Anda di halaman 1dari 49

REFERAT

LARINGITIS AKUT DAN KRONIS

Disusun oleh : Shilvya Fatma Pritiatama


201710401011047
Pembimbing : dr. Purnaning Wahyu P, Sp. THT-KL

SMF ILMU PENYAKIT THT


RSUD JOMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
PENDAHULUAN
Laringitis merupakan peradangan pada mukosa laring.
Apabila gejalanya berlangsung kurang dari tiga minggu
maka disebut laringitis akut, sedangkan apabila gejalanya
lebih dari tiga minggu disebut laringitis kronis.

Laringitis akut dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri,


maupun fungi, serta penggunaan suara yang salah atau
berlebih seperti pada orang teriak atau pada penyanyi dan
guru. Sedangkan laringitis kronik disebabkan oleh adanya
inflamasi, iritasi, dan faktor eksogen seperti sering
menghirup udara yang berpolusi dan alergen
Pada penelitian di Royale Collage pada tahun 2010 di
United Kingdom, melaporkan insiden sebanyak 6,6
kasus laringitis dan tracheitis per 100.000 pasien
(semua usia) per minggu. Sedangkan Insiden laringitis
kronik sebanyak 3,5 kasus baru per 1000 penduduk

Terapi utama pada laringitis dengan mengistirahatkan


suara dan dengan pemberian terapi yang sesuai
dengan penyebabnya dan gejalanya
TINJAUAN
PUSTAKA
ANATOMI LARING

Batas Atas : aditus laring


Batas Bawah : batas kaudal kartilago krikoid
• Terdiri dari satu tulang
: os. Hioid
• 3 pasang kartilago
tidak berpasangan :
cricoid, thyroid,
epligotis
• 3 pasang kartilago
berpasangan :
aritenoid, corniculate,
cuneiform
Artikulasi krikotiroid (cartilago tiroid
dan krikoid)  forward dan downward
Artikulasi krikoaritenoid
(cartilago aritenoid dan krikoid)
 abduksi dan adduksi vocal
ligament
•Otot-otot ekstrinsik
suprahioid adalah
m.digastrikus,
m.geniohioid,
m.stilohioid, dan m.
milohioid.
• Otot yang infrahioid
adalah m.sternohioid, m.
omohioid, dan
m.tirohioid

Otot intrinsik laring bagian lateral : m.krikoaritenoid lateral,


m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan
m.krikotiroid
Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior : m.aritenoid
tranversum, m.aritenoid oblik, dan m.krikoaritenoid posterior.
RONGGA LARING

Batas atas : aditus laring


Batas bawah : bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid
Batas depan : permukaan belakang epiglotis, tuberkulum
epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut anatara
kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus
kartilago krikoid.
• Laring mendapatkan dua persarafan yaitu
sensorik dan motorik dari n. Laringeus
superior dan n. Larineus rekurens yang
merupakan cabang n. Vagus.

• Innervasi : arteri laringea superior


FISIOLOGI
LARING

1. Proteksi  menutup 2. Respirasi  mengatur


auditus laring dan rima besar kecilnya rima glotis
glotis secara bersamaan, sehingga rima glotis
refleks batuk terbuka

3. Fonasi  dengan membuat suara


dan menentukan tinggi rendahnya
nada.
LARINGITIS AKUT

DEFINISI
- Proses inflamasi pada laring yang terjadi kurang dari 3 minggu

EPIDEMIOLOGI
-Pada penelitian di Royale Collage pada tahun 2010 di United
Kingdom, melaporkan insiden sebanyak 6,6 kasus laringitis dan
tracheitis per 100.000 pasien (semua usia) per minggu
ETIOLOGI

Infeksi  ISPA (virus, bakteri, jamur)

Non infeksi  vocal abuse, alergi, faktor


eksogen seperti menghirup bahan-bahan yang
dapat mengiritasi laring, dan trauma
PATOFISIOLOGI
Vasodilatasi PD 
aliran darah
Inflamasi Vasokontriksi
meningkat, ertema,
hangat

