Anda di halaman 1dari 10

Tatalaksana Fraktur Pelvis

Emergency Management
A: perhatikan airway. Bebaskan jalan nafas
B: Ventilasi yang adekuat
C: lihat apakah ada perdarahan. Cek hemodinamik, cek perdarahan
intraabdomen, trauma vesika urinaria atau urethra, cek apakah curiga
fraktur pelvis stabil atau tidak stabil
D: cek GCS
E: jejas yang mengancam jiwa. Adakah retroperitoneal bleeding
Management fraktur pelvis
• Identifikasi dan Pengelolaan Fraktur Pelvis
A. Identifikasi mekanisme trauma yang menyebabkan kemungkinan fraktur
pelvis misalnya terlempar dari sepeda motor, crush injury, pejalan kaki
ditabrak kendaraan, tabrakan sepeda motor.
B. Periksa daerah pelvis adanya ekhimosis, perianal atau hematoma scrotal,
darah di meatus uretra.
C. Periksa tungkai akan adanya perbedaan panjang atau asimetri rotasi
panggul.
D. Lakukan pemeriksaan rectum, posis dan mobilitas kelenjar prostat,
teraba fraktur, atau adanya darah pada kotoran.
E. Lakukan pemeriksaan vagina, raba fraktur, ukuran dan konsistensi uterus
, adanya darah. Perlu diingat bahwa penderita mungkin hamil.
F. Jika dijumpai kelainan pada B sampai E, jika mekanisme trauma
menunjang terjadinya fraktur pelvis, lakukan pemeriksaan ronsen pelvis
AP (mekanisme trauma dapat menjelaskan tipe fraktur).
G. Jika B sampai E normal, lakukan palpasi tulang pelvis untuk menemukan
tempat nyeri.
H. Tentukan stabilitas pelvis dengan hati-hati melakukan tekanan anterior-
posterior dan lateral-medial pada SIAS. Pemeriksaan mobilitas aksial
dengan melakukan dorongan dan tarikan tungkai secara hati-hati,
tentukan stabilitas kranial-kaudal.
I. Perhatian pemasangan kateter urine, jika tidak ada kontraindikasi, atau
lakukan pemeriksan retrograde uretrogram jika terdapat kecurigaan
trauma uretra.
J. Penilaian foto ronsen pelvis, perhatian kasus pada fraktur yang sering
disertai kehilangan darah banyak, misalnya fraktur yang meningkatkan
volume pelvis.
• Teknik mengurangi Perdarahan

1. Cegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang


2. Tungkai bawah di rotasi ke dalam untuk menutup fraktur open-book.
Pasang bantalan pada tonjolan tulang dan ikat kedua tungkai yang
dilakukan rotasi. Tindakan ini akan mengurangi pergeseran simpisis,
mengurangi volume pelvis, bermanfaat untuk tindakan sementara
menunggu pengobatan definitif.
3. Pasang dan kembangkan PASG(pneumatic antishock garment). Alat ini
bermanfaat untuk membawa/transport penderita.
4. Pasang external fixator pelvis (konsultasi orthopedi segera)
5. Pasang traksi skeletal (konsultasi orthopedi segera)
6. Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi
7. Lakukan segera konsultasi bedah/ orthopedi untuk menentukan
prioritas
8. Letakkan bantal pasir di bawah bokong kiri-kanan jika tidak terdapat
trauma tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain tidak
tersedia.
9. Pasang pelvic binder atau pelvic sling
10. Mengatur untuk transfer ke fasilitas terapi definitive jika tidak mampu
melakukannya
Penanganan
• Stabilisasi Fraktur ( Pelvic C-clamp, external fixation, pelvic sling)
• Volume pelvis (untuk memperkecil volume pelvis dapat digunakan
pneuematic antishock garment dan pelvic sling, atau dalam keadaan
emergensi dapat digunakan seprei untuk mengurangi volume pelvis)
• Angiografi (untuk mengetahui sumber perdarahan, embolisasi)
• Resusitasi cairan
• Produk darah
Pelvic sling

Pneumatic antishock garment

Pelvic c clamp
Pembedahan
• ORIF (Open reduction and internal
fixation)
• Intervensi bedah ortopedi dilakukan
untuk imobilisasi dan reduksi fraktur
pelvis.
• ORIF adalah fiksasi interna dengan
pembedahan terbuka untuk
mengistirahatkan fraktur dengan
melakukan pembedahan untuk
memasukkan paku, screw, pen kedalam
tempat fraktur untuk
menguatkan/mengikat bagian-bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan.
Fiksasi interna sering digunakan untuk
merawat fraktur pada tulang panggul
KOMPLIKASI
• Trombosis vena iliaka femoral (sering ditemukan dan sangat berbahaya).
• Ruptur uretra anterior dan posterior
• Ruptur vesical urinaria
• Trauma rektum dan vagina
• Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok.
• Trauma pada saraf : lesi saraf skiatik (dapat terjadi pada saat trauma/ saat
operasi). Lesi fleksus lumboskralis (dapat terjadi pada sakrum yang bersifat
vertikal disertai pergeseran. Terjadi gangguan fungsi seksual apbila
mengenai pusat saraf.
Pada komplikasi lanjut meliputi dua hal sebagai berikut :
1. Pembentukan tulang heterotrofik (terjadi setelah suatu rauma
jaringan lunak yang hebat / setelah suatu diseksi operasi).
2. Nekrosis avaskular (terjadi pdaa kaput femur paska trauma)
3. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder.

Anda mungkin juga menyukai