Anda di halaman 1dari 59

GENDER DAN

KESEHATAN
STIGMA SOSIAL

1
 Kematian ibu hamil
 Kematian bayi baru lahir
 Tradisi kawin muda
 Budaya daerah
 Kekerasan
 Seks bebas & narkoba
 Kesenjangan pendidikan
 Kesempatan kerja
2
• Peningkatan kualitas hidup perempuan.
• Penggalakan sosialisasi kesetaraan dan keadilan Gender.
• Penghapusan segala bentuk tindak kekerasan
terhadap perempuan.
• Penegakan hak‐hak azasi manusia bagi perempuan.
• Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak.
• Kemampuan dan peningkatan kemandirian lembaga
dan organisasi perempuan dan peduli anak.

3
Ketidaksetaraan dan Keadilan Gender
dalam Kesehatan Reproduksi (KR)

 Perempuan sering ditempatkan dalam posisi yang


terpinggirkan, dalam posisi yang didominasi laki‐laki dan
tidak memperoleh haknya untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal.
 Adanya sifat kodrati yang khas menyebabkan derajat
KR masyarakat sangat ditentukan oleh keadaan perempuan.
Oleh karena itu perempuan merupakan kelompok rawan
dalam KR sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus.

4
• Jumlah perempuan dan anak usia < 18 th lebih dari
setengah penduduk Indonesia > 65% belum menjadi
modal / aset tetapi masih sebagai beban
pembangunan.
• Perempuan & anak masuk kategori rentan dalam
bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan
penghasilan sehingga perlu dilindungi dan
diberdayakan.
5
Kondisi Kesehatan Reproduksi Wanita (1)
1. 585.000 wanita setiap tahun (satu wanita per menit)
meninggal karena kehamilan dan persalinan.
2. 200.000 kematian menternal per tahun karena gagalnya
pelaksanaan kontrasepsi.
3. 120‐150 juta wanita menjalankan kontrasepsi tidak sengguh‐
sungguh.
4. 75 juta kehamilan setiap tahun tidak diinginkan, 45 juta jiwa
diaborsi, 30 juta kehamilan tidak aman.
5. 70.000 wanita meninggal setiap tahun karena aborsi tidak
aman.
6. Tahun 2000
a. 3,1 juta orang terinfeksi HIV/AIDS.
b. 1,5 juta orang mati terinfeksi HIV/AIDS.
c. 1,6 juta orang hidup terinfeksi HIV/AIDS.
d. Ibu hamil hidup terinfeksi HIV/AIDS.
e. Bayi hidup terinfeksi HIV/AIDS.
6
Kondisi Kesehatan Reproduksi Wanita (2)
7. 1 juta wanita meninggal setiap tahun karena infeksi saluran reproduksi
termasuk PMS
8. Separuh dari 333 juta kasus PMS setiap tahun, berasal dari remaja
9. 2 juta gadis berumur 10‐15 tahun masuk pasar seks komersial
10. 120 juta wanita mengalami peruskan alat kelamin (akibat perkosaan,
kejahatan seksual)
11. 60 juta gadis yang diharapkan terus hidup “hilang” akibat aborsi atau
pengobatan
12. Kehamilan di luar nikah

7
Ketidaktahuan tentang PMS.
Tidak ada perlindungan seksual bila pasangan tidak
menggunakan kondom secara konsisten.
Semakin muda usia aktif seksual, semakin besar resiko terkena
PMS, HIV/AIDS.
Lapisan ulcus mulut rahin remaja lebih rentan terhadap infeksi
gonorheoe, klamidia dan papiloma (dapat menyebabkan kanker
mulut rahim).
Pola pencarian pengobatan remaja buruk karena berusaha
menyembunyikan masalah atau mengobati sendiri.
Remaja perempuan dengan pasangan berbeda usia yang jauh,
ternyata beresiko 2 kali lipat lebih tinggi, bila pasangannya sudah
terkena PMS sebelumnya.
8
• Reproduksi adalah proses melanjutkan keturunan pada
manusia.
• Kesehatan reproduksi didefinisikan keadaan sehat jasmani,
psikologis dan sosial yang berhubungan dengan fungsi dan
proses sistem reproduksi.
• Reproduksi sehat adalah perilaku indivisu yang berkaitan
dengan fungsi dan proses reproduksi termasuk perilaku seksual
yang sehat.
• Salah satu penunjnag terciptanya reproduksi sehat adalah
pendidikan seks.
• Pendidikan seks adalah upaya memberikan pengetahuan
tentang perubahan pengetahuan tentang perubahan biologis,
yang pada dasarnya merupakan upaya menanamkan moral,
etika serta komitmen agama agar tidak terjadi
“penyalahgunaan” organ reproduksi.
9
Yang dimaksud dengan “advokasi” dalam kesehatan reproduksi adalah:
‐ Segala upaya, baik dalam bentuk tindakan maupun kebijakan yang
bertujuan membantu individu, kelompok atau masyarakat luas (publik)
‐ Untuk memperoleh hak‐hak kesehatan reproduksi atau
‐ Agar terhindar dari tindakan atau kondisi yang dapat menyebabkan
berkurangnya atau tidak diperolehnya hak‐hak kesehatan reproduksi
Secara Patut

1. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang


berkualitas
2. Hak untuk memperoleh informasi lengkap tentang seksualitas,
kesehatan reproduksi dan manfaat serta efek samping obat‐obatan
atau alat maupun tindakan medis yang digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi
3. Hak untuk memperoleh palayanan KB yang aman, efektif, terjangkau,
Sesuai pilihan, tanpa paksaan dan tidak melawan hukum

10
4. Perempuan berhak memperoleh palayanan kesehatan yang
dibutuhkan, yang memungkinkannya sehat dan selamat
dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta
memperoleh bayi yang sehat.
5. Hubungan suami istri didasari penghargaan terhadap
pasangan masing-masing dan dilkaukan dalam situasi dan
kondisi yang diinginkan bersama, tanpa unsur paksaan,
ancaman dan kekerasan.
6. Remaja, laki-laki maupun perempuan, berhak memperoleh
informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi remaja,
sehingga dapat berperilaku sehat dan menjalani kehidupan
seksual yang bertanggungjawab.
7. Laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi yang
mudah diperoleh, lengkap dan akurat mengenai penyakit
menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS.
11
Faktor-Faktor Penyebab Berkurang
atau Tidak Terpenuhinya Hak-hak
Kesehatan Reproduksi

 Ancaman, paksaan, tindakan kekerasan atau penghilangan


keberdayaan (perkosaan, pemasungan, aborsi, kerusuhan, dsb).
 Terputus, hilang, tidak tersedia atau tidak terjangkaunya akses
(bencana alam, daerah terpencil/terisolir, kemiskinan, biaya mahal,
dsb).
 Kurangnya pengetahuan, kebodohan (rendahnya tingkat pendidikan,
tidak adanya penyuluhan atau pelatihan, tertutup atau tidak adanya
sumber informasi, dsb).
 Apatisme atau ketidakpedulian, kurangnya kegiatan advokasi dan
tidak adanya dukungan sosial (dari individu, masyarakat, lembaga-
lembaga maupun pemerintah).
 Sistem dan nilai-nilai sosial (bisa gender, stigma sosial, dsb).
 Aspek legal (hukum, peraturan, tata-tertib, dsb).
12
GENDER, adalah peran dan kedudukan seseorang yang diinstruksikan
oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai
perempuan atau karena seseorang lahir sebagai laki-laki.
(Yulfira Rahardjo,1996)
Tidak sama antar negara, tergantung budayanya

BIAS GENDER, adalah suatu pandangan yang membedakan peran,


kedudukan dan tanggungjawab antara laki-laki dan Perempuan
(BKKBN, 2001)

KESETARAAN/KEADILAN GENDER, adalah suatu kondisi yang


sejajar dan seimbang secara harmonis dalam hubungan
kerjasama antara laki-laki dan perempuan. (BKKBN, 2001)

