Anda di halaman 1dari 34

• Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang

memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di


mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala
dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan
penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan
pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial
atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform
mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu
penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala.
Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang
disadari atau gangguan buatan
Definisi
• Gangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform
spesifik yang ditandai oleh banyaknya keluhan fisik/gejala somatik
yang mengenai banyak sistem organ yang tidak dapat dijelaskan
secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
• Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya
karena banyaknya keluhan dan melibatkaan sistem organ yang
multiple (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis). Gangguan
ini bersifat kronis dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun
dan dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan
psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan
perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.
EPIDEMIOLOGI

• Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,1


– 0,2 %, walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa
angka sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 %. Prevalensi gangguan
somatisasi pada wanita di populasi umum adalah 1 – 2 %. Rasio
penderita wanita dibanding laki-laki adalah 5 berbanding 1 dan
biasanya gangguan mulai pada usia dewasa muda (sebelum usia 30
tahun).
ETIOLOGI
• Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga terdapat faktor-faktor yang
berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni:
• 1. Faktor Psikososial
• Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikis dibawah sadar yang mempunyai tujuan tertentu. Rumusan
psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai sutu tipe komunikasi sosial,
hasilnya adalah menghindari kewajiban (sebagai contoh: mengerjakan ke pekerjaan yang tidak disukai),
mengekspresikan emosi (sebagai contoh: kemarahan pada pasangan), atau untuk mensimbolisasikan suatu
perasaan atau keyakinan (sebagai contoh: nyeri pada usus seseorang).
• Beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak setabil dan telah mengalami
penyiksaan fisik. Faktor sosial, kultural dan juga etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gangguan
somatisasi.
• 2. Faktor Biologis
• Ditemukan adanya faktor genetik dalam transmisi gangguan somatisasi dan adanya penurunan metabolisme
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat
regulasi abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang ditemukan pada
gangguan somatisasi.
GAMBARAN KLINIS

• Ciri utama gangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang


bermacam-macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, yang
biasanya sudah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke
psikiater. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang
dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar, maupun
spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negatif.
• Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau bagian tubuh manapun,
tetapi paling lajim mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit,
kembung, mual, muntah), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai,
napas pendek yang tidak berhubungan dengan aktivitas dan keluhan-
keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa terbakar,
kesemutan, baal, pedih, dsb.), serta bercak-bercak pada kulit. Keluhan
mengenai seks dan haid juga lazim terjadi
Kriteria diagnosis gangguan somatisasi
berdasarkan DSM IV:
• A. Riayat banyak keluhan fisik dengan onset sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun
dan menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
• B. Tiap kriteia berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama
perjalanan gangguan.
• 1. Empat gejala nyeri: Riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang
berlebihan (misalnya: kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama
hubungan seksual, atau selama miksi).
• 2. Dua gejala gastrointestinal: Riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain dari nyeri (misalnya: mual,
kembung, muntah selain dari kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap berbagai jenis makanan).
• 3. Satu gejala seksual: Riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduksi selain dari nyeri (misalnya:
indiferensi seksual, disfungsi erektil, atau ejakulasi, menstruasi yang tidak teratur, perdaraahan menstruasi yang
berlebih, muntah sepanjang kehamilan).
• 4. Satu gejala pseudoneurologis: Riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi
neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguaan koordinasi atau keseimbangan,
paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan ditenggorokan, retensi urin, hilangnya sensasi
sentuh atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia atau hilangnya
kesadaran selain pingsan).
• C. Salah satu (1) atau (2)
• 1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi
Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan
PPDGJ III:

• 1. Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan
adanya kelainan fisik yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.
• 2. Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa
dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan
keluhan-keluhannya.
• 3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga,
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampaak daari
perilakunya.
DIAGNOSIS BANDING
• Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis nonpsikiatrik yang
dapat menjelaskan gejala pasien. Gangguan medis tersebut adalah
sklerosis multiple, miastenia gravis, lupus eritematosus sistemik
kronis. Selain itu juga harus dibedakan dari gangguan depresi berat,
gangguan kecemasan (anxietas), gangguan hipokondrik dan
skizofrenia dengan gangguan waham somatik.
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

• Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik,


berfluktuasi, menyebabkan ketidakmampuan dan sering kali disertai
dengan ketidakserasian dari perilaku sosial, interpersonal dan keluarga
yang berkepanjangan.
• Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru
diperkirakan berlangsung 6 – 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode
yang kurang simtomatik yang berlangsung 9 – 12 bulan. Tetapi jarang
seorang pasien dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun
tanpa mencari suatu perhatian medis.
• Seringkali terdapat hubungan antara periode peningkatan stress atau stress
baru dan eksaserbasi gejala somatik.
• Prognosis gangguan somatisasi umumnya sedang sampai buruk.
TERAPI
• Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki seorang dokter
tunggal sebagai perawat kesehatan umumnya. Klinisi primer harus memeriksa pasien selama
kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya dengan interval satu bulan.
• Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien harus mendengarkan
keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien
dengan gangguan somatisasi dapat juga memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus
mempertimbangkan gejala mana yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana.
• Strategi luas yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan kesadaran pasien
tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit. Psikoterapi
dilakukan baik individual dan kelompok. Dalam lingkungan psikoterapetik, pasien dibantu untuk
mengatasi gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan
strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka.
• Pengobatan psikofarmakologis diindikasikan bila gangguan somatisasi disertai dengan gangguan
penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi yang nyata, gangguan
anxietas. (13) Medikasi harus dimonitor karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung
menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya.
Gangguan Konversi
• Gangguan konversi adalah suatu gangguan yang ditandai oleh
hilangnya atau ketidakmampuan dalam fungsi motorik yang volunter
atau fungsi sensoris , namun tidak ada penyebab organis yang jelas.
DSM-IV mendefiniskan gangguan konversi sebagai suatu gangguan
yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai
contoh, paralisis, kebutuan, dan parestesia) yang tidak dapat
dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui
Epidemiologi
• Data insidens gangguan konversi sangat bervariasi, antara 11/100,000
sampai 500/100,000 populasi umum. Faktor budaya mungkin
memainkan peran yang sangat penting dalam kejadian gangguan
konversi. Kejadian gangguan konversi terdapat lebih sering pada
wanita daripada pada laki-laki, dengan ration wanita terhadap laki-
laki adalah sekurnagnya 2:1 dan sebanyaknya 10:1.1 laki-laki dengan
gangguan konversi sering kali terlibat dalam kecelakaan perkerjaan
atau militer. Gangguan konversi dapat muncul pada umur berapapun,
dari masa anak-anak sampai lanjut usia, tetapi pada umumnya mulai
dari masa anak-anak akhir sampai awal dewasa, jarang terjadi pada
usia sebelum 10 tahun atau setelah usia 35 tahun
Etiologi
• Faktor psikoanalitik
• Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi adalah disebabkan oleh
represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam
suatu gejala fisik. Konflik adalah antara impuls instinctual (sebagai contoh,
agresif atau seksual) dan penghalangan terhadap ekspesinya.
• Faktor biologis
• Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis
dalam perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak
awal telah menemukan hipometabolisme di hemisfer dominan dan
hipermetabolisme di hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan
komuniksasi hemisferik di dalam penyebab gangguan konversi
Gambaran Klinis
• Gejala Sensorik. Pada gangguan konversi, anesthesia dan parestesia adalah
sering ditemukan, khususnya pada anggota gerak. Distribusi gangguan
sensorik biasanya tidak konsisten dengan yang ditemukan pada penyakit
neurologis sentral atau perifer.
• Gejala motorik. Gejala motorik adalah kelainan pergerakan, cara berjalan,
kelemahan, dan paralisis. Kelainan gerakan seperti: tremor ritmikal yang
jelas, tik, sentakan-sentakan mungkin ditemukan. Pergerakan biasanya
memburuk jika orang memperhatikan mereka.
• Gejala Bangkitan. Kejang semu (pseudoseizure) adalah gejala lain pada
gangguan konversi. Selama serangan, ditandai keterlibatan otot-otot
truncal dengan opistotonus dan kepala atau badan berputar kearah lateral.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi
dari DSM-IV.
• Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan
pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
• Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi
gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
• Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau
berpura-pura).
• Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis
umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara
kultural.
• Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
• Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama
perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran
Diagnosa Banding
• Kondisi medis yang mungkin meniru gejala konversi adalah sebagai berikut:6,7
• Multiple sclerosis (kebutaan sekunder akibat neuritis optic)
• Myasthenia gravis (kelemahan otot)
• Kelumpuhan periodik
• Miopati
• Polimiositis
• Guillain-Barre syndrome
• Kondisi psikiatris yang harus dibedakan antara lain:
• Gangguan psikotik
• Gangguan mood
• Gangguan buatan atau berpura-pura
• Gangguan somatisasi
Penatalaksanaan
• Terapi dimulai dengan presentasi dari diagnosis. Gejala konversi, terutama
ketika terjadi secara akut, dapat mengalami resolusi spontan mengikuti
penjelasan dan saran. Pasien yang memiliki gejala konversi kronis dan
mengakar mungkin memerlukan masuk ke sebuah unit psikiatris yang
memiliki keahlian dalam gangguan konversi. Individu tersebut dapat
mengalami dekompensasi kejiwaan sebagai gejala membaik,
mengungkapkan depresi bahkan psikosis sebelumnya yang tersembunyi.
• Pemulihan kemungkinan dapat dipermudahkan oleh terapi suportif
berorientasi tilikan atau terapi perilaku. Ciri yang paling penting dari terapi
adalah hubungan terapeutik yang merawat dan menguasai.
• Terapi farmakologi dapat digunakan pada beberapa kasus, anti-depresan
ternyata dapat mempercepatkan pemulihan, ada penelitian telah
menujukkan bahwa anti-depresan dapat membantu pasien dengan
gangguan konversi
Prognosis
• Dalam suatu 15 tahun studi yang tentang tindak laju, sekitar 25%
pasien mengalami rekuren dengan gejala konversi yang sama atau
berbeda. Faktor yang terkait prognosis yang baik adalah jenis kelamin
pria, onset yang tiba-tiba, stressor yang mudah dikenali, penyesuaian
premorbid yang baik, dan tidak adanya gangguan organik atau
kejiwaan, tidak ada tuntutan yang terus menerus dan intelijen yang
tinggi
HIPOKONDRIASIS
• Hipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai
rasa takut menderita, atau yakin memiliki, penyakit berat. rasa takut
atau keyakinan ini muncul ketika sesorang salah menginterpretasikan
gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokonddiasis berasal dari istilah
medis kuno hipokondrium (“di bawah rusuk”) dan mencerminkan
keluhan abdomen yang lazim ada pada banyak pasien dengan
gangguan ini. Hipokondriasis interpretasi yang tidak realistik atau
tidak akurat mengenai gejala atau sensasi fisik , walaupin tidak ada
penyebab medis diketahui yang ditemukan. Preokupasi pasien
mengakibatkan distres yang signifikan pada mereka dan mengganggu
kemampuan mereka berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun
pekerjaan,
Epidemiologi
• Satu sudi melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4
hingga 6 persen di populasi klinik medis umum, tetapi mungkin dapat
setinggi 15 persen. Laki- laki dan perempuan secara setara dapat
mengalami hipokondriasis. Walaupun awitan gejala dapat terjadi
pada usia berapapun, gangguan ini paling lazim timbul pada orang
berusia 20 hingga 30 tahun.
Etiologi

