Anda di halaman 1dari 59

Nama : Ny.

S Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 25 Februari 1937 Agama : Islam


(81tahun)
Status Pernikahan : Sudah Menikah Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Tidak Bekerja Tanggal masuk RS : 06 Februari
2018
Alamat : Sukaraja Nuban
Ds.III Rt.11/4 Batanghari Nuba,
Lampung Timur
Diambil dari: autoanamnesis dan alloanamnesis pada anak pasien tanggal
07 Februari 2018, Pukul: 15.00 WIB.
 Keluhan Utama :
Sesak nafas sudah sejak 1 hari SMRS.
 Riwayat penyakit sekarang :
 Pasien dating ke IGD RS Mardiwaluyo dengan keluhan sesak nafas yang
sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan
semakin lama semakin memberat. Sesak dirasakan tidak dipengaruhi
aktifitas atau pun lingkungan. Sesak semakin memberat terutama saat
beraktifitas ataupun saat berbaring. Adanya riwayat penyakit asma
disangkal pasien. Selain sesak pasien juga mengeluhkan adannya batuk
yang sudah dirasakan sejak 1 minggu SMRS. Batuk disertai dengan dahak
berwarna putih kental.
Pasien juga mengatakan bahwa terdapat rasa nyeri terutama pada dada kiri, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke pundak. Selain itu keluhan
juga disertai dengan mual, muntah dan badan terasa lemas. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit pembengkakan jantung sudah
sejak tahun 2014 dan hipertensi tidak terkontrol. Oleh sebab itu, Selanjutnya pasien
diminta untuk dirawat di ruang ICU.
Riwayat penyakit dahulu :
Keluarga pasien mengatakan, pasien memiliki riwayat penyakit
pembengkakan jantung sejak 2014 serta Hipertensi yang tidak
terkontrol. Pasien juga mengaku pernah di rawat di RS Mardiwaluyo
karena penyakit jantung. Riwayat penyakit diabetes mellitus, asma,
penyakit paru, ginjal dan alergi baik obat, lingkungan ataupun
makanan, arthritis, rematisme, hipertensi di sangkal.

Riwayat penyakit keluarga:


Riwayat penyakit keluarga dengan penyakit jantung, diabetes
mellitus, asma, penyakit paru, ginjal dan alergi baik obat, lingkungan
ataupun makanan, arthritis, rematisme,hipertensi, lambung di sangkal.
Pemeriksaan Present
Keadaan umum : Buruk
Kesadaran : compos mentis
Gcs : e4 m6 v5
Tekanan darah : 174/90 mmHg
Nadi : 87 kali/menit
Suhu : 36.7°C
Pernapasan : 32 kali/menit
Keadaan gizi : baik
Status Psikologis : tenang
Gangguan Perilaku : tidak ada
Status Generalis
Telinga
Bentuk : Normotia
Kepala Serumen :- / -
Ekspresi wajah : Normal Sekret : Tidak ada
Darah : Tidak ada
Simetri muka : Simetris
Distribusi Rambut : Merata Mulut
Bibir : Sedikit kering
Gigi : Tidak ada kelainan
Mata Tonsil : T1-T1
Konjungtiva : Anemis +/+ Faring : tidak hiperemis
Sklera : Tidak ikterik - / - Lidah : Tidak kotor, tidak
Pupil :Isokor, refleks cahaya ada deviasi
-/-
Leher
Tekanan Vena Jugularis : 5-2 mmH2O
Kelenjar tiroid : Tidak teraba pembesaran
Kelenjar limfe : Tidak teraba
Thoraks
Cor : Ictus cordis terlihat melebar di ICS 6 pada linea media
Clavicula sinistra. Bunyi jantung S1S2 tunggal, terdengar
S3, murmur (-), gallop (+)
Pulmo : Suara nafas bronkial +/+, rhongki basal +/+, wheezing -/-
Abdomen  Soepel, nyeri tekan (+) epigastrium, bising usus (+).
Anogenital  Dalam batas normal
Anggota Gerak Akral hangat, CRT< 2 detik, pitting edema (-).
Musculoskeletal Dalam batas normal
Kulit  Dalam batas normal
Laboratorium
Tgl 07/02/2018 pukul 01:28 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin Lengkap
Hemoglobin *8,9 11,5-18,0 gr/dL
Hematokrit *28 37 – 54 %
Leukosit *10,200 4,000-10.000/uL
Eritrosit *3,5 4,5-6,5 juta/uL
Trombosit 259,000 150.000 – 450.000 ribu/uL
MCV *81 82 – 92 fL
MCH *26 27-31 pg
MCHC *32 32-37 gr%