ANDROGINI, adalah suatu pola pendidikan dan pengasuhan anak


yang tidak berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan.
(BKKBN, 2001) 13
• Papisj berarti tukar menukar isteri di antara suami‐suami teman baik, dilakukan dalam
upacara‐upacara, bukan untuk tujuan biologis dan bukan untuk pembiakan.
• Papisj berasal dari dongeng tentang seorang laki‐laki Asmat yang berniat membunuh
seekor buaya, tetapi terhalang sungai besar. Tiba‐tiba muncul ide untuk menyuruh
ayah dan pamannya saling tukar isteri. Setelah terlaksana, mendadak air sungai surut
dan si lelaki dapat menangkap buaya.
• Papisj bersifat normatif bagi masyarakat Asmat, diselenggarakan untuk menjaga
keseimbangan hubungan sosial masyarakat.
• Papisj sekarang sudah mengalami pergeseran dan tidak pantas digunakan untuk
perilaku seks masyarakat Asmat dewasa ini.

Tarian Pesek
Tarian pesek dilakukan di lapangan terbuka. Peserta tarian membentuk
suatu lingkaran besar. Setiap orang dalam lingkaran dapat keluar dari
lingkaran besar dan mencari pasangannya. Setiap 5 pasang dapat
membentuk kelompok kecil. Lagu-lagu erotik dinyanyikan untuk
merangsang gairah seks peserta. Pasangan boleh meninggalkan arena
ketika mereka sudah setuju untuk bertindak lebih jauh, misalnya
melakukan hubungan seks 14
Budaya Daerah

• Sunat Perempuan
• Sunat Sifon (NTT)
• Budaya Bekis (NTT)
• Budaya Mahar (Papua)
• Budaya Se’I, padarang (NTT)
• Budaya awig‐awig (NTB)

15
16
17
18
19
20
21
KEKERASAN ANAK
PELANGGARAN TERHADAP HAK
REPRODUKSI ANAK
• 95,5% janin yang diidentifikasi perempuan, telah diadobsi di RSU Bombay

 Pengrusakan alat kelamin bayi/anak‐anak perempuan (sirkumsisi, mutilasi)


di Afrika, Sudan, Mesir.
 Pemaksaan pengenaan pakaian/perhiasan/riasan yang tidak sesuai
dengan jenis kelamin anak
 Pelecehan seksual/perkosaan terhadap anak‐anak

 Tingkat kematian anak perempuan umur 1‐5 tahu lebih tinggi dibandingkan
tingkat kematian anak laki‐laki di Turki, India, Bangladesh, Mesir dan Sudan

“Kekerasan terhadap anak, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan


pelanggaran HAM”

(Konfensi Hak‐hak Anak, Resolusi PBB No. 44/25 Desember 1989, diratifikasi oleh Pemerintah
Indonesia melalui Kepres No. 39/1990) 22
KASUS EKSPLOITASI & PELANGGARAN
HAK‐HAK ANAK

 40‐70 ribu anak menjadi korban tindakan seksual

 400 ribu anak menjadi pengungsi akibat konflik


 6,5 juta anak putus sekolah / tidak bersekolah

 50% anak Indonesia kekurangan gizi (Dodi, 2001)

 1,5 juta janin diaborsi tiap tahun (Muhajir, 2001)

 Anak‐anak dijual, dijadikan pelacur (PSK)

 Pekerja anak di bawah umur (jermal, industri, pertanian)  upah


murah, rentan kekerasan

 Penganiayaan terhadap anak:


 Psikis
 Seksual
 Sosial 23
KEKERASAN TERHADAP ANAK
(Fisik, Phisik, Seksual, Ekonomi)
 Di Indonesia
 11,7 juta orang pekerja anak.
 50.000 orang anak jalanan.
 4.000 orang anak dipenjara.
 425 orang anak terkena HIV/AIDS.
 30% pelacur perempuan adalah anak‐anak.

KEKERASAN TERHADAP ANAK LAKI-LAKI


 Dalam keluarga/domestik (pembantu perempuan,
paman, saudara, orang tua tiri).
 Di sektor publik (mandor, pengawas, guru ngaji, guru
sekolah, aparat).
 Dalam komunitas anak jalanan.

 Dalam komunitas anak jermal.

 Dalam komunitas anak lapas.

 Dalam komunitas budaya sifon.

