Anda di halaman 1dari 23

Appendisitis

Penulis : dr. Greta Selfani Gulo (FK UGM)


Editor Utama: dr. Hening Tirta Kusumawardani (FK UGM)

1
EMBRIOLOGI
 Appendiks seperti caecum, berasal dari midgut.
 Berawal dari cecal bud yang terlihat di minggu ke 6 gestasi akibat
dilatasi berbentuk kerucut dibagian kaudal loop intestinal primer.
 Cecal bud berada di kuadran kanan atas, saat loop intestinal yang
herniasi fisiologis mulai kembali ke dalam kavum abdomen .
 Cecal bud akan perlahan turun ke fossa iliaka kanan. membentuk
divertikulum sempit, yang dikenal sebagai appendiks, muncul
pada minggu ke 8 usia gestasi.
 Posisi appendiks yang sebagian besar berada di bagian posterior
cecum (retrocecal) dipengaruhi karena berkembang saat turunnya
kolon

2
EMBRIOLOGI

Posisi cecal bud di bawah hepar (A) saat bagian usus yang
mengalami herniasi fisiologis kembali kedalam kavum abdomen,
kemudian turun membentuk divertikulum yang dikenal sebagai
appendiks (B)
3
ANATOMI
 Appendiks vermiformis bagian traktus gastrointestinal, melekat di
bawah cecum, di titik pertemuan taenia, panjang sekitar 2-7 cm.
 Mesenterium appendiks pendek berbentuk triangular disebut
mesoappendiks
 Mendapat suplai dari a. apendikularis, cabang dari a. ileocolik,
cabang terminal a. mesenterika superior. Pertukaran darah terjadi
melalui vena ileocolik yang bermuara di vena mesenterika
superior.
 Saraf yang menginervasi terdiri dari simpatis (nervus torakalis 10)
dan parasimpatis (nervus vagus).
 Pembuluh limfe dari appendiks dan cecum mengalir ke kelenjar
limfe yang berada di mesoappendiks dan kemudian bermuara ke
kelenjar limfe ileocolik.
4
ANATOMI

Posisi anatomis appendiks vermiformis Anatomi appendiks yang divaskularisasi


dalam saluran pencernaan, berada tepat oleh arteri dan vena appendiceal 5
dibawah cecum
HISTOLOGI
 Appendiks vermiformis berbentuk seperti umbai cacing, berlumen
relatif kecil, sempit, dan tidak rata. Dindingnya terdiri dari 4 lapis,
yaitu mukosa, submukosa, muskularis dan serosa.
 Lapisan mukosa menyerupai pola mukosa usus besar, tapi lebih
tipis, berkripta lurus, dilapisi sel kolumner simpleks yang bisa
mensekresikan mukus, tidak memiliki villi, bercabang, dan taenia.
 Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat padat, mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan serabut saraf submukosa
(Meissner’s), juga kelenjar dan jaringan limfoid.
 Lapisan muskularis terdiri dari sel otot polos yang berbentuk
spiral, bagian dalam yang dekat lumen sirkuler dan bagian luarnya
longitudinal.
 Lapisan serosa merupakan lapisan jaringan ikat longgar dengan
pembuluh darah, limfe dan epitel skuamosa (mesotelium) 6
HISTOLOGI

Potongan melintang dari appendiks


dengan pewarnaan H&E memperlihatkan
berbagai struktur, lumen (L), mukosa
(muc), submukosa (subm), muskularis
Lapisan dinding appendiks vermiformis.
eksterna (ME), serosa (S), dan nodul
M=membran, MM=membran mukosa,
limfatik (LN)
SM=submukosa, ME=muskularis eksterna 7
FISIOLOGI
 Appendiks v. pada manusia belum diketahui fungsi pastinya.
Banyaknya jaringan limfoid pada dinding appendiks v.
diperkirakan memiliki fungsi imunologis berkaitan proses
pengenalan protein dan bakteri asing di usus dan pembentukan
immunoglobulin IgA.
 Mensekresi 1-2mm 3 cairan mukoid setiap harinya, bila tersumbat,
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan
menekan pembuluh vena.
 Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan sensasi
nyeri abdomen. Nyeri merupakan suatu sensasi tidak nyaman
berkaitan potensi kerusakan jaringan,dimediasi serabut saraf
tertentu, kemudian diapresiasi dan dimodifikasi secara sadar

8
DEFINISI (BATASAN)
 Appendisitis merupakan peradangan appendiks vermivormis,
penyebab nyeri abdomen akut paling sering, hampir 10% populasi
akan mengalami appendisitis akut
 Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI 2012), dokter
umum harus dapat membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan
fisik dan penunjang, memutuskan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan
nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada
pasien, serta merujuk ke spesialis yang relevan kasus appendisitis
akut (kategori 3B).