Kimia Klinik
Karbohidrat
Glukosa Darah Sewaktu 138 70-180mg%

Fungsi Jantung
LDH *520 <450 u/l
CK-Nac 125 <190 u/l

Fungsi Ginjal
Ureum *139 10-50mg%
Kreatinin *2,4 0,6-1,5 u/l

Lemak
Kolestrol *247 150-200 mg%
Foto Thorax
Dilakukan pada tanggal 07
Februari 2018
 CTR>50%, elongation arcus
aorta,corakan bronkovaskuler
meningkan pada kedua lapang
paru, sudut costophrenicus
lancip, tidak ada pelebaran sela
iga.
Interprestasi
 Cardiomegali dengan oedema
pulmonum
Elektrokardiogram
Dilakukan pada tanggal 07
Februari 2018
 Irama sinus takikardi, HR:
110x/menit, Axis 30,6o,
Terdapat ST elevasi pada lead
II, III, AVF.
 Interpretasi: irama sinus
takikardi, STEMI Inferior, LAD
(Left Axis Deviation)
 Pasien Ny. S usia 81 tahun datang dibawa keluarganya ke IGD RS Mardiwaluyo
dengan keluhan sesak nafas yang sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Sesak
dirasakan terus menerus yang semakin lama semakin memberat, baik saat
beraktivitas maupun saat berbaring. Pasien juga mengeluh batuk sudah sejak 1
minggu SMRS, disertai dahak putih kental. Pasien juga mengeluh terdapat rasa nyeri
dada terutama pada dada kiri, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan menjalar
hingga ke pundak dan disertai dengan mual, muntah dan badan terasa lemas. Pasien
memiliki riwayat penyakit pembengkakan jantung sudah 3 tahun dan hipertensi
tidak terkontrol.
 Pada Pemeriksaan fisik di dapatkan tanda- tanda vital: keadaan umum buruk,
kesadaran kompos mentis (E4M6V5), TD: 174/90 mmHg, HR: 108x/menit, RR:
32x/menit, suhu:36,7oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mata anemis, terlihat
ictus cordis melebar di ICS 7 pada linea axillaris anterior, bunyi jantung S1S2
tunggal, gallop (+). Pada pemeriksaan pulmo didapatkan suara nafas bronkial,
terdengar rhongki basah halus pada kedua basal paru, pada pemeriksaan abdomen
di dapatkan terdapat nyeri tekan pada epigastrium. Lain-lain dalam batas normal.
 Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hematologi darah Hb:8,9 gr%, Ht:28
gr%, leukosit: 10,200/uL, eritrosit: 3.5 juta/uL. Pada fungsi jantung kadar LDH: 520
u/l.pada fungsi ginjal kadar ureum: 139 mg%, kreatnin: 2,4 u/l.Pada pemeriksaan
rongthen thorax didapatkan kesan kardiomegali dengan oedem pulmonal. Pada
pemeriksaan elektrokardiogram didapatkan terdapat ST elevasi pada lead II,III,AVF
dengan kesan STEMI inferior.
Gagal jantung kongestif (CHF) dengan oedem
pulmonal+ STEMI Inferior
PENATALAKSANAAN
Di IGD Di ruang ICU
• O2 4LPM Via Nasal Canule • 02 5LPM Via Non Rebreathing
• IFVD NaCl 0,9% 500cc/24 jam Mask
• ISDN tablet 5 mg 1x1 sublingual • NaCl + 3 amp Furosemid/ 24 jam
• Aspilet tablet 80 mg 4 tablet, • Ondancentron inj 3x1amp
dilanjutkan 80 mg 1x1 • Aspilet 80 mg 1x1
• Clopidogrel tablet 75 mg 4 tablet • Clopidogrel 75 mg 1x1
dilanjutkan 75 mg 1x1 • Simvastatin10 mg 1x1
• Simvastatin tablet 10 mg 1x1 • Spironolacton 1-0-0
• Inj. Ondancentron 4 mg • Ksr 1x1
1mp/8jam
• Ranitidin tab 150 mg 2x1 • Digoxin 1x1
Non farmako
Edukasi
• Mengajarkan kepada pasien dan keluarga, untuk dapat
manajemen perawatan mandiri, seperti stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
mendeteksi perburukan gagal jantung.
• Ketaatan pasien terhadap pengobatan
• Batasi asupan cairan
• Latihan fisik sesuai kemampuan
Pencegahan
• Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor
resiko jantung koroner
• Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan
infark ulangan
• Pengobatan hipertensi yang agresif
• Koreksi kelainan penyakit katup jantung
PROGNOSIS
• Ad vitam : Dubia ad bonam
• Ad functionam : Dubia ad bonam
• Ad sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Congestive Heart
Failure (CHF)
Congestive heart failure (gagal jantung
kongestif) adalah suatu sindroma klinis
yang kompleks yang disebabkan oleh
kelainan struktur dan fungsional jantung
sehingga terjadi gangguan pada ejeksi
dan pengisian. Pada keadaan ini jantung
tidak lagi mampu memompa darah
secara cukup ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh
Gagal
Jantung
Sistolik
dan
Diastolik

