DAN
RAHASIA BANK
KESEHATAN BANK
a. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas
aset, kualitas manajemen, likuditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan
dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
b. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan
usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
c. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan, dan penjelasan mengenai
usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Bank atas permintaan Bank Indonesia wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku
dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam
rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan
oleh bank yang bersangkutan.
e. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu
apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank
Indonesia melaksanakkan pemeriksaan terhadap bank.
f. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan
penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Yang sebelumnya neraca serta hitung laba/rugi tersebut sudah diaudit oleh akuntan
publik.
g. Bank wajib mengumumkan neraca perhitungan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan
bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sampai dengan saat ini aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank Indonesia tidak
tertuang dalam satu peraturan perundang-undangan namun terpisah-pisah dalam beberapa Undang-
undang, Surat Edaran Bank Indonesia, dan Surat Keputusan Menteri Keuangan.
Beberapa aturan tentang kesehatan bank yang penting dan berlaku di Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
b. Likuiditas Wajib Minimum atau Cadangan Wajib Minimum (Reserve Requirement)
c. Posisi Devisa Netto (Net Open Position)
d. Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio)
e. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
f. Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
g. Loan to Deposit Ratio (LDR)
h. Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE)
i. Manajemen Bank
Pelanggaran Aturan Kesehatan Bank
Apabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank,
Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan
tujuan agar bank yang bersangkutan menjadi sehat dan tidak
membahayakan kinerja perbankan secara umum.
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia
dapat melakukan tindakan agar :
a. Pemegang saham menambah modal.
b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank.
c. Bank menghapusbukukan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah yang tidak lancar,
dan memperhitungkan kerugian Bank dengan modalnya.
d. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban.
f. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.
g. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.
Apabila tindakan tadi belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan/menurut
penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, maka:
Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha Bank dan memerintahkan direksi Bank untuk segera
menyelenggarakan RUPS guna membubarkan badan hukum Bank dan membentuk tim likuidasi
Jika dalam hal direksi Bank tidak menyelenggarakan RUPS, maka Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada
pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum Bank tersebut, penunjukkan
tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas
permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah berkonsultasi kepada DPR-RI dapat membentuk badan khusus yang
bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan. Badan khusus tersebut melakukan program penyehatan
terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada badan yang dimaksud.
Dalam menentukan tingkat kesehatan suatu bank, pada mulanya BI menilai atas dasar tiga
kelompok faktor penilaian,yaitu:
I. Keadaan keuangan bank, yang meliputi likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas.
II. Kualitas aktiva produktif, yaitu kekayaan bank berupa penanaman dalam berbagai aktiva yang
diharapkan dapat memberi penghasilan kepada bank.
III. Tata kerja serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan terutama yang berkaitan
dengan bidang perbankan.
Rahasia Bank
Tujuan Penerapan
Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat
terhadap perbankan dan juga sebaliknya maka kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan
dengan baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada
bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank.
Bila kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan
untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari
nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam Undang-
Undang Perbankan.
Dasar Hukum
UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam
bab 1 pasal 1 ayat 16 dan bab VII pasal 40,41,42,43,44,45 dan bab VII pasal 47. Aturan mengenai rahasia
bank ini kemudian di ubah seperti tercantum dalam UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU
No. 7 tahun 1992. Rahasia bank yang dimaksud dalam UU No.10/1998 tersebut sangat berbeda dengan
UU No 7/1992.
Definisi diatas memberikan suatu batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai
rahasia bank. Pembatasan didasarkan pada istilah ‘menurut kelaziman dunia perbankan’ sehingga
batasannya sangat tergantung pada interpretasi dari istilah ‘kelaziman’. Interpretasi satu orang dengan
orang yang lainnya mungkin berbeda. Secara umum batasan tersebut juga dapat diartikan bahwa rahasia
bank mencakup data milik nasabah deposan maupun nasabah debitur.
Perkembangan dunia perbankan sejak ditetapkannnya UU No. 7 tahun 1992 sampai dengan tahun 1998
menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah karena terbentur
aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas
terhadap rahasia bank, maka pengertian rahasia bank dalam undang-undang tersebut diperbaharui dengan UU No.
10 tahun 1998 pasal 1 butir 28 menjadi:
‘Segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya’
UU ini membatasi rahasia bank hanya pada nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2
macam konsekuensi. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat satu permasalahan yang akan muncul
pada saat penentuan suatu data termasuk rahasia bank atau bukan. Nasabah debitur biasanya juga sekaligus sebagai
nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data nasabah penyimpan atau nasabah
peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah. Masalah tersbut sebenarnya sudah berusaha diantisipasi melalui
penjelasan pasal 40 UU No. 10 tahun 1998.
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan undang-undang, data nasabah di bank dapat
saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:
1. Kepentingan perpajakan
2. Penyelesaian piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN) atau Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
3. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
4. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
5. Tukar-menukar informasi antar bank
6. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
7. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Sanksi Atas Pelanggaran Aturan Rahasia Bank
Dunia perbankan mengelola uang dari masyarakat, maka bank wajib menjaga kepercayaan yang
diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga keamanan uang masyarakat agar benar-benar aman.
Agar keamanan uang nasabah terjamin maka pihak perbankan dilarang untuk memberikan
keterangan yang telah tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari
nasabahnya. Bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar
kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi.
Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, mereka berhak untuk
mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam
keterangan yang diberikan.
Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan bank, maka akan
dikenakan sanksi tertentu sesuai yang tercantum dalam UU No. 10 Tahun 1998.
Sanksi diberikan kepada siapa saja yang melakukan kegiatan perbankan seperti menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia.
Pelanggaran semacam itu dapat diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).
Kemudian sanksi juga diberikan kepada anggota diberikan kepada anggota dewan komisaris,
direksi, atau pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan seperti memberikan keterangan mengenai nasabah
penyimpanan dan simpanannya diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,- (empat miliar
rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah).
Selanjutnya apabila anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank dengan sengaja:
1. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan
keuangan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
2. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan
dalam pembukuan atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
3. mengubah, mengaburkan atau menyembunyikan , menghapuskan atau menghilangkan adanya
suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening atau dengan sengaja bank mengubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5(lima) tahun dan paling lama 15(lima belas) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).
KESIMPULAN
Kegiatan bank secara umum hanya dapat dijalankan apabila dasar beroperasinya bank telah
teerpenuhi dengan baik. Dasar beroperasinya bank adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan
masyarakat maka kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik. Nasabah harus
memberikan kepercayaan terhadap bank dalam penyimpanan dana di bank. Begitu juga sebaliknya,
dalam peminjaman dana bank akan meminjamkan dana kepada nasabah yang mempunyai
kemampuan dan kemauan untuk memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman.
Dengan demikian ada dua hal penting yang berkaitan dengan dasar beroperasinya perbankan, yaitu
‘kesehatan bank’ dan ‘rahasia bank’. Kedua hal tersebut berperan penting dalam mewujudkan
kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan.