Anda di halaman 1dari 16

SELAMAT DATANG

PESERTA BIMBINGAN TEKNIS


PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD
KABUPATEN SINJAI
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kerjasama: LPPM UPNVY & DPRD Kab. Sinjai

Yogyakarta, 19-21 Mei 2016


SINERGITAS MEMBANGUN DESA
DAN DESA MEMBANGUN SINJAI

Syarief Aryfaid
Peneliti LPPM UPN Veteran Yogyakarta
Master Trainer Kementerian Desa;
Direktur Eksekutif Lembaga Strategi Nasional
HP/WA: 081 328 3700 83
VISI KAB. SINJAI 2013
-2018
TERWUJUDNYA SINJAI BERSATU
YANG SEJAHTERA, UNGGUL DALAM
KUALITAS HIDUP, TERDEPAN DALAM
PELAYANAN PUBLIK
1. Pengantar
 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, merupakan
instrument politik yang harus diterjemahkan secara
hakiki oleh seluruh komponen bangsa, agar segera
berhenti menempatkan desa sebagai subordinat
dari berbagai skema kebijakan dan pembangunan.
 Desa harus harus dijadikan locus dan focus seluruh
rangkaian program pembangunan nasional dan
daerah, semua resources ekonomi, politik di
arahkan ke desa, sehingga desa dapat bergerak
dan menggerakan dirinya untuk bangkit dari segala
bentuk ketertinggalan
Lanjut..

 UU No. 6 Tahun 2014, beserta seluruh regulasi


turunanya, harus ditempatkan sebagai literasi
bagi semua pihak, tak terkecuali pemerintah
daerah, agar secara konsisten dan
berkelanjutan menciptakan program dan
kebijakan yang pro terhadap desa membangun
dirinya, desa membangun daerah dan desa
membangun Indonesia, dengan dua perspektif
utama, yaitu pro poor dan pro growth
 Desa harus diretas dari persoalan
keterbelakangan dan kemiskinan
Lanjut..

 Bila kita merujuk pada keberhasilan


penerapan developmental state
dikawasan Asia Timur (terlepas dari pro-
kontra soal kegagalannya), khususnya
China, Jepang dan Korea Selatan, bila
kita kontekskan dalam desa membangun,
mengutip Johnson’s Formulation (Pei-
Shan Lee, 2002), maka developmental
state desa membangun harus mencakup
beberapa karakteristik
Lanjut..

 Pertama, pemerintah kabupaten dan pemerintah pusat


harus memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan
produksi ditingkat pedesaan dan bagi masyarakat
desa.
 Tujuanya adalah agar pemerataan pembangunan
dapat dimulai dari level desa, apalagi dalam konteks
negara kita merupakan negara agraris, yang sebagian
besar penduduk dan kemiskinan ada di level desa.
 Maka pemerintah tidak saja membuat program-
program pro poor, akan tetapi menjadikan desa
sebagai basis pembangunan nasional dengan
menggerakan sektor pertanian. Dan sebaliknya dari
konsumsi dan distribusi sebagai tujuan fundamental
dari kegiatan negara.
lanjut
 Kedua, merekrut dan mendistribusikan aparat birokrasi
ekonomi dan tenaga pendamping desa yang bertalenta
tinggi, kohesif, dan disiplin dengan basis merit system,
sehingga upaya-upaya implementasi kebijakan
membangun desa dapat berjalan on the track.
 Ketiga, pemerintah daerah (otonom) dapat
mengkonsentrasikan talenta birokrasi, ke dalam lembaga
sentral khusus seperti SKPD yang memiliki tupoksi
langsung terhadap membangun desa yang bertanggung
jawab atas tugas transformasi industri pedesaan yang
berbasis pada optimalisasi potensi desa (SDM dan SDA).
 Hal ini sekaligus menjadi otokritik terhadap banyaknya
program-program yang bersifat spasial dan sektoral yang
dilakukan pemerintah saat ini.
Lanjut..
 Keempat, melembagakan hubungan antar-
birokrasi desa dengan elit bisnis lokal (secara
langsung) dalam rangka pertukaran informasi
dan mendorong kerjasama dalam keputusan-
keputusan penting berdasarkan pembuatan
kebijakan yang efektif, dan sesuai kemampuan
pemerintah desa.
 Dimana pemerintah daerah mengambil peran
sebagai mediator, sekaligus protector apabila
dalam hubungan kerjasam tersebut merugikan
pihak desa.
Lanjut..
 Kelima, Pemerintah daerah melindungi jaringan
pengambil kebijakan dari tekanan kepentingan dan
tuntutan lainnya, dari supra desa dalam bentuk
regulasi (perda). Dimana perlindungan tersebut
bertujuan agar desa memiliki bargaining position
yang kuat dalam membangun dan melakukan
kerjasama dengan pihak lain supra desa.
 Keenam, Mengimplementasikan kebijakan
pembangunan desa dengan kombinasi jaringan
kerja pemerintah dan pemerintah daerah dengan
dunia industrial dan kontrol publik atas sumber
daya-sumber daya, seperti keuangan.
2. Skema dan Strategi Desa
Membangun

