demam (-), nyeri kepala (-),
kabur (-), nyeri kepala pandangan kabur (-), sesak napas (-),
(-), nyeri dada (-). pucat (-). nyeri dada (-), nyeri leher (-),
kesemutan (-). Perasaan kebal/nyeri
 Digoksin dihentikan,
pada ujung tangan dan kaki (-).
 Dikelola dengan
 nyeri telan (-), batuk (-), gatal/koreng
hipertensi ringan,
pada kulit (-).
 captopril, carvedilol,
 bengkak pada kelopak mata, perut,
dan furosemid
maupun kaki (-). BAK kuning jernih,
dilanjutkan. Digoksin
nyeri BAK (-).
dihentikan
 Karena keluhannya membaik 
 Pasien kontrol teratur
mulai jarang kontrol.
1 hari SMRS IGD
 tekanan darah 190/110  Pasang infus
mmHg
 Anak sadar, dapat  Nifedipin sublingual
berbincang-bincang,
nyeri kepala (-),  Rawat inap ruang
pandangan kabur (-), rawat intensif level 2
nyeri dada (-), sesak
napas (-).
 Bengkak pada kelopak
mata, perut, maupun
kaki (-), BAK warna
kuning jernih, nyeri saat
BAK (-).
Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat batuk pilek berulang dengan demam:


disangkal
 Riwayat hipertensi sebelumnya: disangkal
 Riwayat bengkak: disangkal
 Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat kardiomiopati (+) sejak 3 tahun, rutin kontrol
dan telah mengalami perbaikan (EF 65,6%)
Riwayat Perinatal

Anak lahir cukup bulan, secara spontan, lahir


langsung menangis

Riwayat penyakit kehamilan (-)


Riwayat ibu minum obat-obatan saat hamil (-)

Post natal anak sehat


Riwayat Sosial Ekonomi

 Kesan:
 Sosial ekonomi cukup
Pemeriksaan Fisik

Anak Laki-laki  P50: 97/68 mmHg,


usia 10 tahun 9 bulan  P90: 111/73 mmHg,
KU: sadar, kurang aktif, tidak  P95: 115/77 mmHg,
sianosis, tidak tampak edema
 P99: 122/85 mmHg,
HR 80 x/menit
 krisis hipertensi 180/120 mmHg
RR 24 x/menit,
suhu 36,9 ºC,
TD 190/110 mmHg,
saturasi 98%
Nadi reguler isi dan tegangan
cukup,
Mata: edema palpebra (-), Abdomen datar, supel, pekak
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik sisi (+), pekak alih (-)
(-), pupil isokor
Hepar dan lien tak teraba
Telinga : sekret (-)
Ekstremitas:
Hidung: napas cuping (-)
akral hangat (+)
Mulut: sianosis (-)
Sianosis (-)
Tenggorok: T1-T1, hiperemis (-),
detritus (-) Capilary refill time < 2 detik
Leher: pembesaran limfonodi (-) Edema (-)
Dada simetris, retraksi (-) Muscle wasting (-)
Jantung: BJ I-II normal, bising (-),
gallop(-)
Paru: SD vesikuler +/+
ST ronkhi (-), wheezing (-)
Pemeriksaan antropometri

 BB 25 kg
 TB 127 cm
 WAZ : NA
 HAZ : -2,23 SD
 BMI for age: -0,80 SD
 Kesan: gizi baik
perawakan pendek
(malnutrisi kronis).
 Status pubertas: Tanner 2
Pemeriksaan Laboratorium
Hematology Reference 06/04/12 Biochemical Reference 06/04/12

Hb (g/dl) 12,0 – 16 14,5 Na (mmol/L) 136 – 145 135,5

Ht (%) 35-45 42 K (mmol/L) 3,5 – 5,1 3,84

Eryt (juta/uL) 4,0-5,3 5,83 Cl (mmol/L) 98 – 107 102

MCV (fL) 75-91 71 Mg (mmol/L) 1,8 – 2,5 2,23

MCH (pg) 25-33 24,7 Ureum (mg/dl) 15-39 18,8

MCHC 31-37 34,8 Cr (mg/dl) 0,8-1,3 0,5


(g/dL) ASTO <200: negatif <200
Lekoc(/uL) 5000 – 13000 7.300 >=200: positif
Tromb (/uL) 150 – 400 ribu 325.000 CRP kuantitatif 0,0 – 6,0 72,07

