A. Dasar Pemikiran Bila kita membahas hal yang menyangkut dan berhubungan dengan Ketuhanan, maka tidak bisa dilepas dari dasar pemikiran atau landasan awal dalam mengambil sebuah kesimpulan: Pertama, yang perlu dijadikan acuan adalah manusia, keberadaannya atau law of nature; Kedua, Tuhan sebagai objek bahasan yang wujud dan zat-Nya berbeda dengan apa dan siapapun. Dasar pemikiran atau premis tersebut haruslah bisa dibuktikan, setidaknya mendekati atau tidak melanggar aturan yang ada. Sebab yang akan dibahas adalah sesuatu yang di luar jangkauan dan tak terbatas oleh pemikiran manusia
Semua aturan ini yang melandasi
pemikiran awal seorang manusia ketika dia ingin mengenal dan memahami Tuhannya. Ketika kita tidak melandasi pemikiran kita tentu akan sangat-sangat berpotensi keluar dan lari dari aturan/porsi yang sedang dibahas. Ketika kita sedang membahas Tuhan, seperti; “Siapakah Tuhan”, “Mengapa dikatakan Tuhan” “Apa dan bagaimana Tuhan”. Jawabanya jangan pernah keluar atau melebar dari aturan pembahasan. Ideologi Ketuhanan bukanlah Ideologi kemakhlukan dan bukan jawaban yang menimbulkan pertanyaan. Jawabannya harus kembali pada syarat dan aturan yang sesuai porsi-Nya, yang sesuai keberadaan- Nya dan law of nature, tanpa melanggar batas dan ketentuan. Jangan di ada-adakan, tak perlu untuk disastra- sastrakan, juga bukan konsep hayalan bak negri dongeng yang tak pernah ada. Ingat topiknya adalah Tuhan Yang Maha bukan seperti maha-maha hayalan yang tak pernah terbukti empiris dan nyaris membuat manusia terkesima dan terpana yang mematikan potensi akal. Analogi boleh dibuat namun bukan Analogi menurut mau dan ego manusia. Konsep silahkan buat namun tidak melanggar aturan yang ada (law of nature). Keterbatasan pasti menyertai namun bukan menjadi alasan untuk menerima bukti dan sejarah bahkan fakta keberadaan-Nya lewat gugusan alam semesta yang tersusun rapi, sesuai, selaras dan sejalan pada poros,tempat, waktu yang semua kita melihatnya dan merasakan segala sesuatu yang telah Dia ciptakan. Pada hakikatnya Tuhan telah memberikan kemudahan kepada manusia agar bisa memahami keberadaan-Nya dengan benar, sebab apabila ideologi dalam memahami hakikat Sang Pencipta sampai salah maka akan merugikan diri kita sendiri. Ketika manusia dan semua peralatan canggihnya tak mampu membuktikan bukan berarti sesuatu yang diriset tidak ada bak bulan sebelum dan sesudah ditemukan dan diriset oleh mereka yang pernah kesana. Jangan nafikan keberadaan sesuatu dikarenakan keterbatasan dan kebandelan manusia untuk bisa menerima dan menjawab apapun yang ingin diketahui. Semua sudah ada, semua telah tersedia, semua tinggal manusia menjalankan dan memerankan sesuai porsi diri dan keberadaannya sebagai makhluk layaknya makhluk yang lain; Semua yang ingin diketahui tetap ada disana terbentang luas dan masih banyak menyimpan misteri; Namun tak seluas isi di-dalam diri manusia jika saja manusia mau menggunakan aqal dan daya nalar untuk bisa menyentuh qolbi wadah tersimpannya pemahaman agar menjadi keyakinan yang kuat dan tak terbantahkan. B. Wujud Tuhan. Bagaimana kita dapat mengetahui wujud Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa? Bila Anda melihat mobil bergerak di depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat terbang melintas di udara, maka dengan yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang mengendalikan pesawat meskipun Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang mengendalikan mobil atau pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau pesawat itu dapat melalui rutenya dengan selamat. Bagaimana kaitannya dengan wujud Allah? Jawabnya, kita melihat matahari, bulan, bintang dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan keteraturan yang amat detil. Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri? Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Wujud Allah/Tuhan Yang Maha Esa telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera. 1. Dalil Fitrah. Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an (lihat: QS. Al A’raf: 172-173). Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. 2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi) Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua: Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut, yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para Rasul. 3. Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran) Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. 4. Dalil Naqli (Dalil Syara’) Bukti syara’ tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab- kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab- kitab itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab- kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu. C. Esensi Tuhan. Esensi atau Zat Tuhan masih menjadi misteri yang belum dapat ditemukan secara pasti. Berbagai ajaran agama, khususnya Islam, menjelaskan eksistensi Tuhan hanya dapat dicerna dalam bentuk sifat wujud Tuhan. Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat. Tuhan mengetahui melalui perantara pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri yaitu zat atau esensi Tuhan. Golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki sifat. Sifat-sifat itu tidak sama dengan esensi Tuhan tapi berwujud dalam esensi itu sendiri.
Nabi Muhammad melarang
orang-orang beriman untuk memikirkan Tuhan. Ia bersabda: berpikirlah ciptaan Tuhan dan janganlah berfikir tentang Zat Tuhan. Dari segi Diri-Nya, Zat Tuhan tidak mempunyai nama, karena Zat itu bukanlah lokus efek dan bukan pula diketahui oleh siapa pun. Ada sebuah pendekatan yang dinamakan teologi apofitik yaitu teologi yang tidak mengetahui, yang melukiskan pengalaman transenden tentang Tuhan dalam cinta sebagai suatu mengetahui dengan tidak mengetahui dan suatu melihat yang bukan melihat. Teologi apofatik menegaskan kemustahilan pengetahuan manusia tentang Tuhan seagaimana Dia pada diri-Nya, Tuhan yang sebenarnya. Model teologi ini (teolgi apofitik atau mistisisme apofitik) adalah cara berfikir atau aktifitas mental yang digunakan oleh banyak mistikus atau sufi untuk menempuh perjalanan menuju Tuhan dan sekaligus untuk menyuarakan protes terhadap kelancangan dan keangkuhan para teolog dan filosof yang menganggap bahwa mereka mempunyai konsep, ide, atau gagasan tentang Tuhan sebagaimana Dia pada diri-Nya. Teologi apofitik adalah peringatan bagi seseorang yang mereduksi Tuhan menjadi sesuatu yang rasional belaka. Teologi ini menolak bentuk Tuhan yang dicocokkan dengan kotak akalnya. Juga menyalahkan seseorang yang mempercayai Tuhan dalam bentuk lain dan tidak menerima apapun sebagai kebenaran jika bertentangan dengan akalnya. Take a few minutes to compare notes with a partner:
Summarize the most
important information.
Identify (and clarify if possible) any
sticking points. D. Keberadaan Tuhan. Fisikawan Stephen Hawking menegaskan bahwa dia adalah seorang ateis dan tidak mempercayai adanya Tuhan. Menurut Hawking, segala kehidupan dan kejadian di alam semesta dapat dijelaskan melalui sains. Tidak ada yang meragukan kecerdasan Hawking. Bahkan bisa dikatakan dia adalah salah satu orang paling cerdas yang ada di bumi dan pantas mendapat penghormatan yang tinggi. Tapi ketika dia berpendapat dan berkata bahwa Tuhan sebenarnya tidak ada, banyak orang yang kemudian meragukannya. Argumen utama Hawking dalam melawan keberadaan Tuhan, adalah: Tidak ada Tuhan, yang ada hanya ilmu pengetahuan; Dunia yang terbentuk sendiri; Tidak ada keajaiban. Namun, argument Hawking ini dibantah oleh ilmuan lain juga dengan tiga argument yang mengakui keberadaan Tuhan, yaitu: 1. Hukum Kedua Termodinamika. Hukum fisika ini mengungkapkan fakta bahwa segala hal di di jagat raya ini bergerak dari keteraturan menuju kekacauan. Setiap benda terdiri dari atom. Atom tersebut terdiri dari elektron, proton, dan neutron. Setiap atom yang ada dalam setiap benda selalu bergerak dan berputar. Atom- atom yang bergerak dan berputar tersebut pada suatu saat akan kehabisan energi, jadi suatu hari nanti jagat raya akan berakhir. Kata orang-orang ateis jagat raya ini tanpa ada permulaan dan takkan pernah berakhir. Tapi hal ini bertentangan dengan Hukum Kedua Termodinamika, karena menurut hukum ini, jika periode waktu yang lama telah berlalu, akan terjadi kekacauan dan jagat raya akan mati total. Jagat raya ada permulaannya. Jika jagat raya ada permulaannya, berarti segala sesuatu yang mulai eksis harus ada yang memulainya. Dan kita sebagai Muslim percaya bahwa Allah yang memulainya. 2. Keteraturan Jagat Raya. Sebuah analogi singkat, misalnya kita sedang duduk untuk menonton TV di dalam rumah kita. Kita duduk di kursi dan kursinya harus ditempatkan dalam posisi yang benar. TV-nya juga harus diatur menghadap ke arah kita, agar kita dapat menontonnya. Kita juga harus punya remote TV yang sesuai dengan merek TV kita, agar kita dapat mengganti-ganti channelnya semau kita. Jadi seiring kita duduk menonton TV, bagaimana mungkin kita tidak melayang, bagaimana mungkin kita tidak tertekan ke bawah? Ini berarti ada cukup gaya gravitasi untuk menahan kita sehingga kita dapat duduk dengan baik. Jika gaya gravitasi kurang sedikit saja, maka kita akan melayang ke atas. Jika gravitasi terlalu banyak, maka tubuh kita akan hancur karena menopang berat kita. Jadi harus ada yang mengatur gravitasi dalam takaran yang tepat di bumi. Udara yang kita hirup saat ini harus mengandung 78% nitrogen dan 21% oksigen. Misalnya kadar oksigennya lebih besar atau lebih rendah, maka kita tidak mampu bertahan hidup di bumi ini. Siapa yang menempatkan oksigen dalam takaran yang pas agar kita, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat hidup? Jawabannya tentua adalah Tuhan. 3. Al-Quran. Al-Qur’an merupakan firman Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W. oleh Allah S.W.T. Al-Qur’an punya banyak mukjizat di dalamnya. Al-Qur’an punya mukjizat bahasa, mukjizat berupa nubuat- nubuat termasuk juga sabda Nabi Muhammad, ada fakta ilmah, fakta sejarah, jadi Al-Qur’an merupakan sebuah kitab yang komprehensif. Sekarang, mari kita bahas fakta ilmiah Al- Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab yang diwahyukan 1.400 tahun yang lalu pada saat tidak ada teknologi modern. Bahkan, Nabi Muhammad S.A.W. tidak dapat membaca atau menulis. Allah mewahyukannya kepada Muhammad S.A.W. ketika dunia terselubung kegelapan. Al-Qur’an membawa cahaya ke dalam dunia yang suram. Manusia pada saat itu berpikir bahwa agama dan pengetahuan tidak bisa selaras, tapi Al-Qur’an membantah anggapan itu karena di dalamnya terdapat begitu banyak fakta ilmiah yang membuat kagum ilmuwan-ilmuwan terkenal di dunia. Di antara 6.000 ayat Quran, sebanyak 500 ayat berhubungan dengan fakta-fakta ilmiah. Jika kita bertanya pada ilmuwan atau kosmologis di luar sana tentang proses pembentukan alam semesta, mereka akan berkata bahwa langit dan bumi berada dalam satu massa primordial, kemudian terjadi ledakan besar 14 milyar tahun yang lalu, dan dari ledakan itu terciptalah sistem tata surya. Dan yang menakjubkan adalah semua ini telah difirmankan dalam surat Al-Anbiyya:30. Kemudian dari penelitian para ilmuwan kita mengetahui bahwa tahap awal pembentukan semesta berbentuk seperti asap/kabut. Dan dari situ mulai terbentuklah benda-benda langit. Ternyata hal ini sudah difirmankan dalam Quran surat Fushshilat:11. Lalu pada tahun 1960, manusia mengenal tentang Red Shift dan Blue Shift, sebuah fakta yang membuktikan bahwa jagat raya ini terus meluas. Semua bintang-bintang saling menjauh satu sama lain. Mereka memenangkan piala nobel di sekitar tahun 1960 karena penemuan ini. Lagi-lagi Quran telah berfirman dalam surat Adz Dzaariyaat:47 bahwa Allah yang menciptakan langit kemudian Dia meluaskannya. Semua ini sudah difirmankan 1.400 tahun yang lalu, sebelum adanya ilmu pengetahuan apapun. Fakta mengenai embriologi, bagaimana seorang bayi berkembang dalam rahim sang ibu. Disebutkan dalam surat Al-Mu’minuun:12 -14 mulai dari fertilisasi hingga ke perkembangan organ-organ tubuh janin, yang menjelaskan dengan detail keadaan ketika embrio berumur sekitar 6-7 hari. Quran menggambarkan embrio pada periode itu bagaikan lintah, dia berada di dalam rahim dan menghisap nutrisi dari sang ibu. Yang mengejutkan adalah bentuknya, morfologi, dan fungsinya memang menyerupai seekor lintah. Semua ini baru bisa dilihat dengan mikroskop berkekuatan tinggi. Manusia dengan mata telanjang tidak dapat melihat hal-hal ini, apalagi 1.400 tahun yang lalu belum ada mikroskop. Semua ini membuktikan bahwa informasi ini tidak mungkin datang dari seorang manusia, karena pengetahuan ini baru ditemukan di abad ke-20. Ada pengakuan dari banyak ilmuwan seperti Dr. Keith Moore, Marshall Johnson, Joe Simpson, Maurice Bucaille, dan ilmuwan-ilmuwan lainnya, yang mempelajari Quran untuk sekian lama, dan mereka semua menyimpulkan bahwa kitab dan ayat-ayat di dalamnya tidak mungkin ditulis seorang manusia, ini tentunya dari Sang Pencipta, Yang Maha Mengetahui. Which of the strategies we’ve covered would you like to try in your own classes? Summarize the most important points in today’s lecture.