INSOMNIA
Disusun oleh:
Cindy Nizza Permata Putri 132011101007
Nathania Putri Amanda 142011101048
Dokter Pembimbing:
dr. Justina Evy Tyaswati, Sp. KJ
Kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman
setelah episode tidur tersebut. (The International Classification of Sleep Disorders,
2014)
2
EPIDEMIOLOGI
Wanita > Pria
Pada studi tahun 2007:
47,5% insomnia primer
52,5% insomnia primer dengan psychriatic disorder
41,1% insomnia primer dan gangguan komorbid
4,3% substance abuse problem
Circadian rythim
disorder
Insomnia Cronic pain, pulmonary
disease (COPD),
Medical disorder neurological disorder
(Parkinson), endocrin
disorder
Anxiety disorder,
depression, bipolar,
Psychriatic disorder posttraumatic stress
disorder, gangguan
somatoform,
(Zhang et al., 2014) schizoprenia
4
KLASIFIKASI
Early / initial
Middle:
Presentasi terbangun tengah
malam
Late / terminal
Primer
Insomnia Penyebab
Sekunder
Transient
Longterm
(Maslim, 2013) 8
DIAGNOSIS
DSM - V
Keluhan utama adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau kualitas
tidur yang buruk. Keluhan ini paling sedikit selama satu bulan
Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi
sosial dan pekerjaan
Gangguan ini tidak terjadi bersamaan dengan narkolepsi, breathing-relating sleep
disorders, atau parasomnia
Gangguan ini tidak terjadi bersamaan dengan gangguan mental lainnya (depresi)
Gangguan ini tidak berhubungan dengan efek fisiologis bahan-bahan kimia (alcohol, obat-
obatan ) atau kondisi kesehatan seseorang
(Maslim., 2013) 9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium untuk cek gangguan tiroid atau masalah lainnya yang
bisa menyebabkan insomnia.
Polysomnogram untuk mencatat pernafasan, pergerakan, fungsi jantung, dan
aktivitas otak selama pasien tidur. Pemeriksaan ini diindikasikan jika pasien
mempunyai gangguan tidur yang lain, seperti sleep apnea atau restless leg
syndrome (banyak terjadi pada lansia)
(Maslim, 2007)
13
PEMILIHAN OBAT
Inisial Insomnia Broken Insomnia Delayed Insomnia
(Maslim, 2007) 14
PEMBERIAN OBAT
Pemberian dosis tunggal dianjurkan pada 15’-30’ sebelum pergi tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-
2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan
toleransi obat.
Pemakaian obat anti-insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2
minggu, agar risiko ketergantungan kecil.
Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang
menetap sekitar 6 bulan lamanya.
Kesulitan pemberhentian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence” (habituasi)
(Maslim, 2007) 15
INTERAKSI OBAT
Anti-insomnia + CNS Depressant supresi SSP oversedation & respiration
failure
Overdosis jarang menimbulkan kematian. Anti-insomnia + Alkohol/CNS
Depressant risiko kematian meningkat
(Maslim, 2007) 16
EFEK SAMPING ANTI-INSOMNIA
Supresi SSP
Oversedation risiko jatuh dan trauma pada pasien lanjut usia
Rage Reaction
Anti-Insomnia waktu paruh singkat ( Triazolam) gejala rebound lebih
berat pada pagi hari, dapat menjadi panik
Anti-Insomnia waktu paruh sedang (Estazolam) gejala rebound lebih
ringan
Anti-Insomnia waktu paruh panjang (Nitrazepam, Flurazepam)
hangover
(Maslim, 2007) 17
KONTRAINDIKASI ANTI-INSOMNIA
Sleep Apneu Syndrome
Congestive Heart Failure
Chronic Respiratory Disease
Benzodiazepine pada ibu hamil terratogenic effect
Benzodiazepine ekskresi di ASI penekanan fungsi SSP
(Maslim, 2007) 18
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada
gangguan lain yang mendasari.
20