Journal Reading Putu Novi
Journal Reading Putu Novi
Dokter Pembimbing:
dr. Lina Marlina, Sp. THT-KL
Presentan:
Putu Novi Suardiyanti (1461050187)
2
SEJARAH DAN PENEMUAN DIFTERI
4
Pada 1905, Bela Schick mengembangkan tes
Schick untuk mendeteksi kekebalan yang telah
ada pada diri seseorang yang telah terinfeksi.
Vaksin difteri ditemukan dan angka kematian
mulai menurun pada 1924.
Pada 1974, WHO memasukkan vaksin DPT
(difteri, pertusis dan tetaus) pada program
mereka tentang imunisasi bagi negara
berkembang.
5
TOKSIN DIFTERI
Merupakan eksotoksin yang menghambat sintesis
protein di sitoplasma.
Rantai polipeptida tunggal tersusun atas 535 asam
amino.
Terdiri atas sub unit A (stabil) dan B (tidak stabil).
Memiliki 3 domain.
A (domain C), B (domain T dan R).
Domain T memicu transfer domain C ke dalam
sitoplasma.
Domain R mengikat permukaan sel reseptor,
memungkinkan toksin memasuki sel. 6
PATOGENESIS
C.diphtheria bertahan di mukosa pernapasan
lapisan superfisial dan lesi kulit, menyebabkan
reaksi peradangan.
Menginduksi koagulasi jaringan nekrotik tebal
yang terdiri dari fibrin, leukosit, eritrosit, sel
mati epitel pernapasan ; membentuk
pseudomembran (tonsil, faring, nasal, laring,
trakeobronkial).
Edema jaringan lunak dan adenitis cervical
menyebabkan depresi pernapasan dan bull-neck
appearance.
Efek toksin pada jantung (miokarditis), saraf,
dan ginjal (nekrosis tubular). 7
MANIFESTASI KLINIS
Demam Kesulitan dan nyeri
Malaise menelan
Sianosis Sulit bernapas
8
MIOKARDITIS
Dideteksi pada 2/3 pasien.
10-25% mengalami disfungsi kardiak.
9
NEUROTOKSISITAS
¾ pasien menderita neuropati.
Muncul setelah 10 hari – 3 bulan.
10
DIAGNOSIS
Kriteria :
Gangguan saluran pernapasan atas disertai sakit
tenggorokan.
Demam (<39C)
Pseudomembran berwarna putih keabuan.
11
TATALAKSANA
Rekomendasi CDC
Metronidazole
Erythromycin (oral atau injeksi) selama 14 hari
(40mg/kgBB/hari, maksimal 2 gram/hari), atau
Procaine penicillin G secara IM selama 14 hari
(300.000 U untuk pasien dengan berat < 10kg dan
600.000 U untuk berat >10kg).
12
PENCEGAHAN
Imunisasi Difteri
3 dosis awal (usia 6 minggu, dengan dosis lanjutan
setiap 4 minggu).
1 dosis booster setelah 10 tahun.
Kombinasi
DT atau dT : dengan toksoid tetanus
DPT : dengan anti tetanus dan pertusis
13
Perbaharuan rekomendasi Advisory Committee of
Immunization Practices (tahun 2006 dan 2008),
diterbitkan oleh CDC :
Usia 11 th atau lebih diberikan satu dosis 0,5 ml,
Tdap diikuti pada 4-8 minggu kemudian (0,5 ml Td)
lalu dosis Td kedua pada 6-12 bulan setelah
pemberian yang pertama.
Imunisasi booster: usia 11-18 th harus menerima
satu dosis Tdap dan kemudian diberikan Td booster
standar setiap interval 10 tahun.
Usia 19-64 tahun wajib menerima booster Tdap
selanjutnya untuk meminimalisir risiko pembawaan
penyakit, penyakit klinis, dan perpindahan pertusis.
14
KESIMPULAN
Gejala-gejala difteri dimulai dengan infeksi
saluran pernafasan yang diikuti dengan
munculnya pseudomembran yang berwaran
putih keabu-abuan. Pada kasus berat, pasien
dapat mengidap kesulitan bernapas dan
kemunculan “bull-neck”. Komplikasinya dapat
termasuk myocarditis, toksisitas neurologi,
endocarditis, dan gagal ginjal. Diagnosa dan
tindakan yang cepat dan awal memungkinkan
hasil yang lebih baik.
15
SEKIAN
&
TERIMAKASIH
16