24
25
26
27
28
Kasus
Kekerasan yang dihadapi anak jalanan
 Dipaksa/diancam untuk menyerahkan penghasilan
 Dipaksa untuk melakukan oral seks dan sodomi
 Ditangkap dan dipukuli petugas
 Dibunuh untuk tujuan perampasan

Dampak
 PMS/HIV/AIDS
 Hamil di luar nikah
 ISPA, Kanker hati, hepatitis
 Gangguan kesehatan gigi & mulut

Upaya Pencegahan
 Minum antibiotik, obat tetea mata (PMS)
 Minuman keras/alkohol, ramuan, pijat dukun
29
30
31
32
33
34
 Peningkatan kasus remaja HIV/
AIDS 6000 kasus/hari, dalam 5
Perilaku Seksual ABG runyam
tahun terakhir
Cewek‐cewek Pecum Meningkat
 15 juta remaja melahirkan 500
Cewek‐cewek Dispak Meningkat
ribu meninggal karena melahirkan
Ayam Sekolahan & Kampus
65 ribu meninggal akibat aborsi
Usia termuda 12 th mulai
 4,3 juta generasi penerus
melakukan hub. Seks
97% mahasiswi telah hub. seks mengalami resiko gangguan kes.
reproduksi
(Wilopo A. S., 2006)

Gangguan Depresi Gangguan


Stres Pasca Trauma Bunuh Diri
35
36
37
38
39
Perempuan tidak punya akses dan kontrol
Atas kekuasaan dan proses pengambilan keputusan yang
Berkaitan dengan hak reproduksinya dan
Kesehatan reproduksinya

‐Penentuan pasangan hidup


‐Hubungan seksual
‐Penentuan alat kontrasepsi
‐Penentuan kehamilan
‐Penentuan banyaknya anak
‐Penentuan jenis kelamin anak
‐Penentuan pencarian palayanan kesehatan

40
Faktor Sosial Budaya dalam Masa Kehamilan dan Persalinan

Di Subang:
• Perempuan harus menghasilkan keturunan sebanyak banyaknya
• Perempuan pasca melahirkan, terkadang diletakkan di belakang, di
dekat dapur.

Budaya Priyayi Sentana


 Selama menyusui, istri menghindari hubungan suami istri (takut ASI
tercemar), merelakan suami “jajan”.

Pada Suku tertentu:


 Anak laki‐laki lebih diharapkan, memaksa permpuan terus hamil
sampai punya anak laki‐laki

Hamil dan bersalin adalah tugas istri/perempuan bukan tugas suami


atau keluarga

41
42
Faktor Sosial Budaya Masa Kehamilan dan
Persalinan

Kehamilan dan kelahiran bukan hanya berarti proses “menghidupkan


satu lagi anak manusia ke dunia” tetapi juga sebaliknya: dapat
“mematikan manusia di dunia”.

Masa kehamilan dan persalinan, dapat menjadi periode yang


“menyengsarakan” perempuan.
Dalam masyarakat, dijumpai adat istiadat, budaya, kebiasaan, sistem
sosial, kepercayaan, stigma. Yang merugikan perempuan hamil atau
melahirkan.

Di Sumba:
Suami diijinkan mencari perempuan lain sementara istrinya sedang hamil.
Perempuan hamil tetap wajib bekerja keras agar persalinan lancar
(budaya belis).
43
FAKTOR SOSIAL BUDAYA DALAM MASA
KEHAMILAN PERSALINAN STATUS GIZI

Status gizi rendah pada perempuan hamil,mempunyai kontribusi


siginifikan pada penyebab utama kematian (pendarahan, eklamsi,
infeksi, kelahiran obstruktif)

Adapun gizi ibu hamil sangat kurang karena adat:


Perempuan makan belakangan
Perempuan hamil makan sedikit di piring kecil (supaya bayi ramping,
bermulut mungil)

Mahar/mas kawin yang tinggi:


Harus ditebus perempuan dengan kerja keras
Perempuan menjadi “milik”, “dikuasai”, dan harus melayani keluarga
besar suami

44
Faktor Sosial Budaya dalam Masa Kehamilan dan Persalinan

Di Subang:
• Perempuan harus menghasilkan keturunan sebanyak banyaknya
• Perempuan pasca melahirkan, terkadang diletakkan di belakang, di
dekat dapur.

Budaya Priyayi Sentana


 Selama menyusui, istri menghindari hubungan suami istri (takut ASI
tercemar), merelakan suami “jajan”.