9
EPIDEMIOLOGI
 Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,
appendisitis akut salah satu penyebab dari akut abdomen dan
indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.
 Insiden appendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di
antara kasus kegawatan abdomen lainnya (Depkes 2008).
 Dinkes Jawa Tengah menyebutkan pada tahun 2009 jumlah
kasus appendisitis di Jawa Tengah sebanyak 5.980 penderita,
dan 177 penderita meninggal.
 Appendisitis akut dapat terjadi disemua usia, terutama di usia
dekade kedua dan ketiga, sedikit lebih tinggi insidensinya pada
pria. Angka mortalitas dapat ditekan dengan diagnosis dan
penetalaksanaan lebih dini

10
FAKTOR RESIKO

 Usia
 insidensi terbanyak terjadi pada dekade
kedua dan ketiga
 Sanitasi dan lingkungan
 Tingkat kebersihan dapat membantu
mengurangi kejadian gastroenterolitis.
Infeksi usus dapat beresiko mengiritasi
mukosa usus dan appendiks

11
ETIOLOGI
 Peradangan pada appendiks biasanya berkaitan
dengan adanya obstruksi lumen. Banyak hal yang
dapat menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks,
seperti:
 Tumor
 Parasit seperti Enterobius vermicularis
 Benda asing
 Fekalit
 Batu
 Penyakit Crohn
 Hiperplasia limfoid akibat inveksi bakteri/virus (misalnya oleh
Salmonella atau sitomegalovirus, adenovirus)
12
PATOGENESIS
 Appendisitis akut diawali sumbatan di orifisium.
 Di dalam lumen appendiks yang tersumbat, tetap terjadi sekresi
dan tidak dapat dialirkan sehingga meningkatkan tekanan
intraluminal dan kadang melebihi tekanan pembuluh darah vena.
 Tekanan intraluminal yang lebih tinggi dari tekanan vena
menyebabkan stasis pembuluh darah vena dan iskemia
 Iskemia menyebabkan ulserasi mukosa dan invasi bakteri usus.
Proses ini menyebabkan akumulasi neutrofil yang menghasilkan
mikroabses

13
PATOGENESIS
(Fase Obstruksi)
Obstruksi lumen  Sekresi mucus dan cairan
terbendung (pertumbuhan bakteri meningkat) 
edema

(Fase Inflamasi)
Distensi lumen  peningkatan tekanan
intraluminal  Penekanan aliran limfe dan vena
 obstruksi aliran arteri

(Fase Perforasi)
Iskemik  nekrosis dinding appendiks 
Perforasi
14
PATOLOGI
 Pada stadium awal terdapat
sedikit eksudat neutrofilik di
mukosa, submukosa dan
lamina muskularis propria.
 Reaksi inflamasi mengubah
serosa menjadi lebih granuler
dan merah.
 Pada stadium lanjut, eksudat
neutrofilik dominan membentuk
reaksi fibrinopurulen di serosa.
dapat terbentuk abses di
Appendiks yang mengalami
dinding appendiks dengan
peradangan (bawah)
ulserasi dan nekrosis di mukosa dibandingkan dengan appendiks
normal (atas) 15
PATOFISIOLOGI
 Sumbatan bendungan sekresi dii lumen appendiks menyebabkan
meregangkan peritoneum viseral, menyebabkan nyeri viseral yang
terasa disekitar regio periumbilikal karena serabut saraf afferen
pengantar nyeri dari appendiks masuk pada level saraf spinal T10.
 Peradangan dapat berlanjut mengiritasi peritoneum parietal di
posterior dinding abdomen menyebabkan nyeri somatik di
kuadran kanan bawah.
 Rupture appendiks yang meradang menyebabkan infeksi
peritoneum (peritonitis), menyebabkan nyeri abdomen semakin
parah, mual, muntah dan kekakuan otot dinding abdomen

16
DIAGNOSIS
ALVARADO SCORE
Gejala Nyeri berpindah 1
Anorexia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri kanan bawah 2
Rebound 1
Peningkatan suhu 1
Lab Leukositosis 2
Hitung leukosit bergeser ke kiri 1
9-10 (almost certain) harus segera operasi Total poin 10
7-8 (high likehood) dipastikan dengan pencitraan abdomen
5-6 (compatible) dipastikan dengan pencitraan abdomen
0-4 (extremely unlikely, but not immposible) observasi
17
Pemeriksaan Penunjang

