Anda di halaman 1dari 61

PENYUSUNAN

PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN


PANGAN TAHUN 2018

Disampaikan pada acara Sosialisasi Penyusunan Peta


Ketahanan dan Kerentanan Pangan / FSVA
Ungaran, 11 Juli 2018
OUTLINE

I. Pendahuluan
II. Konsep dan Indikator
III. Metode Analisis
IV. Tahap Penyusunan FSVA Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2018
PENDAHULUAN
Latar Belakang
 Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, diperlukan
mekanisme untuk menilai prestasi, kekuatan dan kelemahan
atas upaya yang telah dilakukan serta untuk memperbaiki
upaya yang akan dilakukan.
 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 114) dan
Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2015 tentang
Ketahanan Pangan dan Gizi (Pasal 75) mengamanatkan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya berkewajiban membangun, menyusun, dan
mengembangkan Sistem Informasi Pangan dan Gizi yang
terintegrasi
 Salah satu mekanisme dimaksud dituangkan dalam wujud
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food
Security and Vulnerability Atlas – FSVA)
KONSEP DAN INDIKATOR
KONSEP KETAHANAN PANGAN
Indikator Kronis FSVA Provinsi 2018

No. Indikator Definisi Sumber Data


ASPEK KETERSEDIAAN PANGAN
1 Rasio konsumsi Rasio konsumsi normatif per kapita Dinas Pertanian
normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih serealia (padi, dan BPS Provinsi
terhadap jagung, ubi kayu dan ubi jalar) 2014 - 2017
ketersediaan pangan
ASPEK AKSES PANGAN
2 Persentase penduduk Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan SUSENAS
hidup di bawah garis untuk memenuhi stdanar minimum kebutuhan- 2016/2017,
kemiskinan kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan yang BPS (diolah
dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup dengan SAE)
secara layak PBDT, TNP2K
BAPPEDA
Dinas Sosial
3 Persentase rumah tangga Persentase rumah tangga dengan proporsi SUSENAS
dengan proporsi pengeluaran untuk makanan lebih dari 65% 2016/2017, BPS
pengeluaran untuk dibandingkan dengan total pengeluaran rumah (SAE)
pangan lebih dari 65% tangga (makanan dan non makanan)
terhadap total
pengeluaran
4 Persentase rumah tangga Persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses SUSENAS
tanpa akses listrik terhadap listrik dari PLN dan/atau non PLN, 2016/2017,
misalnya generator BPS (SAE)
PBDT, TNP2K
Dinas ESDM
PLN
ASPEK PEMANFAATAN PANGAN
5 Rata-rata lama sekolah Jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk  SUSENAS
perempuan di atas 15 perempuan berusia 15 tahun ke atas dalam 2016/2017, BPS
tahun menjalani pendidikan formal (diolah dengan
SAE)
 PBDT, TNP2K
 Dinas Pendidikan
6 Persentase rumah tangga Persentase rumah tangga yang tidak memiliki  SUSENAS
tanpa akses ke air bersih akses air minum yang berasal dari leding meteran, 2016/2017, BPS
leding eceran, sumur bor/pompa, sumur terlindung, (diolah dengan
mata air terlindung dan air hujan SAE)
dengan memperhatikan jarak ke jamban ≤ 10 m  PBDT, TNP2K
 BAPPEDA
 Dinas Kesehatan
7 Rasio jumlah penduduk Total jumlah penduduk per jumlah tenaga Dinas Kesehatan
per tenaga kesehatan kesehatan (dokter umum, dokter spesialis, dokter 2016
terhadap tingkat gigi, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga
kepadatan penduduk gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian
medis) dibandingkan dengan tingkat kepadatan
penduduk.
NO INDIKATOR DEFINISI SUMBER
. DATA
8 Prevalence Balita Anak di bawah lima tahun yang tinggi Dinas Kesehatan
Stunting badannya kurang dari -2 Standar Deviasi (-2
SD) dengan indeks tinggi badan menurut
umur (TB/U) dari referensi khusus untuk
tinggi badan terhadap usia dan jenis kelamin
(Standar WHO, 2005).