Marginasi 
Diapedesis  Protein plasma
aktivasi eosinofil,
makrofag bocor  edema
neutrofil, lomfosit

Imunoglobulin antibodi,
Mediator-mediator blood cloothing,
inflamasi neutrofil, histamin,
prostaglandin, leukotrin
MANIFESTASI KLINIS
• 1. Suara parau sampai afoni
• 2. Rasa tidak nyaman atau nyeri tenggorok
saat berbicara atau menelan
Dewasa
• 3. Tenggorok dan batuk kering yang lama
kelamaan disertai dahak kental
• 4. Gejala sumbatan pada laring
• 5. Gejala infeksi seperti demam dan malaise.

• 1. Stridor inspiratoir
Bayi dan • 2. Suara parau
Anak • 3. Batuk
DIAGNOSIS

Anamnesis

Pemeriksaan fisik (laringoskop


indirek) atau dengan menggunakan
laringkospok direk : mukosa laring
yang hiperemis dan edema di atas
dan dibawah pita suara
PENATALAKSANAAN
• Kebanyakan kasus laringitis merupakan self limiting
disease dan membaik dalam 2 minggu.
• Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
• Menghirup udara lembab, menghindari iritasi pada
faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas,
atau minum es.
• Antibiotik diberikan apabila penyebabknya bakteri
• Pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi
dilakukan apabila terdapat sumbatan pada laring
• Terapi simptomatik seperti ekspektoran, antipiretik,
dan steroid
Laringitis Kronik
DEFINISI
Laringitis kronik merupakan peradangan pada laring yang berlangsung lebih
dari tiga minggu.
Tampak mukosa menebal, permukaannya tidak rata, serta hiperemis dan
pada pemeriksaan patologi anatomi tampak jaringan fibrosis, skar, dan
parut

EPIDEMIOLOGI
Insiden laringitis kronik sebanyak 3,5 kasus baru per 1000 penduduk
ETIOLOGI

1. Proses inflamasi 2. Iritasi pada


kronis seperti laringopharingeal
sinusitis kronis reflux (LPR)

3. Eksogen :
menghirup udara
sisa rokok dan 4. Vocal abuse
pabrik, serta alergen

5. Penyakit paru
kronis seperti
bronkhitis kronis
LARINGITIS TUBERKULOSA

• Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari


tuberkulosis paru
• Sering kali setelah diberikan pengobatan,
tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap
• Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring
yang sangat lekat pada kartilago serta
vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga
bila infeksi sudah mengenai kartilago,
pengobatannya lebih lama.
PATOGENESIS

• Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui


udara pernafasan, sputum yang mengandung
kuman, atau penyebaran melalui aliran darah
atau limfe.
• Tuberkulosis dapat menimbulkan gangguan
sirkulasi.
• Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid,
kemudian ke aritenoid, plika vokalis, plika
ventrikularis, epiglotis, serta subglotik
1. . Stadium infiltrasi
• Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan
hiperemis, kadang pita suara terkena juga, pada stadium
ini mukosa laring tampak pucat.
• Kemudian di daerah sub mukosa terbentuk tuberkel,
sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang
berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin besar, serta
beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga
mukosa diatasnya meregang.
• Pada suatu saat, karena sangat meregang, maka akan
pecah dan timbul ulkus.
• Pada stadium ini pasien dapat merasakan adanya rasa
kering ditenggorokan, panas dan tertekan di daerah laring,
selain itu juga terdapat suara parau
2. Stadium ulserasi
• Ulkus yang timbul pada akhir stadium
infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal,
dasarnya ditutupi oleh perkejuan,
• Dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat
bila dibandingkan dengan nyeri karena
radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis
3.. Stadium perikondritis
• Ulkus semakin dalam, sehingga mengenai
kartilago laring, dan yang paling sering terkena
ialah kartilago aritenoid dan epiglotis.
• Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan,
sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses
ini akan berlanjut dan terbentuk sekuester.
• Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan
keadaan umum sangat buruk dan dapat
meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan
maka proses penyakit berlanjut dan masuk
dalam stadium fibrotuberkulosis
4. Stadium pembentukan tumor
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara dan
subglotik
MANIFESTASI KLINIS
Tergantung pada stadiumnya, di samping ini terdapat gejala sebagai berikut.
• Rasa kering, panas dan tertekan di daerah laring
• Suara parau berlangsung berminggu-minggu, sedangkan pada stadium lanjut
dapat timbul afoni.
• Hemoptisis
• Nyeri waktu menelan yang lebih hebat bila dibandingkan dengn nyeri karena
radang lainnya, merupakan tanda yang khas.
• Keadaan umum buruk
• Pada pemeriksaan paru (secara klinis dan radiologi) terdapat proses aktif
• Selain dari 4 stadium ini kita juga bisa menanyakan riwayat pasien sebelumnya
tentang batuk yang produktif, berat badan menurun, nafsu makan menurun,
dan keringat malam.
DIAGNOSIS
• 1. Anamnesis
• 2. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan
pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring indirek
untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun
pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi /
nasolaringoskopi  tampak merah menonjol dan
bulat, pada plica vocalis tampak bntik-bintik atau
sekret yang melekat
• 3. Pemeriksaan laboratorium
• 4. Foto rontgen thorax
• 5. Pemeriksaan patologi anatomi
TERAPI
• Penatalaksanaannya berupa pembeian obat
anti tuberkulosis primer dan sekunder.
• Pada kategori 1 diberika empat obat pada fase
intensif selama dua bulan yaitu Isoniazid,
Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol.
• Selanjutnya dengan isoniazid dan rifampisin
selama 4 bulan.
• Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan
suaranya
LARINGITIS LUETIKA
• Disebabkan oleh kuman Treponema palidum, sudah sangat
jarang dijumpai pada bayi ataupun orang dewasa
• Laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama sifilis
• Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda
adanya edema yang hebat dan lesi mukosa berwarna
keabu-abuan
• Sumbatan jalan nafas dapat terjadi karena adanya
pembengkakan mukosa
• Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang nanti akan
pecah dan menimbulkan ulcerasi, perikondritis dan fibrosis
GEJALA KLINIS
• Gejala klinis yang ditemukan adalah suara
parau dan batuk yang kronis.
• Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat
introitus esofagus.
• Pada penyakit ini, pasien tidak merasakan
nyeri
DIAGNOSIS
• Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka
ditemukan ulkus yang sangat dalam, bertepi
dengan dasar yang keras, berwarna merah tua
serta mengeluarkan eksudat yang berwarna
kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri
dan menjalar sagat cepat, sehingga bila tidak
terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis.
• Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes serologi
TATALAKSANA

Antibiotika golongan penicilin dosis tinggi

Pengangkatan sekuester

Apabila terdapat sumbatan laring karena stenosis


dapat dilakukan trakeostomi dan operasi rekonstruksi
PROGNOSIS
• Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada
gumma yang sudah pecah, karena
menyebabkan destruksi pada kartilago dan
bersifat permanen
LARINGITIS KRONIK NON SPESIFIK
• Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh
infeksi pada saluran pernapasan, seperti selesma,
influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat paparan zat-
zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol
yang berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang
terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak
menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara,
berbicara terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse).
• Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,
permukaan yang tidak rata dan menebal
GEJALA KLINIS
• Gejala laringitis kronik antara lain: suara yang
serak atau parau lama kelamaan suara akan
melemah bahkan menjadi afoni, batuk kering,
tenggorok terasa kering, rasa tidak nyaman di
tenggorok, tenggorok seperti ada yg
menggelitik
DIAGNOSIS
• 1. Laringoskop indirek atau nasolaringoskopi :
tampak laring hiperemi, mukosa menebal, dan
permukaannya tidak rata. Pada korda vokalis
tampak merah pucat dan membulat, serta
terdapat sekret pada korda vokalis dan
interarytenoid
• 2. Apabila ada jaringan yang dicurigai tumor
perlu dilakukan biopsi
TATALAKSANA
• Terapi yang terpenting ialah mengobati
peradangan di hidung, faring serta bronkus
yang mungkin menjadi penyebab laringitis
kronik. Pasien diminta untuk tidak banyak
berbicara (vocal rest). Terapi simptomatis
seperti pemberian ekspektoran
KOMPLIKASI
• Laringitis kronik biasanya menimbulkan
komplikasi, antara lain: penyebaran infeksi ke
sistemik atau struktur di sekitarnya, stenosis
laring yang diakibatkan suprainfeksi akut pada
laringitis kronik dan edema atau stenosis
sekunder akibat proses lama yang telah
terjadi, kerusakan struktur pita suara yang
permanen, transformasi menjadi keganasan
PROGNOSIS
• Pada laringitis kronik prognosis bergantung
kepada penyebab dari laringitis kronik
tersebut
KESIMPULAN
• Laringitis merupakan inflamasi yang terjadi
pada mukosa laring dibedakan menjadi
laringitis akut apabila terjadi kurang dari tiga
minggu dan laringitis kronis apabila terjadi
lebih dari tiga minggu.
• Etiologi dari laringitis akut dapat berupa
infeksi dari virus, bakteri, dan fungi serta
pengguaan suara yang berlebih atau salah.
Sedangkan etiologi dari laringitis kronis akibat
adanya inflamasi, iritasi maupun faktor
eksogen.
• Pada laringitis kronik dibedakan menjadi laringitis non spesifik
dan laringitis spesifik berupa laringitis tuberkulosis dan
laringitis luetika.
• Manifestasi klinis utama berupa suara parau dan rasa tidak
nyaman pada tenggorok. Pada laringitis akut dan laringitis
pada anak akan didapatkan adanya manifestasi dari sumbatan
jalan nafas atas seperti stridor inspiratory dan dispnea.
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dengan menggunakan laringoskop indirek, dan
pemeriksaan penunjang berupa kultur apabila penyebabnya
bakteri, foto thorax, dan pemeriksaan laboratorium.
• Tatalaksana dengan cara mengistirahatkan suara dan
mengobati penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA

•Dhingra. 2014. Disease of Ear, Nose, and Throat & Head and Neck Surgery. Elsevier. Pp 289-230
•Drake, volg, Mitchell. 2013. Anatomy for Student. Elsevier. pp : 1052-1068
•Dworkin. 2008. Laryngitis: Types, Causes, and Treatments. Elsevier. Pp 419-436.
•Hanson, Jiang. 2012. Diagnosis and Management of Chronic Laryngitis Associated with Reflux.
Elsevier vol 108.
•Hermani, Hutauruk. 2012. Kelainan Laring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala &
Leher. Pp 215-219.
•Hall CB,JohnTM.Acute Laryngo trachea bronchitis (Croup). In Mandell Douglas and Bennett’s Principles
and Practice of Infectious Diseases,7thed.MandellGL,BennettJE,Dolin R(editors)Churchill Livingstone
Elsevier,2010.825-829.
•Michael et al. 2011. Tuberculosis in Otorhinolaringology : Clinical Presentation and Clinical Challenge. Pp
1-4
•Scadding et al. 2014. Laryngeal Inflamation in the Sudden Infant Death Syndrome.Consultant Allergist &
Rhinologist, RNTE Hospital, London. Pp 309-313.
•Stein, Noordzjid. 2012. Incidence of Chronic Laryngitis. Annals of Otology, Rhinology, & Laryngology.
122(12) 771-774.
•Valenti et al. 2015. Laringeal Inflamation. Department of Otolaringology-Head & Neck Surgery, USA. Pp 2-
7.
•Wood J M, Athanasiadis, Allen J. 2014. Laryngitis. The BMJ. Pp 27-31.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai