Anda di halaman 1dari 31

Penyakit yang Sering Terjadi pada

Lansia
Fazah Fauziyah Shalihah
Muri Saparia Ningsih
Pendahuluan
Menurut Stieglitz : 1954, ada empa penyakit yang sangat
erat hubungannya dengan poses menua, yaitu :
• Gangguan sirkulasi darah, seperti hipertensi, kelainan
pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak
dan ginjal, dan lain-lain.
• Gangguan metabolisme hormonal, seperti diabetes
mellitus, klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.
• Gangguan pada persendian, seperti osteoarthritis, gout
artrithis, ataupun penyakit kolagen lainnya.
• Berbagai macam neoplasma atau infeksi.
Hipertensi
Pada populasi lansia, secara umum hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastoliknya
90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal
jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :
• Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140mmHg dan/ atau tekana diastolik sama atau lebih besar
dari 90mmHg.
• Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar
dari 160mmHg dan tekana diastolik lebih rendah dari
90mmHg.

(R.P Sidabutar, 1974 dalam Wahjudi Nugroho, 2012 : 59)


etiologi
1. Hipertensi Primer
Faktor Predisposisi :
• Genetik
• Konsumsi garam berlebih
• Diabetes
• Obesitas
• Inaktifitas fisik
• Merokok
• Stress mental yang berlarut-larut.
• Sosioekonomi
• Teh dan kopi.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi golongan ini adalah akibat
manifestasi dari beberapa penyakit tertentu,
antara lain:
• Penyakit ginjal
• Endokrin
Manifestasi Klinis
• Nyeri kepala, terkadang disertai mual dan
muntah
• Penglihatan kabur
• Berjalan tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf pusat
• Nokturia
• Edema dependen dan pembengkakan akibat
peningkatan tekanan kapiler.
Patofisiologi
Komplikasi
• Stroke
• Infark miokard
• Gagal ginjal
• Enselofati
• Kejang
Pemeriksaan Diagnostik
• Pengukuran diagnostik pada tekanan darah
• Retina harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan
laboratorium
• Hipertropi ventrikel kiri dapat dikaji dengan
elektrokardiografi.
• Protein dalam urine dapat dideteksi dengan urinalisa.
• Pemeriksaan khusus seperti renogram, pielogram
intravena, arteriogram retinal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin dapat juga
dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan
penyakit renovaskuler.
• Dijumpai proteinuria pada wanita preeklamsia
Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
diuretic beta blocker dan vasodilator (standart
triple drugs). Seperti Amlodipin atau Captropil.
2. Nonfarmakologi
• Berhenti merokok, tidak mengkonsumsi alkohol
dan mengurangi asupan lemak dan kolesterol
dalam makanan.
• Mengurangi asupan garam
• Meningkatatkan aktifitas fisik aerobik (30-45
menit/hari)
• Mengkonsumsi buah dan sayur penurun
hipertensi setiap hari minimal 1x sehari, seperti :
Cont’
• Belimbing Manis
• Seledri
• Mentimun
• Rosela
• Mengkudu
Intervensi Keperawatan
1. Penyuluhan mengenai perawatan diri
• Konsumsi obat antihipertensi
• Diet rendah garam dan lemak
• Pengaturan berat badan
• Perubahan gaya hidup
• Program latihan
2. Kepatuhan terhadap program asuhan dini
• Adanya pengontrolan tekanan darah
3. Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial
• Dorong pasien untuk memeriksakan mata seperti kaji pandangan bila kabur, adanya bintik di depan
mata dan penurunan lapang pandang. Kaji jantung, sistem saraf dan ginjal.
4. Mengurangi beban kerja jantung
• Menyeimbangkan istirahat dan aktivitas yang dapat memertahankan tonus otot dan penggunaan
oksigen secara efektif, seperti :
• Aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
• Ambulasi atau latihan rentang gerak yang diikuti dengan istirahat 20-30 menit.
• Hindari tirah baring yang berkepanjangan
• Menurunkan tingkat ansietas
• Peningkatan fungsi
• Memantau keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memberikan suplemen yang diperlukan
• Memastikan aliran balikdarah vena adekuat dengan mengontrol tekanan darah
• Memberikan obat karddiotonik seperti preparat digitalis.
Pertimbangan Gerontologis
Kepatuhan terhadap program terapi pada lansia
akan lebih sulit. Terapi dengan obat-obatan bisa
menjadi masalah besar bagi lansia baik dari secara
harga maupun efek bagi tubuh.

Pada lansia biasanya rentan terhadap kehilangan


cairan akibat terapi diuretika. Sebagai pencegahan
terjadinya hipotensi postural yang mungkin terjadi,
pasien harus merubah posisi dengan perlahan, dan
menggunakan alat penompang, seperti pegangan
tangan, walker, dan sebagainya untuk mencegah
resiko jatuh akibat pusing.
Artritis Reumatoid
Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun
yang menimbulkan destruksi lapisan synovial
pada sendi . Artitis reumatoid adalah suatu
penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan
degenerasi jaringan penyambung. Jaringan
penyambung yang basanya mengalami
kerusakan pertama kali adalah membran
sinovial, yang melapisi sendi.
(Elizabeth J. Corwin, 203 dan 347)
Etiologi
• Mekanisme imunitas ( antigen antibody)
seperti interaksi IgG dari immunoglobulin
dengan rheumathoid factor.
• Faktor Metabolik
• Infeksi dengan kecenderungan bakteri,
neoplasma atau virus
Manifestasi Klinis
• Kekakuan pada pagi hari di persendian dan
sekitarnya
• Rasa nyeri dan pembengkakan pada persendian.
• Benjolan di bawah kulit pada penonjolan tulang
• Pada pemeriksaan darah terdapat titer abnormal
faktor-rematoid kurang dari 5%.
• Pada pemeriksaan radiologis pada pergelangan
tangan yang lurus menunjukkan adanya erosi
yang beralokasi pada sendi atau daerah yang
berdekatan dengan sendi.
Cont’
Terdapat tiga kelompok Artritis Reumatoid pada
lansia :
• AR klasik : sendi-sendi kecil pada bagian kaki dan
tangan terlibat. Terdapat faktor rheumatoid dan
nodul-nodul rheumatoid terjadi. Kelompok ini
dapat mendorong kea rah kerusakan yang
progresif.
• American Rheumatologic Association : terdapat
radang sinovitis yang terus-menerus.
• Sinovitis memengaruhi proksimal sendi, bahu dan
pinggul.
Patofisiologi
Komplikasi
• Fungsi pernafasan dan jantung dapat
terganggu. Glaukoma dapat juga terjadi
apabila nodulus yang menyumbat aliran
keluar cairan okuler terbentuk pada mata.
• Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat
menyebabkan thrombosis dan infark
• Penurunan kemampuan untuk beraktivitas.
• Stress dan depresi.
Pemeriksaan Diagnostik
• Tes serologi : sedimentasi eritrosit meningkat.
• X-ray
• Scan radionuklida : mengidentifikasi peradangan sinovium
• Antroskopi langsung : adanya degenerasi pada sendi
• Aspirasi cairan sinovial
• Biopsi membrane sinovial : menunjukkan perubahan
inflamasi dan perkembangan inflamasi
• Pemeriksaan cairan sendi melalui biosi, FNA (Fine Needle
Aspiration) atau atroskopi : cairan pada sendi terlihat keruh
karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental.
Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi :
• OAINS : mengatasi nyeri (diclofenac, ketoprofen dan
meloxicam)
• Kortikosteroid : antiinflamasi dan menekan reaksi imun
(prednison, dexametason dan hydrocortisone)
• Imunopresif : menekan reaksi imun
• Suplemen antioksidan : asupan vitamin dan mineral

2. Terapi Fisik
• Latihan senam Reumatik
• Latihan Pergerakan Tangan
Cont’
3. Terapi nonfarmakologi
• Kompres air hangat
• Terapi Jus alpukat
• Terapi jus apel
• Jus semangka
• Terapi Jus Stroberi atau buah beri lainnya
• Ekstrak Mahkota dewa
• Sambiloto
• Temulawak/kunyit,tanaman ini berkhasiat untuk
menghilangkan rasa nyeri sebagai antiradang.
• Terapi Ekstrak Buah Kesemek
• Terapi Jus Pisang Ambon Dan Jus Lidah Buaya
Intervensi Keeprawatan
• Mengkaji intensitas nyeri; ajarkan teknik relaksasi dan
distraksi; berikan kompres hangat dan pemberian
analgetik.
• Bantu dan dorong pasien untuk melakukan latihan
ROM aktif
• Dorong pasien untuk melakukan senam reumatik
dengan rutin
• Dorong pasien untuk mobilisasai agar tidak terjadinya
deformitas pada sendi ataupun tulang
• Bantu pasien dalam memilih terapi jus yang sudah
dianjurkan untuk menangani artritis rheumatoid
Pertimbangan Gerontologis
• Struktus kolagen pada lansia kurang mampu
menyerap energy, kartilago pada sendi
mengalami degenerasi.
• Penanganan bergantung pada tahap penyakit.
Penggunaan obat antiinflamasi sangat efektif
namun harus memerhatikan dosis pada lansia.
pasien juga harus mempertahankan
pergerakan dan kekuatan untuk mencegah
deformitas sendi.
Tuberkolosis Paru
Komplikasi
• Sepsis yang hebat
• Gagal napas
• Kematian
• TB dengan resisten obat dapat terjadi
Pemeriksaan diagnostik
• Pemeriksaan kulit positif untuk meperlihatkan
imunitas selular (tes Mantoux)
• Adanya pengumpulan sempel sputum
• Pengujian resistensi obat
• Radiografi dada
Penatalaksanaan
• Pengobatan individu pasien TB aktif
memerlukan waktu 6 bulan atau lebih
• Pasien akan meperlihatkan uji kulit tuberculin
positif
• Jika resisten terhadap obat, pengobatan lebih
toksik akan dilakukan.
Intervensi keperawatan
• Peningkatan kebersihan jalan nafas
• Mendukung kepatuhan terhadap regimen
pengobatan
• Meningkatkan aktivitas dan nutrisi yang
adekuat
• Penyuluhan pasien dan pertimbangan
perawatan di rumah
Pertimbangan gerontologis
• Tampilan klinis TB pada lansia tidak khas dan mungkin tidak
diketahui.
• peningkatan pernafasan
• batuk kronis
• Keletihan
• peningkatan produk sputum
• konfusi pada lansia yang rapuh
• hilangnya nafsu makan sehingga adanya penurunan berat badan.
• Pola radiografi diintrepetasikan sebagai kanker bronkogenik atau
pneumonia.
• Tampilan lobus medial dan lobus bawah dengan sedikit lubang.
• Tes kulit kemungkinan tidak efektif karena hasil sering negatif
karena sudah menghilangnya reaksi hipersensitivitas.

Anda mungkin juga menyukai