• Kuman masuk ke dalam melalui saluran pernafasan dan kulit yang tidak
utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung
kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati. Setelah kuman masuk ke
dalam tubuh, kuman menuju tempat predileksinya yaitu syaraf tepi. 95%
populasi manusia memiliki kekebalan alamiah terhadap M.Leprae (1).
C. Gejala Klinis
Gambar 1.1 Saraf tepi yang perlu diperiksa pada Morbus Hansen
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Zielhn
Nielsen, dengan sediaan diambil dari kedua cuping telinga dan
lesi yang ada di kulit(3).
Kepadatan kuman dinyatakan dalam :
a. Indeks bakteri :ukuran semi kwantitatif dengan nilai 1+
sampai 6+
b. Indeks morfologi : merupakan persentasi bentuk
utuh/solid terhadap seluruh Basil Tahan Asam didapatkan gambaran BTA positif
dengan gambaran globi
2. Pemeriksaan Serologis (1)
a. Lepromin test :untuk mengetahui imunitas seluler dan membantu
menentukan tipe kusta.
b. MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Agglutination) : untuk
mengetahui imunitas humoral terhadap antigen yang berasal dari
M.leprae
c. PCR (Polimerase Chain Reaction)
3. Pemeriksaan Histopatologis
• Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit
kusta yang merupakan suatu reaksi imunologis dengan akibat merugikan
penderita
I. Patofisiologi Reaksi Kusta
• Reaksi menggambarkan adanya suatu hipersensitivitas terhadap antigen M.leprae, karena
adanya ketidakseimbangan imunologis.
Ada 2 tipe reaksi :
1. Reaksi tipe 1
Disebabkan karena hipersensitivitas tipe IV. Antigen dari M.leprae bereaksi dengan T limfosit karena
adanya perubahan yang cepat dari imunitas seluler
2. Reaksi tipe 2
Terjadi karena kompleks imun. Istilah Eritema Nodusum Leprosum (ENL) digunakan bila terdapat
adanya lesi kulit berupa nodul-nodul eritematus.
Faktor pencetus reaksi tipe 1 dan 2
Infeksi penyerta : Hepatitis B dan C Infeksi penyerta : streptococcus, virus, cacing, filaria,
malaria
Neuritis atau riwayat nyeri syaraf Stress fisik dan mental
Lain lain seperti trauma, operasi, imunisasi, protektif,
tes Maountex positif kuat, minum kalium hidroksida
Perbedaan reaksi tipe 1 dan 2 kusta
No Gejala Tanda Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2
1 Tipe kusta Dapat terjadi pada kusta tipe MB maupun PB Hanya terjadi pada kusta tipe PB
2 Waktu timbulnya Biasanya segera setelah pengobatan Biasanya setelah pengobatan yang
lama, umumnya minimal 6 bulan
3 Keadaaan umum Umumnya baik, demam ringan (sub-febris) atau tanpa Ringan sampai berat disertai
demam kelemahan umum dan demam yang
tinggi
4 Peradangan di kulit Bercak kulit lama menjadi lebih meradang,bengkak, Timbul nodus kemerahan lunak nyeri
berkilat,hangat. Kadang-kadang hanya pada sebagian tekan. Biasanya pada lengan dan
lesi. Dapat timbul bercak baru tungkai. Nodus dapat pecah
5 Saraf Sering terjadi, umumnya berupa nyeri saraf dan Dapat terjadi
gangguan fungsi saraf, silent neuritis (+)
6 Udem pada (+) (-)
ekstremitas
7 Peradangan pada Hampir tidak ada Terjadi pada testis, sendi,ginjal,kelenjar
organ lain gerah bening
Diagnosa Banding
• Pada lesi makula : Ptiriasis versikolor, Tinea korporis.
Pada lesi plak : Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis vulgaris.
Pada lesi nodul : Acnevulgaris, neurofibromatosis.
Pada lesi saraf : Neuropati diabetikum, trachoma.
J. Penataksanaan
• Diberikan berdasarkan regimen MDT (Multi Drug Therapy)
1. Pausibasiler
• Rifampisin 600 mg/bulan,diminum di depan petugas (dosis supervisi)
• DDS 100 mg/hari. Pengobatan diberikan secara teratuur selama 6 bulan dan diselesaikan dalam waktu maksimal 9
bulan.
2. Multibasiler
• Rifampisin 600 mg/bulan,dosis superfisi
• Lamprene 300 mg/hari, dosis superfisi
Ditambahkan
• Lamprene 50 mg/hari
• DDS 100 mg/hari
Pengobatan dilakukan secara teratur sebanyak 12 dosis (bulan) dan diselesaikan dalam waktu maksimal 18 bulan.
Setelah selesai 12 dosis dinyatakan RFT,meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan BTA (+)
Morbus Hansen Tipe Pausibasiler (BT)