Anda di halaman 1dari 27

HIFEMA

BEATRICE ELIAN T
112016239

Pembimbing:
dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M
PENDAHULUAN

 Trauma mata sering menjadi penyebab kebutaan


unilateral pada dewasa muda.
 Trauma mata yang diakibatkan oleh benda tumpul
merupakan peristiwa yang sering terjadi.
 Hifema  darah yang terdapat di dalam COA 
trauma tumpul pada uvea, merobek pemb darah iris
atau badan siliar.
DEFINISI HIFEMA

 Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di


dalam COA
ANATOMI DAN FISIOLOGI SUDUT
COA
 Sudut COA dibentuk oleh jaringan kornea sklera
dengan pangkal iris
 Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis
Schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak di atas
kanal Schlemm), taji sklera (scleral spur), dan jonjot
iris
 terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata
 hambatan pengaliran keluar cairan mata, maka akan
terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola
mata yang mengakibatkan tekanan intraokuler (TIO)
meningkat
 Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada potongan
melintang, dengan dasar yang mengarah ke badan siliar
 Anyaman ini mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang
mempunyai dua komponen, yaitu badan siliar dan uvea
 Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di
antara badan siliare dan kanal Schlemm, tempat iris dan badan
siliare menempel.
 Sudut bilik mata yang sempit terdapat pada mata berbakat
glaukoma sudut tertutup, hipermetropia, blokade pupil,
katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer
EPIDEMIOLOGI

 Berdasarkan penelitian, 33% dari seluruh trauma mata


yang serius menimbulkan hifema.
 Sebanyak 80% hifema terjadi pada pria
 Hifema sering terjadi pada pasien berumur kurang
dari 20 tahun dan pertengahan 30 tahun
ETIOLOGI

 Hifema biasanya disebabkan oleh trauma pada mata, yang


menimbulkan perdarahan atau perforasi.
 Hifema juga dapat terbentuk pada kornea pasca bedah
katarak, inflamasi yang berat pada iris, serta penderita
diabetes.
 Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan
rubeosis iridis, keganasan pada mata (misalnya
retinoblastoma, juvenille xanthogranuloma, iris melanoma),
miotonik distrofi, kelainan darah dan kelainan pembuluh
darah (misalnya anemia sickle cell, hemofilia, dan penyakit
von Willebrand), serta penggunaan obat-obatan tertentu
(misalnya aspirin, warfarin, etanol).
PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI

 Berdasarkan klinis
Berdasarkan penyebab

 Hifema traumatika
 Hifema akibat tindakan medis
 Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan
badan siliar, sehingga pembuluh darah pecah.
 Hifema spontan
Berdasarkan waktu terjadinya

 Hifema primer
 Hifema sekunder
MANIFESTASI KLINIS

 sakit pada mata, disertai dengan epifora dan


blefarospasme
 Penglihatan sangat menurun
 Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di
bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang COA
 Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis
DIAGNOSIS

 Anamnesis pada hifema meliputi adanya riwayat trauma


serta kapan terjadinya trauma.
 Perlu ditanyakan adanya penyakit lain yang menyertai
seperti kelainan darah, penyakit hati dan diabetes, serta
riwayat pemakaian obat-obatan tertentu seperti aspirin.
 tajam penglihatan  SNELLEN CHART
 Lapang pandang dapat mengalami penurunan yang
mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler atau
glaukoma
 dilihat bentuk kornea dan pupil serta adanya perdarahan
dengan menggunakan sinar pen light atau senter
 Tonografi
 Slit lamp
 Darah lengkap  untuk melihat anemia atau infeksi
 USG Mata  pemeriksaan dini untuk mencari kerusakan
segmen posterior  91% mendeteksi perdarahan pada vitreous
dan retinal detachment pada penderita traumatik hifema.
PENATALAKSANAAN

 Menghentikan perdarahan
 Mencegah terjadinya perdarahan sekunder
 Mengeliminasi darah dari COA dengan mempercepat
absorbsi
 Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari
komplikasi yang lain
 Berusaha mengobati kelainan yang menyertai hifema
Perawatan dengan cara konservatif

 Tirah baring (bed rest total)


 Bebat mata  mengurangi pergerakan bola mata yang sakit
 Pemakaian obat-obatan
 Koagulansia
 Midriatika Miotika
 Ocular Hypotensive Drug
 Kortikosteroid
 Obat penenang/sedatif
PERAWATAN OPERATIF

 Tindakan operatif dilakukan jika ditemukan adanya indikasi


seperti:
 Glaukoma sekunder
 Tanda inhibisi kornea atau hemosiderosis kornea
 Tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan
konservatif selama 3-5 hari.
 Empat hari setelah onset hifema total  mencegah terjadinya
sinekia anterior perifer jika hifema total bertahan selama 5 hari
atau hifema yang mengisi lebih dari ½ COA yang menetap
selama 8-9 hari.
 Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun
ukurannya dengan TIO > 35 mmHg lebih dari 24 jam
 Tindakan operatif yang dapat dilakukan, antara lain,
yaitu:
 Parasentesis  tindakan pengeluaran cairan atau
darah dari COA melalui lubang kecil di limbus.
 Lavage (membilas) COA dan menghilangkan bekuan
darah dengan menggunakan instrumen vitrektomi
 Evakuasi viskoelastik
PROGNOSIS

 Prognosis dari hifema traumatik sangat tergantung pada


tingginya hifema, ada atau tidaknya komplikasi dari
perdarahan atau traumanya, cara perawatan, dan keadaan
dari penderita sendiri
 Hifema yang penuh mempunyai prognosis yang lebih
buruk daripada hifema sebagian dengan kemungkinan
terjadinya glaukoma dan hemosiderosis
 Pasien dengan penyakit sickle cell memiliki prognosis yang
lebih buruk karena komplikasi yang dapat terjadi.
KOMPLIKASI

 Perdarahan sekunder
 Glaukoma sekunder
 Hemosiderosis kornea
 Sinekia anterior perifer
 Atrofi optik
PREVENTIF

 mengenakan alat pelindung diri berupa kacamata


pelindung saat bekerja di tempat terbuka atau saat
berolahraga
KESIMPULAN

 Hifema merupakan perdarahan yang terjadi pada COA yang


biasanya terjadi akibat trauma tumpul. Hifema sering terjadi
pada usia kurang dari 20 tahun dan diatas 30 tahun dengan
perbandingan pria lebih banyak dibanding wanita. Hifema dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi, mulai dari yang
ringan sampai yang berat bahkan kebutaan. Oleh karena itu,
sangat penting bagi para dokter untuk mencermati hifema
mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, penatalaksanaan hingga evaluasi. Dengan
pemahaman yang baik, diharapkan penderita hifema dapat
ditangani dengan baik tanpa atau dengan komplikasi seminimal
mungkin.

Anda mungkin juga menyukai