Diff count E6/ B0/ N61/ L24/ M8 (mg/dl)


Pemeriksaan Laboratorium
Urinary Reference 06/04/12
Warna Kuning jernih
pH 5,5
Protein Neg Neg
Reduction Neg Neg
Urobilinogen Neg Neg
Bilirubin Neg Neg

Epithel sediment 0-40 0-1


Leukocyte sediment 0-20 1–3
Eryth sediment 0-25 1 – 3 /LPB
Silinder Neg Neg
Nitrit Neg Neg
Bacteria 0,0-100 +
Kristal 0.0-25 + amorf
X foto thorax EKG

 CTR 54%, letak jantung normal, ukuran


membesar, apeks lebih ke laterokaudal,
pulmonary vascular marking suprahiler
meningkat, tak tampak bercak Kesan: sinus rhythm dengan
kesuraman di kedua lapangan paru, HR 75 kali/menit, normoaksis,
batas hilus tegas, kedudukan diafragma hipertrofi ventrikel kiri
normal, kontur regular, sinus kostofrenikus
baik,
 Kesan: suspek kardiomegali, suspek awal
edema paru
Diagnosis Terapi
 infus D5¼NS 10 tpm,
 injeksi ceftriaxone 1 gram/12
 Krisis hipertensi
jam intravena,
 Malnutrisi kronik
 injeksi furosemid 10 mg/8 jam
 Riwayat kardiomiopati intravena,
 drip klonidin 0,05 mg dalam 100
ml D5% 12 tpm selama 8 jam
hingga tekanan darah stabil
<180/120 mmHg
 PO: nifedipin 2,5 mg/8 jam
captopril 6,25 mg/12 jam
 Diet 3x nasi rendah garam
3x susu
Echocardiografi

Impresion:
jantung dalam batas normal, fungsi
ventrikel normal dengan EF 78,9%
USG ginjal

Kesan:
 tampak perbedaan gambaran spectral Doppler arteri intra parenkimal kanan
dibanding kiri,
 masih mungkin adanya stenosis A. renalis dextra.
 Main arteri renalis dextra sulit dievaluasi.
Saran:
 Pemeriksaan CT angiografi atau angiografi A. renalis
• Pasien diperbolehkan pulang setelah krisis hipertensi
teratasi dan melanjutkan pengobatan hipertensi
dengan rawat jalan.

• nifedipin 2,5 mg/8 jam,


• furosemid 10 mg/12 jam
• captopril 6,25 mg/12 jam

• Pasien ditindaklanjuti untuk pemeriksaan CT scan


vaskuler saat rawat jalan.
CT scan vaskuler abdomen

Kesan:
Gambaran aneurisma aorta abdominal setinggi antara truncus
coeliac dan arteri mesenterika superior (SMA) dengan ukuran 12 x
10,8 mm, tidak tampak trombus di dalamnya.
Tampak stenosis berat arteri renalis kanan dari bagian proksimal
sampai sepanjang 12,1 mm.
Arteri renalis kiri normal, tidak tampak stenosis, diameter arteri
renalis kiri 4,4 mm.
• hipertensi dengan etiologi
Diagnosis stenosis arteri renalis kanan,
akhir aneurisma aorta abdominalis
e.c arteritis Takayasu.

• Rujuk ke bagian bedah toraks


Tatalaksana dan vaskuler untuk
tatalaksana kelainan vaskuler.
Tindakan Bedah
Pemasangan • memasang Gore-tex graft 6 mm
bypass arteri pada aorta abdominalis (infrarenal)
renalis kanan- ke arteri renalis kanan pada hilum
aorta ginjal

eksklusi
aneurisma • pemasangan Gore-tex patch pada
infra-aorta yang diekstensikan ke
aorta proksimal arteri mesenterika superior.
abdominal