Gambaran USG pada appendiks


normal(A) dan appendisitis yang
mengalami distensi dan CT scan appendiks dengan
penebalan dinding (B) distensi (tanda panah) dan cairan
periapendiceal (kepala panah)
18
DIAGNOSIS BANDING
Masalah Proses Lokasi Diagnosa
Appendisitis akut Inflamasi akut Nyeri periumbilikal, diikuti CT scan
appendiks, distensi dan nyeri di kuadran kanan
obstruksi bawah
Ulkus peptikum & ulkus di mukosa Epigastrik, dapat terasa Endoskopi
dispepsia lambung/infeksi H, pylori sampai ke punggung
Pankreatitis akut Peradangan akut pada Epigastrik, dapat menjalar Serum amylase
pankreas ke punggung /lipase, CT scan
Divertikulitis akut Inflamasi akut Kuadran kiri/kanan bawah CT scan
divertikulum kolon
Obstruksi usus Sumbatan lumen usus Usus halus: periumbilikal, Barium enema
akut (mekanik) akibat adhesi/herniasi kuadran atas abdomen
Kolon: kuadran bawah
kolon atau general
Nyeri abdomen PID, KET, gangguan Kuadran bawah abdomen Pemeriksaan
19
akut pada wanita adnexa pelvis, USG
TATALAKSANA
Umum Medikamentosa
 Cairan parenteral  Bila diagnosis sudah
 Tirah baring tegakkan, terapi antibiotik:
 infeksi ringan-sedang: cefoxitin,
 Diet rendah serat
cefotetan, atau asam tikarsilin-
 Pembedahan klavunat
pengangkatan appendiks  infeksi berat: cephalosporin
(apendektomi) generasi ketiga, monolactam,
atau aminoglikosida dan
 Obat pencahar, analgesik ditambahkan antibiotik anaerob
dan antibiotik tidak seperti klindamisin atau
diberikan bila diagnosis metronidazol
masih diragukan.
20
PROGNOSIS
 Quo ad vitam: DUBIA AD BONAM
 Appendisitis akut jarang menyebabkan kematian bila dapat
ditangani lebih awal. Sebagian besar risiko terjadi pada usia
tua, karena tanda dan gejalanya tidak terlalu dominan.
 Quo ad Sanam: AD BONAM.
 Kejadian appendicitis akut jarang berulang, terutama setelah
dilakukan appendektomi. Beberapa pasien (5-10%) pasien
mengalami appendicitis berulang/kronik dengan gejala lebih
dari 3 minggu.
 Quo ad Fungtionam: AD BONAM
 Fungsi appendiks v. masih belum diketahui secara jelas,
appendektomi biasanya tidak akan mengganggu fungsi
saluran cerna secara keseluruhan.
21
KOMPLIKASI PENCEGAHAN

 Abses  Pola makan


periappendikuler  Mempertahankan
 Abses fistula flora normal usus
 Tromboflebitis  Nutrisi yang baik
 Perforasi  Konsumsi vitamin
 Peritonitis
 septicemia
 Kematian
22
DAFTAR PUSTAKA
• Acosta, Jose et all. 2007. Sabiston: Textbook of Surgery 18th. Saunders-Elsevier
• Brunicardi FC et all: Schwartz’s Principles of Surgery, 9th edition. 2010. The McGraw-Hill
Companies,Inc
• Greenberger, NJ. Blumberg RS, Burakoff R. 2009. Current Diagnosis & Treatment
Gastroenterology Hepatology, & Endoscopy. Lange-Mc Graw Hill
• Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology text & atlas 11th.McGraw-Hills
• Kasper DL et all. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition. McGraw-Hill. Pg
1805-1807
• Kumar V et all. 2005. Robbins and Cotran Patrologic Basis of Disease 7th ed.Elsevier-
Saunders.
• Moore, Keith L.; Dalley, Arthur F.2006. Clinically Oriented Anatomy, 5th edition. Lippincott
Williams & Wilkins
• Sadler TW. Langman’s Medical Embriology 8th edition
• SKDI 2012
• Saladin. 2003. Anatomy & Physiology: The unity of form and function, 3th edition. The
McGraw-Hill Companies
• Strayer, David S & Rubis, Raphael. 2008. Rubin’s Pathology : Clinicopathologic Foundation of
Medicine. Pennsylvania
• Wilson SE. 2006. Current Clinical Strategies Publising-Surgery 6th edition. USA 23

Anda mungkin juga menyukai