 Skema membangun desa dalam konteks


otonomi daerah adalah:
 pertama, pemerintah daerah (tingkat
kabupaten), harus melakukan pemetaan
secara komprehensif tentang berbagai
potensi desa (sosial, ekonomi, politik, dan
budaya) yang disertai dengan pemetaan
masalah yang dihadapi desa.
 Proses pemetaan ini harus dilakukan secara
partisipatif (melibatkan masyaralat desa).
Lanjut..
 Kedua, setelah mengetahui hasil pemetaan
(potensi dan masalah), pemerintah harus
melakukan klasifikasi desa-desa tersebut
dalam tiga kelompok, yaitu desa, pertanian,
desa wisata, dan desa nelayan. Hal ini tentu
saja sesuai dengan topografi wilayah
pemerintah tersebut.
 Ketiga; memasukan hasil pemetaan dan
klasifikasi desa tersebut dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah.
Lanjut..

 Keempat; Penguatan kapasitas


pemerintahan desa harusnya dijadikan
pokok pemikiran sebagai imbas
munculnya isu desentralisasi. Ide
kegiatan ini juga mendorong perluasan
ruang belajar dari pemerintahan desa
dalam pengelolaan pemerintahannya.
Sejauh ini, ruang ini masih cukup sempit
untuk mengakomodir kepentingan-
kepentingan desa dalam isu nasional
Lanjut..
 Perluasan akses ini bukan hanya di tujukan kepada
pemerintahan pusat, akses masyarakat desa ini juga penting
kepada jaringan pendidikan, kesehatan dan pertanian serta
sector lain yang bersinggungan dengan desa.
 Strategi bagi penguatan peranan desa dapat dilakukan
melalui analisis isu utama dan isu fungsional dalam skema
William N. Dunn (1995: 100).
 Sebagai isu utama, perlu dilakukan terobosan konstitusional
untuk memberikan bingkai konstitusional bagi makna
otonomi desa.
 Hal ini berarti diperlukan langkah langkah-langkah strategis
secara berkelanjutan untuk mendesakkan agenda
amandemen konstitusi, dengan menskenariokan otonomi
desa ke dalam konstitusi.
Lanjut..
 Salah satu metode untuk menggerakan arah
perubahan dari bawah adalah melalui penguatan
partisipasi dan kapasitas rakyat desa.
 Mahardika (2001: 79-80), partisipasi baru yang
hendak dikembangkan didasarkan pada
pemahaman bahwa rakyat memiliki hak penuh
untuk menentukan hitam dan putihnya negara –
rakyat memiliki hak penuh untuk menentukan arah
gerak negara dan kinerja pemerintah daerah
 Pengembangan partisipasi rakyat membutuhkan
dua langkah sekaligus, yakni: (1). Memperkuat
kapasitas kritis masyarakat dan (2). Memperkuat
kelembagaan yang ada.
 Terimkasih

Anda mungkin juga menyukai