Low
Gagal Output
Jantung dan High
CHF
Akut dan Output
Kronik Heart
Failure

Gagal
Jantung
Kiri dan
Kanan
Klasifikasi Fungsional NYHA
(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas
sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan
istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan. Gejala
terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan akan
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA
(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)
Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai
abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat


dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural


jantung.
Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala gagal
jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.
Jantung kiri primer Jantung kanan primer
 Penyakit jantung iskemik  Gagal jantung kiri
 Penyakit jantung hipertensi  Penyakit pulmonari kronik
 Penyakit katup aorta  Stenosis katup pulmonal
 Penyakit katup mitral  Penyakit katup trikuspid
 Miokarditis  Penyakit jantung kongenital (VSD,PDA)
 Kardiomiopati  Hipertensi pulmonal
 Amyloidosis jantung  Embolisme paru masif

Gagal output rendah Gagal output tinggi


 Kelainan miokardium  Inkompetensi katup
 Penyakit jantung iskemik  Anemia
 Kardiomiopati  Malformasi arteriovenous
 Amyloidosis  Overload volume plasma
 Aritmia
 Peningkatan tekanan pengisian
 Hipertensi sistemik
 Stenosis katup
 Semua menyebabkan gagal ventrikel kanan
disebabkan penyakit paru sekunder
Definisi gagal jantung

Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti :

Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan, edema
tungkai
DAN
Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali
DAN
Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat, kardiomegali,
suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran
ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretik
EKG
 Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung. Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,
hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor pencetus akut ( infark
miocard, emboli paru ).
Foto Toraks
 Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen
toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan
dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau
memperberat sesak nafas
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin,
laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis.
Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis.
meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi
ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan
diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
Peptida Natriuretik
 Kadar peptidanatriuretik meningkat sebagai respon peningkatan
tekanan dinding ventrikel
Troponin I atau T
 Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika
gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Ekokardiografi
 Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta
anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung.Istilah
ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour
Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI).
Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/
heart failure with preserved ejection fraction)
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal
jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga
kriteria:
 Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
 Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu
(fraksi ejeksi > 45 - 50%)
 Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal /
kekakuan diastolik)
Tatalaksana Non-Farmakologi
 Manajemen Perawatan Mandiri
 Ketaatan pasien berobat
 Pemantauan berat badan mandiri
 Akitivitasfisik
 Penurunan berat badan
 Angiotensin-Converting Enzim Inhibitor (ACEI)
 B bloker
 Antagonis Aldosteron
 Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
 Hytdralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
 Digoksin
 Diuretik
 Klasifikais Edema Pulmonal Akut
Edema-Non-kardiogenik
Edema paru akibat kardiogenik
 Edema paru akut akan dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari suatu gagal
jantung akut (de novo) ataupun dapat dijumpai pada pasien gagal jantung
kongestif yang mengalami eksaserbasi dengan factor pencetus seperti infark
miokard, anemia, obat-obatan, diet yang banyak mengandung air maupun garam,
hipertensi, aritmia, tirotoksitosis, infeksi, endocarditis ataupun emboli paru, gagal
ginjal maupun kehamilan.
Tanda Klinis untuk Membedakan Edema Paru Kardiak dan Non kardiak

Edema Paru Kardia Edema Paru Non Kardiak

Riwayat Penyakit Penyakit jantung akut Penyakit dasar diluar jantung

Tanda Klinis Orhopnoe Akral hangat

Akral dingin Pulsasi nadi meningkat

S3 gallop Tidak terdengar gallop

Distensi vena jugularis Tidak ada distensi vena jugularis

Rongkhi basah Rongkhi kering

Pemeriksaan Penunjang EKG: biasanya abnormal EKG: biasanya normal

Ro: distribusi edema perihiler Ro: distribusi edema perifer

PCWP: >20 mmHg PCWP: <20 mmHg

Echo: umumnya abnormal Echo: umumnya normal


 Acute Heart Failure Global of Standard Treatment
(ALARM_HF) tahun 2012, terhadap 4953 pasien
yang dirawat dengan gagal jantung akut di 866
rumah sakit tersebar di eropa, Amerika Latin dan
Australia mendapat Edema paru akut merupakan
salah satu kondisi klinis yang banyak dijumpai
dengan presentase 37% dari keseluruhan pasien.
Edema non kardiogenik
menunjukan adanya perubahan permaebilitas alveolar kapiler
membrane seperti pada acute respiratory distress syndrome (ARDS),
serta kelainan system limfe seperti Limphangitic carcinomatosis.
Edema non kardiogenik juga dapat terjadi sebgai akibat
berkurangnya tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia,
seperti yang terjadi pada penyakit hati kronis, sindroma nefrotik, dan
protein losing enteropathy.
Edema paru akibat kardiogenik
 Edema paru akibat kardiogenik dapat terjadi akibat peningkatan
tekanan vena pulmonalis. Gambaran klinis sangat bergantung pada
lama dan besarnya peningkatan tekanan intravascular. Mild
tachypnoe dapat terjadi oleh karena engorgement pembuluh kapiler
paru yang menyebabkan menurunnya compliance paru sehingga
menyebabkan peningkatan beban kerja system pernafasan. Edema
pada alveolus dan saluran nafas dapat dijumpai dengan klinis edema
paru yang berat jika peningkatan tekanan intravascular terjadi terus
menerus.
Edema paru akut akan dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari
suatu gagal jantung akut (de novo) ataupun dapat dijumpai pada
pasien gagal jantung kongestif yang mengalami eksaserbasi dengan
factor pencetus seperti infark miokard, anemia, obat-obatan, diet yang
banyak mengandung air maupun garam, hipertensi, aritmia,
tirotoksitosis, infeksi, endocarditis ataupun emboli paru, gagal ginjal
maupun kehamilan.
 Edema paru akut merupakan kondisi klinis yang sering dijumpai
pada pasien gagal jantung akut maupun kronis namun tidak banyak
data mengenai insiden edema paru ini. Suatupenelitian yang
berbasis survey-observasional berskala internasioal, Acute Heart
Failure Globak of Standard Treatment (ALARM_HF) tahun 2012,
terhadap 4953 pasien yang dirawat dengan gagal jantung akut di 866
rumah sakit tersebar di eropa, Amerika Latin dan Australia mendapat
Edema paru akut merupakan salah satu kondisi klinis yang banyak
dijumpai dengan presentase 37% dari keseluruhan pasien.
Tanda Klinis untuk Membedakan Edema Paru Kardiak dan Non kardiak
Edema Paru Kardia Edema Paru Non Kardiak
Riwayat Penyakit Penyakit jantung akut Penyakit dasar diluar jantung

Tanda Klinis Orhopnoe Akral hangat


Akral dingin Pulsasi nadi meningkat
S3 gallop Tidak terdengar gallop
Distensi vena jugularis Tidak ada distensi vena jugularis

Rongkhi basah Rongkhi kering


Pemeriksaan Penunjang EKG: biasanya abnormal EKG: biasanya normal
Ro: distribusi edema perihiler Ro: distribusi edema perifer

PCWP: >20 mmHg PCWP: <20 mmHg


Echo: umumnya abnormal Echo: umumnya normal
 Diagnosis EPA didasarkan pada sintom dan gejala klinis yaitu
distress pernafasan yang yang hebat, rongki seluruh lapang paru
dan orhopnoe. Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung
adalah foto thoraks, EKG, Ekokardiografi dan Laboratorium. Foto
Thoraks harus segera di lakukan dan sangat membantu dalam
menegakan EPA.
 Dispnoe, Takipnoe, Takikardi
 Hipertensi/Hipotensi, Hipertensi sebagai akibat hiperadrenergik, Hipotensi
menunjukan disfungsi ventrikel kiri yang berat dan kemungkinan munculnya
syok kardiogenik.
 Akar dingin sebagai indikasi rendahnya cardiac output serta perfusi yang
kurang.
 Pada auskultasi paru maka akan didapatkan krepitasi umumnya akan
terdengar dibasal, namun juga biasanya muncul di apeks bila kondisi sudah
semakin memburuk.
 Pada pemeriksaan suara jantung dapatb di jumpai S3 serta peningkatan vena
jugularis. Murmur dapat membantu menegakan diagnosa gangguanvalvular
yang dapat menyebabkan terjadinya edema paru.
 Pasien dengan gagal jantung kanan dapat ditemukan hepatomegaly, refluks
hepatojugular serta edema perifer.
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, troponin serta analisis gas darah arteri (AGDA). AGDA
terutama dilakukan untuk menilai oksigenisasi (pO2), asam basa (pH), dan deficit
basa yang harus dilakukan pada semua pasiem dengan dugaan suatu EPA. Plasma B-
type natriuretic peptide (BPN) di hasilkan dari ventrikel jantung sebagai respon dari
meningkatnya wall stretch dan volume overload
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG pada suatu EPA terutama untuk menilai irama jantung, aritmia,
serta tanda-tanda iskemia. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang
noniskemik biasanya menunjukan gambaran gelombang T yang negative yang lebar
dengan QT yang memanjang yang akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil
dan menghilang dengan dalam satu minggu.
Radiologi
 Foto thoraks harus dilakukan segera pada semua pasien dengan sangkaan
suatu EPA untuk mengevaluasi tanda-tanda edema paru serta menilai
kondisi jantung baik ukuran, bentuk serta tanda-tanda kongesti. Foto thoraks
dapat menyingkirkan differential diagnosis EP.
Ekokardiografi
 Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang penting dalam menegakan
suatu EPA terutama yang disebabkan oleh kardiak dengan menilai fungsi,
struktur serta disfungsi dari masing-masing katup dari jantung yang dapat
menjadi etiologi dari EPA itu snediri.
Pulmonary Artery Catheter
 Pulmonary Artery Catheter (PAC) merupakan pemeriksaan Gold Standar
untuk mengestimasi nilai dari Pulmonary Capillary Left Ventricle End
Diastolic Pressure (LVEDP) dan menjelaskan penyebab EPA apakah
kardiogenik atau lainnya. PAC dikatakan meningkat bilai nilainya >18 mmHg
dan biasanya jika terjadi peningkatan >25 mmHg akan terjadi edema paru.
 Terapi oksigen: oksigen dapat diberikan mencapi 8 L/menit untuk
