1
EMBRIOLOGI
Appendiks seperti caecum, berasal dari midgut.
Berawal dari cecal bud yang terlihat di minggu ke 6 gestasi akibat
dilatasi berbentuk kerucut dibagian kaudal loop intestinal primer.
Cecal bud berada di kuadran kanan atas, saat loop intestinal yang
herniasi fisiologis mulai kembali ke dalam kavum abdomen .
Cecal bud akan perlahan turun ke fossa iliaka kanan. membentuk
divertikulum sempit, yang dikenal sebagai appendiks, muncul
pada minggu ke 8 usia gestasi.
Posisi appendiks yang sebagian besar berada di bagian posterior
cecum (retrocecal) dipengaruhi karena berkembang saat turunnya
kolon
2
EMBRIOLOGI
Posisi cecal bud di bawah hepar (A) saat bagian usus yang
mengalami herniasi fisiologis kembali kedalam kavum abdomen,
kemudian turun membentuk divertikulum yang dikenal sebagai
appendiks (B)
3
ANATOMI
Appendiks vermiformis bagian traktus gastrointestinal, melekat di
bawah cecum, di titik pertemuan taenia, panjang sekitar 2-7 cm.
Mesenterium appendiks pendek berbentuk triangular disebut
mesoappendiks
Mendapat suplai dari a. apendikularis, cabang dari a. ileocolik,
cabang terminal a. mesenterika superior. Pertukaran darah terjadi
melalui vena ileocolik yang bermuara di vena mesenterika
superior.
Saraf yang menginervasi terdiri dari simpatis (nervus torakalis 10)
dan parasimpatis (nervus vagus).
Pembuluh limfe dari appendiks dan cecum mengalir ke kelenjar
limfe yang berada di mesoappendiks dan kemudian bermuara ke
kelenjar limfe ileocolik.
4
ANATOMI
8
DEFINISI (BATASAN)
Appendisitis merupakan peradangan appendiks vermivormis,
penyebab nyeri abdomen akut paling sering, hampir 10% populasi
akan mengalami appendisitis akut
Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI 2012), dokter
umum harus dapat membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan
fisik dan penunjang, memutuskan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada
pasien, serta merujuk ke spesialis yang relevan kasus appendisitis
akut (kategori 3B).
9
EPIDEMIOLOGI
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,
appendisitis akut salah satu penyebab dari akut abdomen dan
indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.
Insiden appendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di
antara kasus kegawatan abdomen lainnya (Depkes 2008).
Dinkes Jawa Tengah menyebutkan pada tahun 2009 jumlah
kasus appendisitis di Jawa Tengah sebanyak 5.980 penderita,
dan 177 penderita meninggal.
Appendisitis akut dapat terjadi disemua usia, terutama di usia
dekade kedua dan ketiga, sedikit lebih tinggi insidensinya pada
pria. Angka mortalitas dapat ditekan dengan diagnosis dan
penetalaksanaan lebih dini
10
FAKTOR RESIKO
Usia
insidensi terbanyak terjadi pada dekade
kedua dan ketiga
Sanitasi dan lingkungan
Tingkat kebersihan dapat membantu
mengurangi kejadian gastroenterolitis.
Infeksi usus dapat beresiko mengiritasi
mukosa usus dan appendiks
11
ETIOLOGI
Peradangan pada appendiks biasanya berkaitan
dengan adanya obstruksi lumen. Banyak hal yang
dapat menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks,
seperti:
Tumor
Parasit seperti Enterobius vermicularis
Benda asing
Fekalit
Batu
Penyakit Crohn
Hiperplasia limfoid akibat inveksi bakteri/virus (misalnya oleh
Salmonella atau sitomegalovirus, adenovirus)
12
PATOGENESIS
Appendisitis akut diawali sumbatan di orifisium.
Di dalam lumen appendiks yang tersumbat, tetap terjadi sekresi
dan tidak dapat dialirkan sehingga meningkatkan tekanan
intraluminal dan kadang melebihi tekanan pembuluh darah vena.
Tekanan intraluminal yang lebih tinggi dari tekanan vena
menyebabkan stasis pembuluh darah vena dan iskemia
Iskemia menyebabkan ulserasi mukosa dan invasi bakteri usus.
Proses ini menyebabkan akumulasi neutrofil yang menghasilkan
mikroabses
13
PATOGENESIS
(Fase Obstruksi)
Obstruksi lumen Sekresi mucus dan cairan
terbendung (pertumbuhan bakteri meningkat)
edema
(Fase Inflamasi)
Distensi lumen peningkatan tekanan
intraluminal Penekanan aliran limfe dan vena
obstruksi aliran arteri
(Fase Perforasi)
Iskemik nekrosis dinding appendiks
Perforasi
14
PATOLOGI
Pada stadium awal terdapat
sedikit eksudat neutrofilik di
mukosa, submukosa dan
lamina muskularis propria.
Reaksi inflamasi mengubah
serosa menjadi lebih granuler
dan merah.
Pada stadium lanjut, eksudat
neutrofilik dominan membentuk
reaksi fibrinopurulen di serosa.
dapat terbentuk abses di
Appendiks yang mengalami
dinding appendiks dengan
peradangan (bawah)
ulserasi dan nekrosis di mukosa dibandingkan dengan appendiks
normal (atas) 15
PATOFISIOLOGI
Sumbatan bendungan sekresi dii lumen appendiks menyebabkan
meregangkan peritoneum viseral, menyebabkan nyeri viseral yang
terasa disekitar regio periumbilikal karena serabut saraf afferen
pengantar nyeri dari appendiks masuk pada level saraf spinal T10.
Peradangan dapat berlanjut mengiritasi peritoneum parietal di
posterior dinding abdomen menyebabkan nyeri somatik di
kuadran kanan bawah.
Rupture appendiks yang meradang menyebabkan infeksi
peritoneum (peritonitis), menyebabkan nyeri abdomen semakin
parah, mual, muntah dan kekakuan otot dinding abdomen
16
DIAGNOSIS
ALVARADO SCORE
Gejala Nyeri berpindah 1
Anorexia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri kanan bawah 2
Rebound 1
Peningkatan suhu 1
Lab Leukositosis 2
Hitung leukosit bergeser ke kiri 1
9-10 (almost certain) harus segera operasi Total poin 10
7-8 (high likehood) dipastikan dengan pencitraan abdomen
5-6 (compatible) dipastikan dengan pencitraan abdomen
0-4 (extremely unlikely, but not immposible) observasi
17
Pemeriksaan Penunjang