Pada Suku tertentu:


 Anak laki‐laki lebih diharapkan, memaksa permpuan terus hamil
sampai punya anak laki‐laki

Hamil dan bersalin adalah tugas istri/perempuan bukan tugas suami


atau keluarga
Di purworejo ibu hamil mendapatkan kekerasan seksual dari suami
(Hakim, 2000)
45
Faktor Sosial Budaya dalam
Perawatan Pasca Persalinan

Perempuan pasca melahirkan


• Harus menjalani “mardiapi”, tiduran dibalai‐balai dan dipanasi dari
bawah (selama 40 hari).
• Dilarang menggerakkan kaki secara bebas ketika tidur  bahkan ada
yang kakinya diikat atau ditumpangkan di atas “dingkel” .

Perawatan organ‐organ reproduksi perempuan pasca melahirkan:


 Pertama‐tama lebih ditujukan untuk kepuasan suami.
 Baru kemudian untuk kesehatan ibu.

Kematian dan kecacatan perempuan sebagai akibat


permasalahan selama masa kehamilan dan persalinan,
berkaitan erat dengan status gizi dan faktor-faktor sosial
budaya.
46
47
48
49
50
51
52
53
Suatu Pagi, seorang peneliti perempuan
berdialog dengan seorang tokoh masyarakat di suatu tempat …..

Peneliti: Soal kehamilan isteri……. ?


Tokoh: Lho, nomer satu jelas, isteri wajib melayani suami. Kalau lalu hamil
bersyukurlah kita. Dia juga harus bersyukur, walaupun payah.
Supaya lancar, pergilah dia kusuk. Jadi perempuan, memang
begitu. Bibit dari kita, kita tanam, maka dia yang merawatnya.
Sampai besar merawatnya, kita suruh. Dia urus anak kita, dia
urus pula kita….
Peneliti: Lalu, tanggungjawab suami apa?
Tokoh: Cari uang. Kita juga harus panasi badan isteri selama 40 hari sejak
melahirkan. Mardiapi, namanya di sini. Kita juga harus masak
sendiri, mencuci sendiri. Tidak boleh kita memakan masakan isteri.
Haram itu. Karena, isteri kan masih kotor, itu sama dengan najis.
Jadi, masakannyapun kotor, istilah...
54
Gangguan Mental Pasca Persalinan
• Hormonal
• Stressor Psikososial
– Tekanan‐tekanan, mitos‐mitos, pantangan perawatan
pasca persalinan
– beban berat ibu baru

Tidak adanya dukungan suami

Tidak adanya dukungan keluarga
BLUES DEPRESION 30‐90%
DEPRESION POST PARTUM 20‐30%  BUNUH DIRI
PSIKOSA POST PARTUM 10% MEMBUNUH
BAYINYA

55
56
• DAMPAK KEKERASAN
– Fisik : luka, cacat dan kematian
– Mental: Stress pasca trauma, depresi, bunuh diri
– Sosial : rendah diri, mengisolasi diri

57
1. Bayi Perempuan
a. Di-aborsi atau dibunuh ketika lahir c. Dipaksa berpakaian laki-laki
b. Mutilasi (mis.: memotong klitoris) d. Kekerasan/siksaan phisik

2. Anak-anak perempuan:
a. Dijual ke pelacuran/pembayar hutang/judi.
b. Diperkosa/disiksa oleh keluarga sendiri (ayah kandung/tiri, kakak, sepupu, dsb.)
3. Remaja Perempuan:
a. Dijual ke pelacuran/pembayar hutang/judi.
b. Dipaksa kawin dengan berbagai alasan.
c. Diperkosa/disiksa oleh keluarga sendiri (ayah kandung/tiri, kakak, sepupu, dsb.)

4. Perempuan Dewasa/Isteri:
a. Dijual ke pelacuran/pembayar hutang/judi.
b. Hubungan seks a~normai/pemaksaan.
c. Dilecehkan/diperkosa di tempat kerja
d. Siksaan phisik oleh keluarga (mis.: suami).

5. Perempuan Tua/Gangguan Jiwa:


a. Diperkosa keluarga sendiri
b. Diperkosa orang lain 58
59

Anda mungkin juga menyukai