Anda di halaman 1dari 17

PESISIR DAN PULAU2 KECIL

• TUJUAN DAN KERANGKA PROSES RENSTRA


PESISIR DAN PULAU KECIL
• TANTANGAN
• NILAI STRATEGIS
• POKOK2 KERANGKA PENGEMBANGAN
STRATEGIS
• MASALAH
• PERENCANAAN TATA RUANG PESISIR DAN
PULAU2 KECIL
UNDANG – UNDANG NO 27 TAHUN 2007
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil

Rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk


Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan,
sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan
indikator yang tepat

Meliputi daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang


dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat
mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh
12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai.
TUJUAN
HIRARKI PERENCANAAN
WILAYAH PESISIR TERPADU
• Tujuan
• Cakupan kegiatan
• Tatanan pelaksanaan RENCANA
AKSI
•Manfaat (RAWP-3-K)
• Rencana kerja
•dll
RENCANA • Pengaturan koordinasi
PENGELOLAAN • Paket terpadu kegiatan
(RPWP-3-K)
• Alokasi ruang •Public campaign
• Pemilihan &
RENCANA ZONASI
penempatan kegiatan (RZWP-3-K)
• Alokasi SDA • Isu pengelolaan
• Visi, Misi
RENCANA STRATEGIS
• Strategi, Kebijakan
• Kompilasi data seri •Rencana kerja
• Analisis data awal •Koordinasi
DATA
• Interpretasi data
PROSES RENCANA
STRATEGIS
NILAI, PRINSIP DAN ASPIRASI

VISI

PENILAIAN INTERNAL M PENILAIAN EKSTERNAL


A
KAPASITAS S PENGELOLAAN
A
L
KEKUATAN PELUANG
A
KELEMAHAN H ANCAMAN

ISSUE
SOSIAL LINGKUNGAN EKONOMI KELEMBAGAAN

TUJUAN/ SASARAN/ STRATEGI

AKTIFITAS

HASIL
Gambaran yang ingin dicapai

Pernyataan menyeluruh mengenai


tugas dan fungsi

Pernyataan kebutuhan, keinginan atau


suatu masa depan yang akan dicapai

Identifikasi isu-isu penting, potensi SDP-3-K dan ancaman

Panduan dalam pelaksanaan misi dan pencapaian visi

Rumusan kegiatan pencapaian kebijakan dalam jangka


menengah antara 2 – 5 tahun

Penjelasan langkah kegiatan / cara dalam mewujudkan


program yang ditetapkan

Kegiatan yang dirumuskan dari strategi untuk membuat


rencana operasional maupun fungsional
TANTANGAN (1)
1. Memiliki 5 Pulau Besar, Gugus Pulau Samodra, Gugus Pulau
Pantai yang keseluruhannya berjumlah lebih dari 17000, dan
adanya pegunungan tinggi serta dilalui jalur patahan dan
sesar;
2. Tingginya jumlah penduduk miskin (lebih dari 48 juta jiwa
atau lebih kurang 23% terutama di daerah tertinggal dan
perkotaan);
3. Lebarnya kesenjangan tingkat pembangunan antar wilayah
secara nasional (sudah berkembang: Sumatra, Jawa, Bali ;
berkembang: Kalimantan, Sulawesi, NTB; perkembagan baru:
Maluku, NTT, Papua);
4. Kesenjangan tingkat pembangunan antar bagian wilayah
Pulau Besar dan antar kota dan desa;
5. Angkutan pelayaran internasional dominan oleh kapal asing
(>96%);
TANTANGAN (2)
6. Angkutan laut belum didukung oleh infrastruktur yang mantap
(pelabuhan, galangan kapal dll);
7. Sistem perdagangan ekspor-impor melalui pelabuhan laut terjadi di
wilayah Sudah Berkembang (Thn 2001, hampir 40% total volume
atau US$ 42,5 billion atau 65,2% dilakukan dari Tanjung Priok,
Tanjung Perak dan Tanjung Emas);
8. Interaksi perdagangan dalam negeri melalui pelabuhan laut banyak
terjadi di pelabuhan besar di wilayah Sudah Berkembang (>90%)
menuju ke dan berasal dari Medan, Palembang, Jakarta, Cirebon,
Surabaya, Makasar dan Semarang);
9. Belum dimanfaatkannya secara penuh peluang pasar Asia Pasifik
(70% pasar dunia) dan pemanfaatan 3 Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI);
10. Memiliki Pusat Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Internasional
(PKN) dan memiliki Infrastruktur lainnya meliputi jalan lintas,
listrik (SUTET) yang dominan di koridor utara Jawa, koridor pantai
timur Sumatra, pada wilayah-wilayah pulau yang mengubungkan
antar PKN tersebut
upaya terpadu menghadapi tantangan