mempertahankan PaO2, bila perlu dapat diberikan dengan masker. Saturasis
oksigen harus dipertahankan dalam batas normal (95-98%)
 Vasodilatator: pada EPA dengan etiologi kardiak peningkatan LVEDP dengan
edema paru disertai peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik, tujuan untuk
membuka sirkulasi perifer selanjutnya akan menurunkan preload, afterload dan
akhirnya menurunkan PCWP.
 Sodium nitroprussid: dapat diberikan dengan dosis 0,3 ug/kg/menit.
 Nitrat: Pemberian nitrat intra vena yang direkomendasikan dengan furosemide
telah direkomendasikan dalam penanganan EPA. Dosis nitrat intravena dapan
dimulai dengan dosis 20 ug/menit dan dapat dinaikan sampai 200ug/menit atau
jika menggunakan isosorbid dinitrat dosisnya 1 sampai 10 mg/jam. Untuk
pemberian secara oral dapat diberikan dapat diberikan Nitrogliserin 0,3-0,6 mg
sublingual atau isosorbide dinitrate 2,5-10 mg sublingual.
 Nesiritede: Efek vasodilator pada vena, arteriol dan coroner sehingga akan
menurunkan preload, afterload sehingga akan meningkatkan cardiacoutput tanpa
initropik langsung.
 Diuretic: penggunaan diuretic di inikasikan pada pasien dengan EPA dengan
tujuan meningkatkan volume urine sehingga meningkatkan pengeluaran air,
natrium dan ion-ion lain, hal ini akan menurunkan volume cairan di plasma,
ekstraselular, tekann pengisian ventrikel kiri dan kanan dan akhirnya akan
menurunkan kongesti pulmonal dan edema paru. Furosemide dapat dibolus 40-60
mg intravena atau diberikan secara kontinu
 Morfin sulfat: morfuin dioindikasika pada stage awal terap EPA. Morfin berfungsi
sebagai vasodilator, arterodilator serta menurnkan heart rate.
 Inotropic: inotropic di indikasikan jika hterjadi hipoperfusi perifer dengan
hipotensi dan penurunan fungsi ginjal. Dosis dopamine dapat dimulai dengan 2-5
ug/kgbb/menit sampai maksimal 20 ug.kgnn/menit. Dosis kedua inotropic ini
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis.
 Congestive heart failure (gagal jantung kongestif) adalah suatu sindroma klinis yang
kompleks yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga
terjadi gangguan pada ejeksi dan pengisian, sehingga jantung tidak lagi mampu
memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh.
 Komplikasi yang dapat timbul dari gagal jantung salah satunya adalah udem pulmonal
akut kardiogenik. Edem paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum
klinis Acute Heart Failure Syndrome (AHFS). Secara patofisiologi edem paru
kardiogenik ditandai dengan transudai cairan dengan kandungan protein yang rendah
ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler
paru.
 Tatalaksana dari CHF sendiri dapat dilakukan pendekatan non farmakologis dan dapat
secara farmakologis. Pada penatalaksanaan non farmakologis dapat dilakukan dengan
cara mengajarkan kepada pasien dan keluarga, untuk dapat manajemen perawatan
mandiri, seperti stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk
kondisi dan mendeteksi perburukan gagal jantung. Sedangkan untuk penatalaksanaan
farmakologis pada gagal jantung dapat diberika obat-obatan untuk membantu aliran
darah seperti golongan ICE- Inhibitor untuk membatu dilatasi pembuluh darah dan
diuretic untuk mengurangi penumpukan cairan didalam tubuh.

Anda mungkin juga menyukai