• aspirin 100 mg/24 jam


Paska operasi • enalapril 2,5 mg/24 jam
• Nifedipin 20 mg/24 jam
Kontrol 2 bulan paska operasi
Klinis anak tampak baik.
Tekanan darah terkontrol 111/74 mmHg
Biochemical Reference 23/07/12
enalapril dihentikan
Na (mmol/L) 136 – 145 138
Hematology Reference 23/07/12
K (mmol/L) 3,5 – 5,2 3,5
Hb (g/dl) 10,0 – 15,5 13,5
Cl (mmol/L) 98 – 107 104
Ht (%) 32-44 40
Ca (mmol/L) 2,1 – 2,6 2,4
Eryt (juta/uL) 4,4-5,9 5,1
Ureum (mmol/l) 2,5 – 6,4 2,7
MCV (fL) 80-100 79 Cr (umol/l) 44 – 88 46
MCH (pg) 27-34 27 As urat (umol/l) 142 – 416 287
MCHC (g/dL) 31-36 34 Tot protein (g/l) 60 – 83 74
Lekoc(/uL) 5000 – 10000 5.600 Albumin (g/l) 37 – 55 39
Tromb (/uL) 150 – 400 ribu 292.000 SGOT (IU/L) 10 – 40 19

LED 0 – 15 mm/jam 16 SGPT (IU/L) 0 – 39 12


Kontrol 2 bulan paska operasi

Urin rutin
 warna kuning jernih,
 pH 7,5,
 nitrit negatif,
 protein negatif,
 eritrosit negatif,
 leukosit 0 – 1/LPB,
 bakteri negatif
Kontrol 2 bulan paska operasi

Hasil echocardiografi
 regurgitasi aorta ringan,
 dilatasi arteri koronaria kiri,
 tidak ada hipertrofi ventrikel,
 fungsi jantung baik,
 tidak ada regurgitasi katup
yang signifikan
Kontrol 2 bulan paska operasi

 Aorta setinggi arteri mesenterika dilatasi dengan ukuran 1,7 x 1,4 cm.
 Tampak stent pada arteri renalis kanan.
 Dimensi arteri renalis kanan (0,8 x 0,7 cm) lebih besar dibandingkan arteri renalis
kiri (0,4 cm).
 Tampak klip bedah di dekat arteri renalis kanan.
 Stent pada arteri renalis kanan paten dan tidak ada stenosis pada arteri renalis kiri.
Pemantauan 3 bulan paska
operasi
 kondisi klinis baik,
 tidak nyeri,
 tidak sesak napas,
 hasil tekanan darah normal,
 tidak ada komplikasi paska operasi,
  dihentikan minum obat.
 Pasien dapat beraktivitas sehari-hari dan melanjutkan
sekolah.
PEMBAHASAN
KASUS
Definisi
Arteritis Takayasu
Arteritis inflamasi kronik yang mengenai pembuluh darah
besar, terutama aorta dan cabang-cabang utamanya.
Inflamasi pembuluh darah kemudian menjadi penebalan
dinding, fibrosis, stenosis, dan pembentukan trombus

Mikito Takayasu, seorang optalmologist dari Jepang,


menemukan anastomosis arteriovena yang asing di sekitar
papil retina pada tahun 1908
Pada pembedahan mayat pada tahun 1940, temuan
optalmologi ini berhubungan dengan oklusi pembuluh darah
servikal.
Panarteritis nonspesifik ini mengenai intima dan adventitia
aorta dan cabang-cabangnya yang disebut arteritis Takayasu.
Epidemiologi
Insidensi arteritis Studi di Jepang4
Takayasu di Inggris
kejadian arteritis
sebesar 0,8 tiap 1 juta
Takayasu tidak terbatas
penduduk. Prevalensi
pada etnik tertentu1
rerata sebesar 4,7 tiap 1
juta penduduk2

5% pasien arteritis
Takayasu  anak-anak Rasio penderita
dan remaja. Didiagnosis perempuan dan laki-
antara usia 8 – 13 laki sebesar 3:11,3
tahun1,3