• Di dalam kritria diagnotstik hipokondriasis, DSM-IV-TR menunjukkan bahwa gejala mencerminkan


adanya kesalahan ineterpretasi gejala tubuh. Sejumlah inti data menunjukkan bahwa orang
dengan hiponkondriasis memperkuat sensasi somatiknya, mereka memiliki ambang yang lebih
rendah dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya orang normal
anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan hipokondriasis merasakannya sebagai nyeri
abdomen. Mereka dpat berfokus pada sensasi tubuh, salah menginterpretasi, dan menjadi
waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah.
• Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti dalam hal model pembelajaran sosial.
Gejala hipokondriasis dipandang sebagai permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit yang
diciptakan seseorang yang menghadapi masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dan
terlalu berat. Peranan sakit menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien menghindari
kewajiban yang tidak menyenangkan, menunda tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan
dari tugas dan kewajiban.
• Teori ketiga mengenai hipokondriasis adalah bahwa hipokondriasis merupakan seuatu varian
gangguan jiwa lainnya, di antaranya yang paling sering adalah gangguan depresif dan ansietas.
Perkiraan 80% pasien hipokondriasis dapat memiliki gangguan ansietas atau depresif secara
bersamaan.
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
menurut DSM 4
• Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu
penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap
gejalagejala tubuh.
• Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat
dan penentraman.
• Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang
penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
• Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
• Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
• Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Gambaran Klinis
• Pasien dengan hipokondriasis yakin kalau mereka mengalami penyakit
berat yang belum terdetekis dan mereka tidak dapat dibujuk untuk
berpikir sebaliknya. Mereka dapat mempertahankan keyakinan
bahwa mereka mengalami penyakit tertentu, seiring waktu berjalan,
mereka dapat mengubah kyakinan mereka pada penyakit lain.
• Hipokondriasis sering disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering
timbul bersaaan dengan gangguan ansietas serta gangguan depresif.
Diagnosis Banding
• Hipokondriasis harus dibedakan dengan keadaan medis non- psikiatri
terutama gangguan yang menunjukkan gejala yang tidak mudah
didiagnosis. Penyakit tersebut mencakup AIDS, endokrinopati,
miastenia gravis, sklerosis multipel penyakit degeneratif sistem saraf,
systemic lupus erythematosus, dan gangguan neoplastik yang tidak
jelas.
• Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan somatisasi yaitu bahwa
hipokondriasis menekankan rasa takut memiliki suatu penyakit dan
gangguan somatisasi menekankan kekhawatiran mengenai banyak
gejala.
Perjalanan Gangguan dan Prognosis
• Perjalanan gangguan hipokondriasus biasanya episodik; episodenya
berlangsung bulanan hingga tahunan dan dipisahkan oleh periode
tenang yang sama panjangnya. Mungkin terdapat hubungan yang
jelas antara eksaserbasi gejala hipokondriasis dan stresos psikososial.
Walaupun studi dengan hasil besar yang dislenggarakan dengan baik
belum dilaporkan, kira- kria sepertiga hingga setengah pasien dengan
hipokondriasis akhirnya membaik secaa bermakna Prognosi yang baik
dikaitkan dengan status sosioekonomik yang tinggi, depresi atau
ansietas yang responsif terhadap kepribadian, dan tiak adanya
keadaan medis nonpsikiatri terkait. Sebagian besar anak dengan
hipokondriasis membaik di amsa remaja akir atau masa dewasa awal
Terapi