MERUMUSKAN DAN MELAKSANAKAN


KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS
(STRATEGIC DEVELOPMENT FRAMEWORK)
NILAI STRATEGIS PENGELOLAAN WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
(1) Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang
memiliki produktivitas hayati tinggi.
(2) Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki banyak daerah yang
indah dan nyaman untuk rekreasi dan pariwisata.
(3) Kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan yang tinggi di
wilayah pesisir telah mengakibatkan tekanan yang sangat berat
terhadap sumberdaya di wilayah ini;
(4) Sumberdaya perairan pesisir pada umumnya, berlaku rejim akses
terbuka,
(5) Pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang spesifik, sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan global, ukuran yang terbatas dan
terpencil letak geografisnya;
(6) Kemiskinan masyarakat pesisir khususnya nelayan yang
diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan sumberdaya dan
keterbatasan akses masyarakat pesisir terhadap modal, teknologi,
informasi dan pasar.
KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS
Teluk Benggala,
Mediteran, Samudera
Hindia (Timur Tengah, Laut Cina Selatan
Eropa) Laut Cina Selatan (Jepang, Korea, Filipina)
(Hongkong, Cina, Taiwan) Samudera Pasifik
(Jepang, Korea, Amerika,
Kanada)
Banda Aceh
BANDAR SRI BEGAWAN
KUALA LUMPUR

Medan
Samudera Pasifik
SINGAPORE (Amerika, Kanada,
Entikong Bontang Manado Amerika Latin)
Gorontalo
Pekanbaru Ternate
Batam
Pontianak
Samarinda Sorong
Jambi Biak
Palangkaraya Palu
Padang
Pangkal Pinang Balikpapan
Jayapura
Palembang Pangkalan Bun Mamuju
Banjarmasin
Bengkulu Kendari Ambon

Lampung Makasar
JAKARTA
Serang Semarang
Surabaya
Bandung
Samudera Hindia
Malang DILLI
(Afrika, Australia) Yogyakarta Merauke
Denpasar Mataram
Pulau Besar Samudera Hindia (Australia,
Kupang
Pola Sebaran Permukiman Selandia Baru)
Gugus Pulau Samudra

Gugus Pulau Pantai Poros Pengembangan Startegis Global/Nasional Jalur Patahan dan Sesar Alur Pelayaran Internasional
Pegunungan Tinggi Poros Pengembangan Strategis Sub Regional Batas Teritorial Kota PKN
Kawasan Andalan Poros Pengembangan Strategis Nasional Batas ZEE
POKOK-POKOK
KERANGKA PENGEMBANGAN STRATEGIS (1)
1. Menetapkan Poros Pengembangan Strategis Global/Nasional meliputi:
Poros global pengembangan koridor timur Sumatra, koridor utara Jawa
sampai ke NTT; poros koridor barat dan timur Kalimantan; poros koridor
barat Sulawesi menerus ke Menado dan Jayapura – Merauke; Poros
Nasional Padang-Pekanbaru, Bengkulu-Palembang; Batam-Pekanbaru,
Pangkal Pinang-Palembang, Bandung Jakarta, Yogya Semarang, Malang
Surabaya, Pangkalan Bun Palangkaraya Banjarmasin, Kendari Makasar
dan Ambon Ternate.
2. Percepatan pengembangan kawasan andalan pada poros
pengembangan, terutama pengembangan kawasan tertentu cepat
tumbuh (Metropolitan Jabodetabek Punjur, Mebidang, Gerbang Kerta
Susila, Maminasata, Bandung Raya)
3. Dukungan pembangunan kawasan perbatasan serta pulau kecil terluar
4. Mengembangkan keterkaitan sosial ekonomi antar daerah terutama
pengembangan sistem jaringan transportasi nasional, termasuk jalan,
yang mempunyai akses yang tinggi ke pelabuhan di sepanjang poros
pengembangan
5. Pengembangan infrastruktur Pelabuhan Laut dengan
menetapkan pelabuhan internasional terutama
penetapan hub internasional, penentuan rute pelayaran
yang efektif dan kompatibel dengan alur pelayaran
internasional, dan pengembangan galangan kapal

6. Dukungan pembangunan infrastruktur lainnya dengan


sasaran kewilayahan terutama di poros pengembangan:

 Pemantapan dan pengembangan pelayanan sumber


daya air pada kawasan potensial ekonomi, pulau-
pulau kecil, kawasan perbatasan, konservasi &
pengelolaan sungai dan danau.

