Anda di halaman 1dari 23

KELAINAN KONGENITAL ( ATRESIA ANI DAN

HISPRUNG )

Rosi novria
164210482
II.B
ATRESIA ANI
Definisi
 Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat
kehamilan.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
 Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur
sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
 Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu/3 bulan
 Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
a. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan
septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan,
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab
atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
d. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga
macam letak :
 Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator
ani (m.puborektalis) .
 Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
 Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani.
Manifestasi Klinis
 Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran.
 Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
 Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang
salah letaknya.
 Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus
(bila tidak ada fistula).
 Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
 Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran
anal.
 Perut kembung.
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa
kelainan kongenital saat lahir seperti :
 Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada
vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar
limfe).
 Kelainan sistem pencernaan.
 Kelainan sistem pekemihan
 Kelainan tulang belakang.
Komplikasi -Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani
antara lain :
 Asidosis hiperkioremia.
 Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
 Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
 Eversi mukosa anal
 Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
 Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
 Prolaps mukosa anorektal. 10. Fistula kambuan (karena
ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
 Komplikasi jangka panjang.
Klasifikasi Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani antara lain :


a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus
sehingga feses tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging
diantara rectum dengan anus.
d. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.
Penatalaksanaan Medis

1. Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir


bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
2. Pengobatan, antara lain :
 Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
 Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan
setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus
permanen)
3. Pemeriksaan Penunjang, antara lain :
 Pemeriksaan rectal digital dan visual
 Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa
adanya sel-sel epitel meonium.
 Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik
wangensteen-rice)
 Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak
rectal kantong.
 Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal
 Pemeriksaan radiologis
HISPRUNG
A. Definisi
 Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak
mempunyai persarafan (aganglionik).
 karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)
yang tidak mempunyai persarafan (ganglion),
 maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan
fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).
 anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik
karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L.
Wong, 2003 : 507)
B. Macam – macam Hirschsprung
2 tipe yaitu :
 Penyakit Hirschprung segmen pendek Segmen aganglionosis
mulai dari anus sampai sigmoid ini merupakan 70% dari
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan
pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.

 Penyakit Hirschprung segmen panjang Kelainan dapat


melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon
atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki
maupun prempuan.(Ngastiyah, 1997 : 138)
C. Etiologi
 karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest”
ambrional yang berimigrasi ke dalam dinding usus.
 Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari
pleksus Auerbach di kolon.
 Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
 Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa
dinding pleksus.
D. Epidemiologi Insidensi penyakit
 Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup.
 Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil.
 Maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit Hirschsprung.
E. Patofisiologi
 Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan
adanya kerusakan primer.
 Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan
bagian proksimal pada usus besar.
 Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik )
 Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna
untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara
normal.
F. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala setelah bayi lahir :
 Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
 Muntah berwarna hijau
 Distensi abdomen, konstipasi.
 Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan
pengeluaran tinja / pengeluaran gas yang banyak. karena
gejala tidak jelas pada waktu lahir.
Gejala pada anak yang lebih besar antara lain :
Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
Distensi abdomen bertambah
Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
Terganggu tumbang karena sering diare.
Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
Perut besar dan membuncit.
G. Komplikasi
 Gawat pernapasan (akut)
 Enterokolitis (akut)
 Striktura ani (pasca bedah)
 Inkontinensia (jangka panjang)

I. Pemeriksaan Diagnostik
 Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa
dengan alat penghisap and mencari sel ganglion pada daerah
submukosa.
 Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum,
dilakukan dibawah narkos bersifat traumatic.
 Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy
asap.
 Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
J. Penatalaksanaan
1. Prosedur Duhamel menarikan kolon normal kearah bawah
dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2. Prosedur Swenson : Dilakukan anastomosis end to end pada
kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3. Prosedur saave : Dinding otot dari segmen rektum
dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik
sampai ke anus.
4.Intervensi bedah Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen
usus aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan
rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat
dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau
ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi.
Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.

Anda mungkin juga menyukai