Anda di halaman 1dari 20

MANAGEMEN

• penatalaksanaan lini pertama sangat penting dilakukan


untuk mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
• Selang lambung (Nasogastric tube) harus dipasang
sebagai tindakan kompresi pada pasien dengan distensi
abdomen sehingga bisa dievaluasi produksi cairannya.
• Setelah itu, rehidrasi cairan yang adekuat dilakukan
untuk menghindari kondisi dehidrasi dan pemasangan
selang catheter untuk memantau ouput dari cairan.
• Pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit darah
Tindakan Non Operatif
Hydrostatic Reduction
• memiliki potensi peritonitis yang berbahaya
pada perforasi intestinal
tahapan pelaksanaannya:
• Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi
kuat diantara pertengahan bokong.
• Pengembangan balon kateter kebanyakan dihindari oleh para
radiologis sehubungan dengan risiko perforasi dan obstruksi loop
tertutup.
• Pelaksanaannya memperhatikan “Rule of three” yang terdiri atas: (1)
reduksi hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak
boleh lebih dari 3 kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing
tidak boleh lebih dari 3 menit.
• Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan
hidrostatik konstan dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
• Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas
melalui katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada
rentang 45-95% dengan kasus tanpa komplikasi.
• Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat
ini juga dikenal reduksi menggunakan air (dilusi antara
air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1)
dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%,
namun sangat tergantung pada kemampuan expertise
USG dari pelakunya.

• Teknik non pembedahan ini memiliki beberapa


keuntungan dibandingkan dengan reduksi secara
operatif. Diantaranya yaitu : penurunan angka
morbiditas, biaya, dan waktu perawatan di rumah
sakit.
 “Pneumoenema” atau Pneumatic Reduction
• “Pneumoenema” atau Pneumatic Reduction kontras enema
untuk diagnosa maupun terapi reduksi lini pertama pada
intususepsi.
• Namun untuk meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus
dilakukan dengan memperhatikan beberapa panduan.
• Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya
peritonitis, perforasi ataupun gangrene pada usus.
• Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin
besar kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut.
Prosedur ini dimonitor secara fluroskopi sejak udara
dimasukkan ke dalam rectum.
• Tekanan udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg
untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk anak.
• model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih
cepat, lebih aman dan menurunkan waktu paparan dari
radiasi.
• Pengukuran tekanan yang akurat dapat dilakukan, dan
tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi
hidrostatik.
– Sebuah kateter yang telah dilubrikasi
ditempatkan ke dalam rectum dan
direkatkan dengan kuat.
– Sebuah manometer dan manset
tekanan darah dihubungkan dengan
kateter, dan udara dinaikkan perlahan
hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg
(maksimum 120 mmHg) dan diikuti
dengan fluoroskopi. Kolum udara akan
berhenti pada bagian intususepsi, dan
dilakukan sebuah foto polos.
– Jika tidak terdapat intususepsi atau
reduksinya berhasil, udara akan teramati
melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain
selanjutnya dibuat pada sesi ini, dan udara
akan dikeluarkan duluan sebelum kateter
dilepas.
– Untuk melengkapi prosedur ini, foto post
reduksi (supine dan decubitus/upright
views) harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi ketiadaan udara bebas.
– Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa
usaha lebih. Penggunaan glucagon (0.5
mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari
usus memiliki hasil yang beragam dan tidak
rutin dikerjakan.
Tindakan Operatif
• Apabila diagnosis intususepsi yang telah
dikonfirmasi oleh x-ray, mengalami kegagalan
dengan terapi reduksi hidrostatik maupun
pneumatik, ataupun ada bukti nyata akan
peritonitis difusa, maka penanganan operatif
harus segera dilakukan.
• Prosedur operatif:
• Insisi
– Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus
diberikan 30 menit sebelum insisi kulit.
– Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi
kanan perut melintang dibuat sedikit lebih rendah
daripada umbilikus. Sayatan bisa dibuat sejajar, di
bawah atau di atas umbilikus, tergantung pada
derajat intususepsi.
Diseksi
– Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus
internus, dan fascia transversalis.
– Usus yang mengalami intususepsi secara hati-hati
dijangkau dari luka operasi dan reduksi dilakukan
dengan lembut, meremas usus distal ke apex
bersamaan dengan tarikan lembut dari usus proksimal
untuk membantu reduksi. Traksi yang kuat atau
menarik usus intususeptum dari intususipien harus
dihindari, karena ini dapat dengan mudah
mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar.
-Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang
mengalami intususepsi harus dinilai dengan hati-
hati.
– Kadang-kadang, reseksi usus segmental
diperlukan jika reduksi tidak dapat
dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi
setelah reduksi. Umumnya, ileum
terminal yang direduksi muncul
kehitaman dan menebal pada palpasi.
Penempatan spons yang hangat dan
lembab selama beberapa menit dapat
meningkatkan perfusi jaringan lokal,
sehingga, berpotensi menghindari
reseksi bedah yang tidak perlu.
– Appendektomi standar dilakukan jika
dinding cecal berdekatan adalah normal.
• Menutup
– Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika
diperlukan) dan hemostasis dipastikan, penutupan
fasia perut dilakukan di lapisan menggunakan
benang absorbable 3-0.
– Kulit reapproximated dengan
jahitan subcuticular 5-0 yang diserap.
KOMPLIKASI

• Obstruksi usus
• Dehidrasi
• Syok hipovolemik
• Aspirasi
• Perforasi
• Sepsis
• Short bowel syndrome
Prognosis

• Intususepsi akan terus terjadi pada


anak-anak dengan sebagian besar
virus gastrointestinal

Anda mungkin juga menyukai