 Pengembangan prasarana dan sarana permukiman di


pusat-pusat permukiman pada poros pengembangan,
dan kawasan perbatasan;

 Pengembangan tenaga listrik dan sumberdaya energi


lainnya untuk memacu tingkat daya saing koridor
pengembangan.
MASALAH PULAU-PULAU KECIL
a. Secara ekologis pulau-pulau kecil amat rentan terhadap pemanasan global, angin topan dan
gelombang tsunami. Erosi pesisir disebabkan kombinasi faktor-faktor tersebut terbukti sangat
progresif dalam mengurangi garis pantai kepulauan kecil. Akibatnya adalah penurunan jumlah
mahluk hidup, hewan-hewan maupun penduduk yang mendiami pulau tersebut.

b. Pulau-pulau kecil memiliki sejumlah besar spesies-spesies endemik dan keaneka ragaman
hayati yang tipikal yang bernilai tinggi. Apabila terjadi perubahan lingkungan pada daerah
tersebut, maka akan sangat mengancam keberadaan spesies-spesies tadi.

c. Untuk pulau kecil yang letaknya jauh dari pusat pertumbuhan, pembangunannya tersendat akibat
sulitnya transportasi dan SDM. Pulau ini tetap bisa dikembangkan akan tetapi diperlukan biaya
yang lebih besar untuk pengembangannya.

d. Pulau-pulau kecil memiliki daerah tangkapan air yang sangat terbatas sehingga ketersediaan air
tawar merupakan hal yang memprihatinkan. Untuk kegiatan pengembangan seperti pariwisata,
industri dan listrik tenaga air, sebagai contoh, akan sangat terbatas.

e. Pengelolaan pulau-pulau kecil belum terintegrasi dengan pengelolaan daerah pesisir kecuali
pulau-pulau terpencil di gugusan kepulauan di Propinsi Maluku. Hal lain yang sering menjadi
masalaha adalah keterbatasan pemerintah daerah dan kurangnya dana untuk mengembangkan
pulau-pulau sekitar.

f. Sampai dengan saat ini belum ada klasifikasi menyangkut keadaan biofisik, sosial ekonomi
terhadap pulau-pulau kecil yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan atas alokasi
sumberdaya alam agar lebih efektif.
g. Ancaman terhadap pembangunan berkelanjutan:
- Pencemaran;
- Kondisi tangkap lebih (Overfishing);
- Degradasi fisik habitat pesisir utama (mangrove dan terumbu karang);

h. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan


lautan bersifat secara sektoral dan terpilah-pilah;

i. Pengembangan pulau-pulau kecil banyak kendala:


- jarak;
- transportasi;
- terbatasnya diversifikasi usaha berbasis sumber daya alam
- kurangnya skill SDM
- ketergantungan pada daratan maupun teritori untuk mendukung aktivitas
ekonomi

j. Pulau-pulau kecil menghadapi MULTIPLE DEMAND dari pertumbuhan


penduduk, wisata, industri. Penyebab kompetisi thd sumberdaya langka:
lahan, air
KEWENANGAN PERENCANAAN TATA RUANG PULAU-PULAU KECIL

1. Pengaturan ruang Pulau-pulau Kecil sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya
nasional yang tersedia di wilayah provinsi maupun di wilayah Kota/Kabupaten adalah
kewenangan Daerah;

2. Perencanaan Tata Ruang Pulau-pulau kecil meliputi: eksplorasi, eksploitasi, konservasi,


pengaturan administratif, dan penegakan hukum.

3. Dalam melaksanakan otonomi daerah di bidang penataan tata ruang pulau-pulau Kecil
perlu direncanakan dan ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah (Perda) yang kelak
mengarahkan berbagai aktivitas pembangunan daerah, baik di tingkat provinsi maupun di
tingkat kabupaten dan/atau kota.

4. Peraturan Daerah bukan satu-satunya indikator pencapaian tujuan dan sasaran


penataan ruang. Efektivitas peraturan tersebut akan sangat tergantung pada legitimasi
proses perencanaan tata ruang dimaksud.

5. Bagaimana perencanaan tata ruang laut diupayakan sebagai suatu rangkaian proses
yang memenuhi kaidah ilmiah yang dipraktekkan relatif dilegitimasi dan berhasil selama
ini.

6. metode berbasis pendekatan ekosistem, pendekatan geosistem, pendekatan ko-


manajemen, dan lain-lain secara holistik.
REFERENSI PERENCANAAN TATA RUANG PULAU-PULAU KECIL

1. Model rencana tata ruang wilayah pesisir berkelanjutan berbasis


masyarakat (Hartadi, 2001);

2. Pembangunan di wilayah pesisir secara terpadu dengan


pendekatan tata ruang (Iskandar, 2001);

3. Konsep tata ruang terpadu darat NSI dan laut (Indra, 2002);

Anda mungkin juga menyukai