Pasien adalah seorang


anak laki-laki yang
didiagnosis arteritis 1. Brunner J, et al. Takayasu arteritis in children and adolescents. Rheumatology.
2010;49:1806–14.
Takayasu saat usia 10 2. Watts R, et al. The epidemiology of Takayasu arteritis in the UK. Rheumatology.
tahun 9 bulan. 2009;48:1008–1011.
3. Vaideeswar P, Deshpande JR. Pathology of Takayasu arteritis: A brief review.
Annals of Pediatric Cardiology. 2013;6(1):52-58.
4. Watanabe Y, Miyata T, Tanemoto K. Current clinical features of new patients with
Takayasu arteritis observed from cross-country research in Japan: Age and sex
specificity. Circulation. 2015;132:1701-1709.
Patogenesis
Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis arteritis Takayasu dibagi


menjadi fase dini dan fase lambat
Manifestasi renal
Fase lambat atau
Fase dini atau fase pada pasien arteritis
fase fibrotik ditandai
pre-pulseless Takayasu
dengan penurunan
ditandai dengan melibatkan stenosis
atau hilangnya
gambaran klinis atau trombosis arteri
pulsasi, bruit
sistemik non-spesifik, renalis yang
vaskuler, hipertensi,
antara lain demam, mengakibatkan
regurgitasi aorta,
malaise, dan cedera iskemia
dan gagal jantung
fatigue. ginjal, atrofi atau
kongestif.
fibrosis
Manifestasi Klinis
Manifestasi sistemik: demam, fatigue, artralgia, Pada kasus ini,
penurunan BB. - fatique dan riwayat
Manifestasi kardiovaskuler: bruit pada area demam
subklavia, claudicasio pada ekstremitas atas, tidak - Hipertensi
ada pulsasi, bruit pada karotis, bruit pada - Peningkatan CRP
abdominal, nyeri dada atau sesak napas, bruit
femoral, dan bising regurgitasi aorta, hipertensi. - Kardiomegali
Radiografi toraks: normal atau kardiomegali.
Elektrokardiogram: sinus ritme atau hipertrofi ventrikel
kiri.1

Gambaran laboratorium: pemanjangan LED,


Peningkatan CRP, Leukositosis.2
1. Nooshin D, et al. Ten-year investigation of
clinical, laboratory and radiologic
manifestations and complications in patients
with Takayasu’s arteritis in three university
Hipertensi dikombinasi dengan peningkatan LED  hospitals. Malays J Med Sci. 2013;20(3):44-50.
fitur diagnostik dengan sensitivitas yang tinggi pada 2. Saritas F, et al. The epidemiology of Takayasu
arteritis: a hospital-based study from
anak. northwestern part of Turkey. Rheumatol Int.
2016; 1-6.
Pemeriksaan LED  murah, mudah dilakukan.3 3. Fieldstone E, et al. Hypertension and elevated
ESR as diagnostic features of Takayasu arteritis
in children. J Clin Rheumatol. 2003;9:156-63.
 Diagnosis dikonfirmasi dengan magnetic resonance
angiography (MRA), computed tomography angiography
(CTA), aortografi, atau digital subtraction angiography
(DSA).
Arteritis Takayasu  insufisiensi vaskuler  iskemia organ 
morbiditas seperti penyakit katup jantung, gagal jantung
kongestif, atau penyakit jantung iskemia.

Laporan kasus di India  arteritis Takayasu dengan


kardiomiopati dilatasi dan hipertensi.
Pada DCM, miokardium mengalami dilatasi, ventrikel kiri atau
ventrikel kanan mengalami kerusakan fungsi pompa sistolik 
pembesaran dan hipertrofi jantung progresif.1

Laporan kasus di India, pasien dengan gagal jantung


akibat DCM mendapat ACE inhibitor, digoksin dan diuretik
selama 4 bulan  gagal memperbaiki gejala. Terjadi
hipertensi dengan penyebab stenosis arteri renalis.2

Pada kasus ini, manifestasi renal berupa hipertensi yang disebabkan


oleh stenosis arteri renalis. Manifestasi kardial yang terjadi dimulai sejak
tiga tahun sebelumnya yaitu kardiomiopati dilatasi yang
mengakibatkan gagal jantung kongestif