• Pasien dengan hipokondriais biasanya resisten terhadap terapi psikiatri, walaupun bberapa pasien
menerima trapi ni jika dilakukan dalam lingkup medis dan berfokus pada pengurangan stres dan
edukasi untuk menghadap penyakit kronis. Psikoterapi kelompok sering menguntungkan bagi
pasien seperti ini, sebagian karena psikoterapi kelompok memberikan dukungan sosial dan
interaksi sosial yang tampaknya mengurangi ansietasnya. Bentuk psikoterapi lain, seperti
psikotrapi berorientasi tilikan individual, terapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis dapt berguna
bagi pasien.
• Pemeriksaan fisik yang terjadwal rutin sering beguna untuk meayakinkan pasien bahwa dokter
tidak mengabaikan mereka dan keluhan mereka dianggap serius. Meskipun demikian prosedur
diagnostik dan prosedur terapeutik yang invasif sebaiknya dilakukan dan prosedur terapeutik
yang invasif sebaiknya dilakukan jika bukti objektif mengahruskannya. Jika memungkinkan klinisi
harus berhenti menatalaksana temuan hasil pemeriksaan fisik yng tidak jelas atau kurang penting.
• Farmakoterapi meringakan gejala hipokondriak hanya jika pasien memilki keadaan yang berspons
terhadap obat yang medasarinya, seperti gangguan ansietas atau gangguan depresif berat. Jika
hipokondriasis merupakan reaksi situasional yang singkat, klinisi harus membantu pasien
menghadapi stres tanpa mendukung perilaku penyakit dan manfaat peran sakit sebagai solusi
masalah mereka.

Gangguan somatoform berdasarkan PPDGJ 3
F45 Gangguan somatoform
• Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun
sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh
dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhanya
• Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan
kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala
anxietas dan depresi
• Tidak adanya saling bpengertian antara dokter dan pasien mengenai
kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya menimbulkan frusrasi dan
kekecewaan pada kedua belah pihak
F45.0 Gangguan somatisasi
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
• Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal
berikut:
• Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun
• Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
• Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
F45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci
• Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci
• Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan
tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan
somatisasi tidak terpenuhi
• Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum
jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-
keluhannya.
F.45.2 Gangguan Hipokondriasis
• Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
• Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
• Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit
fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun
pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan
fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap
kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan
fisiknya (tidak sampai waham)
• Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari
beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas
fisik yang melandasi keluhan-keluhannya
F45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik
Somatoform
• Kriteria diagnostik yang diperlukan :
• Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan
mengganggu
• Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas)
• Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius yang menimpanya,
yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter
• Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud
• Kriteria ke 5, ditambahkan :
• F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular
• F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas
• F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah
• F.45.33 = Sistem Pernapasan
• F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria
• F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya
F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap
• Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologi maupun
adanya gangguan fisik
• Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau
problem psikososialyang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan
dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut
• Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik
personal maupun medis, untuk yang bersangkutan
F45.8 Gangguan Somatoform Lainnya
• Pada gangguan ini keluhan keluhanya tidak melalui saraf otonom, dan
terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini sangat
berbeda dengan gangguan somatisasi (F45.0) dan gangguan somatoform
tak terinci (F45.1) yang menunjukkan keluhan yang banyak dan berganti-
ganti
• Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.
• Gangguan gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini
• “globus hystericus” (perasaan ada benjolan dikerongkongan yang menyebabkan
disfagia) dan bentuk disfagia lainnya
• Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerkan spasmodik lainya (kecuali sindrom
tourette)
• Pruritus psikogenik
• Dismenore psikogenik
• Teeth grinding.

Anda mungkin juga menyukai