1. Karnalli J, et al. Takayasu’s arteritis presenting with dilated cardiomyopathy: A rare case report. International Journal of World
Research. 2016; 25: 39-44.
2. Yadav MK, Leeneshwar H, Jai R. Pulseless cardiomyopathy. JAPI. 2006; 54: 814-816.
Hipertensi
Hipertensi: nilai rata-rata tekanan
darah sistolik dan atau diastolik
lebih dari persentil ke-95 Hipertensi sekunder
berdasarkan jenis kelamin, usia, disebabkan oleh
dan tinggi badan pada
pengukuran sebanyak 3 kali atau
lebih. Penyakit
Penyakit
parenkim
Hipertensi emergensi: hipertensi renovaskular
ginjal
berat disertai komplikasi yang
mengancam jiwa, seperti
ensefalopati (kejang, stroke, defisit
fokal), payah jantung akut, Koarktasio Kelainan
edema paru, aneurisma aorta, aorta endokrin
atau gagal ginjal akut.

Hipertensi  primer (esensial),


atau sekunder oleh karena Kelainan
gangguan medik lain. Neoplasma
genetik
Umumnya hipertensi pada anak-
anak adalah sekunder.
DIAGNOSIS
Arteritis Takayasu

Kriteria European League


Against Rheumatism (EULAR)/
Kriteria
Kriteria Pediatric Rheumatology
Kriteria American
International Trials
Ishikawa College of Sharma
Organization (PRINTO)/
(1988) Rheumatology
(1995) Pediatric Rheumatology
(1990) European Society (PRES)
(2005)
Kriteria Sharma
Kriteria EULAR/PRINTO/PRES
Klasifikasi
Klasifikasi keterlibatan vaskuler
Tatalaksana

Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa

Tatalaksana bedah
Tatalaksana Medikamentosa
 Tujuan: mengendalikan fase inflamasi aktif dan
mengurangi cedera pada dinding arteri.

 Kortikosteroid
 Metotrexat
 Azathioprine
 Mycophenolate mofetil (MMF)
 Siklosporin A, takrolimus, dan leflunomide
 obat anti-TNF

 Terapi sesuai gejala yang menyertai


obat antihipertensi untuk
penanggulangan krisis hipertensi
Tatalaksana Bedah
Jenis
intervensi: Indikasi: iskemia serebrovaskuler kritis atau
angioplasty
iskemia arteri koronaria, klaudikasio
balon, ekstremitas, dan stenosis arteri renalis berat.
stent,
pemasangan
stent graft Pembesaran aneurisma progresif yang
Surgical mengarah pada diseksi atau ruptur,
regurgitasi aorta berat, dan koarctasio aorta
juga memerlukan terapi pembedahan.

Intervensi bedah: mengurangi komplikasi


arteritis Takayasu dan meningkatkan survival
jangka panjang
PROGNOSIS
Prognosis cukup baik. Ruptur aneurisma merupakan kondisi
yang mengancam jiwa

Komplikasi arteritis Takayasu berasal dari stenosis atau dilatasi


aneurisma aorta dan/atau cabang-cabang besarnya dan
berbagai komplikasi dari tatalaksananya

survival rate 15 tahun setelah diagnosis : 82,9%.

Prediktor survival: komplikasi mayor (retinopati Takayasu,


hipertensi, regurgitasi aorta, dan aneurisma), pola penyakit
yang progresif, dan laju endap darah.

pembedahan meningkatkan survival jangka panjang pada


pasien arteritis Takayasu stadium 3

Insidensi kumulatif aneurisme anastomosis pada 20 tahun pasca


pembedahan sebesar 13,8%. Angka survival selama 20 tahun
pasca bedah sebesar 73,5%
 Echo kontrol post operasi:  quo ad vitam dubia ad
regurgitasi aorta  1 bonam
komplikasi mayor
 quo ad sanam dubia ad
 LED post operasi kesan bonam
normal.
 quo ad fungsionam dubia
 Didapatkan satu komplikasi ad bonam
mayor
 adanya 2 atau lebih
komplikasi  faktor risiko
mortalitas.
 Perlu pemantauan jangka
panjang untuk menilai
luaran jangka panjang
paska tindakan bedah
pada arteritis Takayasu.
Terimakasih
Mohon masukan

Anda mungkin juga menyukai