9 Angka harapan hidup Perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru SUSENAS
pada saat lahir lahir dengan asumsi tidak ada perubahan 2016/2017,
pola mortalitas sepanjang hidupnya BPS (diolah
dengan SAE)
Dinas
Kesehatan
Indikator Transien
No. Indikator Definisi Sumber Data
1 Bencana alam yang Bencana alam yang terkait iklim selama tahun Badan
terkait iklim 2014-2016 dan perkiraan dampaknya terhadap Penanggulangan
ketahanan pangan. Bencana
Daerah(BPBD), 2014-
2016
2 Variabilitas curah hujan Perubahan curah hujan bulanan yang disebabkan Badan Meteorologi
oleh perubahan suhu permukaan laut sebesar satu dan Geofisika
derajat celcius pada periode (BMKG), 2014-2016
tahun 2014-2016.
3 Hilangnya produksi padi Rata-rata hilangnya produksi padi akibat banjir Dinas Pertanian,
dan kekeringan pada periode tahun 2014-2016 2014-2016
4 Deforestasi Laju rata-rata perubahan tutupan lahan dari Kementerian LH dan
jenis hutan ke jenis non-hutan berdasarkan Kehutanan, 2014-
analisis citra satelit Landsat pada periode tahun 2016
2014-2016.
PENJELASAN INDIKATOR FSVA PROVINSI
ASPEK KETERSEDIAAN
PANGAN
1. Definisi
 Ketersediaan Pangan adalah ketersediaan pangan secara
fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi
pangan domestik (netto), perdagangan pangan dan bantuan
pangan.
 Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan,
perdagangan pangan, stok dan cadangan pangan serta bantuan
pangan.
 Aspek ketersediaan pangan dalam penyusunan FSVA didekati
hanya dari produksi pangan wilayah, karena data
perdagangan, stok, dan bantuan pangan tingkat kecamatan
 Pangan meliputi produk serealia, kacang-
kacangan, minyak nabati, sayur-sayuran, buah-
buahan, rempah, gula, dan produk hewani.
 Porsi utama dari kebutuhan kalori harian berasal
dari sumber pangan karbohidrat (50% dari
kebutuhan energi per orang per hari)  analisa
kecukupan pangan karbohidrat yang bersumber
dari produksi pangan pokok serealia (padi, jagung,
ubi kayu dan ubi jalar).
2. Indikator
 Rasio konsumsi normatif per kapita
terhadap ketersediaan bersih (beras,
jagung, ubi jalar dan ubi kayu)
3. Perhitungan Indikator
• a. Padi
• Rnet = Pnet * c

• Pnet = P – (s + f + w)

• Pnet = P – ((P*0,9%) + (P*0,44%) + (P*5,4%))


(Rnet) = produksi netto beras (Pnet) = netto ketersediaan
(c) = faktor konversi (62,74 %)
(s) = susut untuk benih
(f) = susut untuk pakan
(w) = susut karena tercecer
Angka konversi mengacu pada NBM 2017
b.Jagung
Mnet=M– (s +f +w)

Mnet=M– ((M* 0,9%) +(M* 6%) +(M* 5%))

Keterangan:
(Mnet) =produksi bersihjagung
(M) =produksi kotorjagung
(s) =susut untukbenih
(f) =susut untukpakan
(w) =susut karenatercecer
Angka konversi mengacu pada NBM2017
c. Ubi Kayu
Cnet =C– (f +w)

Cnet =C– ((C * 2%) +(C * 2,13%))

Keterangan:
(Cnet) = produksi bersih ubi kayu
(C) = produksi kotor ubi kayu
(f) = susut untukpakan
(w) = susut karenatercecer
Angka konversi mengacu pada NBM2017
d. Ubi Jalar
SPnet=SP– (f +w)

SPnet=SP– ((SP * 2%) +(SP * 10%))

Keterangan:
(Cnet) = produksi bersih ubi kayu
(C) = produksi kotor ubikayu
(f) = susut untukpakan
(w) = susut karenatercecer
Angka konversi mengacu pada NBM2017
Produksi bersih Umbi-umbian
agar setara dengan beras dalam hal nilai kalori, maka
produksi bersih umbi-umbian harus dikalikan dengan 1/3
(1 kg beras atau jagung ekivalen dengan 3 kg ubi kayu dan
ubi jalar)
Tnet = 1/3 * ( Cnet + SPnet
)

Keterangan:
(Tnet) = produksi bersih umbi-
umbian (Cnet) = produksi bersih ubi
kayu (SPnet) = produksi bersih ubi
Produksi Bersih (Padi, Jagung, Ubi Kayu dan
Ubi Jalar
Pfood = Rnet + Mnet +Tnet

Keterangan:
(Pfood) = produksi netto
(Rfood) = produksi nettopadi
(Mfood = produksi nettojagung
) = produksi nettoumbi-umbian
(Tfood)
Ketersediaan Pangan per kapita per hari
Pfood
F = ------------------
tpop * 365
Keterangan:

(F) = ketersediaan pangan per kapita per hari


(Pfood) = produksi netto pangan (ton)
(tpop) = total populasi tengah tahun (jiwa)
(365) = jumlah hari dalam satutahun
Konsumsi Normatif
 Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto
pangan serealia per kapita per hari adalah merupakan
petunjuk kecukupan pangan pada satu wilayah.
 Konsumsi Normatif (Cnorm) didefinisikan sebagai jumlah
pangan serealia yang harus dikonsumsi oleh seseorang
per hari untuk memperoleh kilo kalori energi dari
serealia.
Rasio Ketersediaan Pangan
Cnorm
IAV=------------------
F
IAV = Rasio KetersediaanPangan
(Cnorm = produksi netto pangan (300 gram/kapita/hari)
) (F) = Ketersediaan Pangan per Kapita per Hari

daerah tersebut defisit pangan serealia, atau kebutuhan konsumsi


IAV > 1 tidak
bisa dipenuhi dari produksi bersih serealia (beras dan jagung) dan
umbi- umbian yang tersedia di daerah tersebut.
daerah tersebut surplus pangan serealia, atau kebutuhan konsumsi
IAV < 1 bisa
Range Rasio Konsumsi Normatif terhadap
Ketersediaan Pangan
Range Catatan Dasar
Penetapan
≥ 1,50 Defisit tinggi
1,25 - <1,50 Defisit sedang Sebaran Empiris;
1,00 - <1,25 Defisit rendah Definisi
0,75 - <1,00 Surplus rendah FSVA 2009 dan
0,50 - <0,75 Surplus sedang 2015
< 0,50 Surplus tinggi
ASPEK AKSES PANGAN
1. Definisi
 Akses Pangan adalah kemampuan rumah tangga
untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal
dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah,
pinjaman dan bantuan pangan.
 Akses pangan tergantung pada daya beli rumah tangga
yang ditentukan oleh sistem penghidupan rumah
tangga.
 Rumah tangga yang tidak memiliki sumber
penghidupan yang memadai dan berkelanjutan
 menyebabkan kemiskinan dan kerentanan
pangan
2. Indikator
a. Persentase penduduk hidup di bawah
garis kemiskinan
b. Persentase rumah tangga dengan
proporsi pengeluaran untuk pangan
lebih dari 65 persen terhadap total
pengeluaran
c. Persentase rumah tangga tanpa akses
listrik.
3. Penjelasan Indikator
a. Persentase Penduduk Hidup Di Bawah Garis
Kemiskinan
 Indikator ini menunjukkan nilai rupiah pengeluaran per kapita
setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan
konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh
seorang individu untuk hidup secara layak.
 Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan tidak
memiliki daya beli yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya sehingga akan mempengaruhi
ketahanan pangan
(DKP dan WFP 2013; FAO 2015; Kavosi et al. 2014; Riyadi et al. 2011;
Ramli et al. 2009; Lubis 2010; Sofiati 2009; dan Misselhorn 2005).
b. Persentase Rumah Tangga dengan Proporsi
Pengeluaran Untuk Pangan Lebih dari 65 Persen
Terhadap Total Pengeluaran
 Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu
indikator yang menggambaran kesejahteraan
penduduk.
 Semakin tinggi pendapatan maka porsi
pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran
untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan.
 Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan
berarti ketahanan pangan semakin berkurang.
(Suhardjo 1996, Azwar 2004, Deaton dan Muellbauer 1980,
WFP
c. Persentase Rumah Tangga Tanpa Akses
Listrik

 Mengindikasikan kesejahteraan suatu


wilayah atau rumah tangga.
 Tersedianya fasilitas listrik di suatu wilayah
akan membuka peluang yang lebih besar
untuk akses pekerjaan.
(DKP dan WFP 2013; Wiranthi et al. 2014; Sabarella 2005; dan
Sofiati 2009).
Range Indikator Aspek Akses Pangan
No Indikator Range Dasar Penetapan
1. Persentase Penduduk Hidup di ≥ 35
Sebaran Empiris;
Bawah Garis Kemiskinan 25 - < 35 Definisi; FSVA 2009
20 - < 25 dan 2015
15 - < 20
10 - < 15
<10
2. Persentase rumah tangga ≥ 50
dengan proporsi pengeluaran 40 - <50Sebaran Empiris; definisi
untuk pangan lebih dari 65 30 - <40
persen terhadap total
20 - <30
pengeluaran
10 - <20
No Indikator Range Dasar
Penetapan
3. Persentase Rumah ≥ 50
Sebaran
Tangga Tanpa Akses 40 - < 50
empiris;
Listrik 30 - < 40
FSVA 2009
20 - < 30
dan 2015
10 - < 20
< 10
ASPEK PEMANFAATAN
PANGAN
1. Definisi
 Pemanfaatan pangan merujuk pada
penggunaan pangan oleh rumah tangga.
 Pemanfaatan pangan meliputi:
a) pemanfaatan pangan yang bisa di akses
oleh rumah tangga;
b) kemampuan individu untuk menyerap zat
gizi
– pemanfaatan makanan secara efisien oleh
tubuh.
2. Indikator
a) Rata-rata lama sekolah perempuan di
atas 15 tahun
b) Persentase rumah tangga tanpa akses
ke air bersih
c) Rasio jumlah penduduk per tenaga
kesehatan terhadap kepadatan
penduduk
d) Persentase balita stunting
e) Angka harapan hidup26
pada saat lahir
2. Penjelasan Indikator
a. Rata-rata Lama Sekolah Perempuan di atas 15 Tahun
 Rata-rata lama sekolah perempuan adalah jumlah tahun yang
digunakan oleh penduduk perempuan berusia 15 tahun ke atas
dalam menjalani pendidikan formal.
 Tingkat pendidikan perempuan terutama ibu dan pengasuh
anak sangat berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi,
dan menjadi hal yang sangat penting dalam pemanfaatan
pangan.
 Pengetahuan dan pendidikan berhubungan erat dengan
penyerapan pangan dan ketahanan pangan
(Khan dan Gill 2009; Arif 2005; Molnar 1999; dan Mahmood et al. 1991).
b. Persentase Rumah Tangga Tanpa Akses ke Air Bersih

 Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih yaitu persentase rumah
tangga yang tidak memiliki akses ke air minum yang berasal dari air
leding/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung dan air hujan
(tidak termasuk air kemasan) dengan memperhatikan jarak ke jamban
minimal 10 m.
 Akses terhadap fasilitas sanitasi dan air layak minum sangat penting dalam
mengurangi masalah penyakit secara khusus diare, sehingga memperbaiki
status gizi melalui peningkatan penyerapan zat-zat gizi oleh tubuh
 Semakin besar rasio rumah tangga tanpa akses air bersih diduga akan
berpengaruh terhadap kerentanan pangan wilayah.
(DKP dan WFP 2015; Pemprov NTT et al. 2015; Kavosi et al. 2014; Khan dan Gill 2009;
c. Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap
kepadatan penduduk
 Indikator rasio tenaga kesehatan mengukur
bagaimana kesesuaian jumlah ketersediaan tenaga
kesehatan terhadap jumlah masyarakat yang
dilayaninya.
 Tenaga kesehatan terdiri dari dokter umum, dokter
gigi, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya.
 Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan
terhadap kepadatan penduduk akan mempengaruhi
tingkat kerentanan pangan wilayah

(Lubis 2010 dan Sofiati 2009)


Perhitungan:
 Indikator ini dihitung dengan membagi jumlah penduduk di suatu
wilayah dengan jumlah tenaga kesehatan. Hasilnya kemudian dibagi
dengan kepadatan penduduk untuk memperoleh jumlah populasi
terkoreksi yang dilayani per tenaga kesehatan.

X = (A/B)/C
X : Rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap kepadatan
penduduk
A : Jumlah Penduduk B : Tenaga kesehatan
C : Kepadatan penduduk

 Semakin tinggi nilai rasio maka semakin rentan daerah tersebut.


d. Persentase Balita stunting
 Balita stunting adalah anak di bawah lima tahun yang tinggi badannya
kurang dari -2 Standar Deviasi (-2 SD) dengan indeks tinggi badan
menurut umur (TB/U) dari referensi khusus untuk tinggi badan
terhadap usia dan jenis kelamin (Standar WHO, 2005).
 Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang sangat baik
digunakan pada kelompok penyerapan pangan
 Balita stunting diduga akan berpengaruh positif terhadap kerentanan
pangan dan gizi.

(Pemprov NTT et al. 2015; DKP dan WFP 2009; Sabarella 2005).
e. Angka Harapan Hidup pada Saat lahir

 Angka harapan Hidup menggambarkan


perkiraan lama hidup rata-rata bayi baru
lahir dengan asumsi tidak ada perubahan
pola mortalitas sepanjang hidupnya.
 Angka harapan hidup merupakan salah satu
indikator tingkat kesehatan masyarakat.
(DKP dan WFP 2009; BKP dan WFP 2013).
Range Indikator Aspek Pemanfaatan Pangan
No Indikator Range Dasar
Penetapan
1. Rata-rata Lama Sekolah <6 Sebaran
Perempuan di atas 15 Tahun
6 - < 6,5 empiris;
6,5 - < 7,5 definisi;
7,5 - < 8,5 standar
8,5 - < 9 nasional
≥9
2. Persentase Rumah Tangga Tanpa ≥ 70 Sebaran
Akses ke Air Bersih
60 - <70 empiris;
50 - <60 definisi
40 - <50
30 - <40
No Indikator Range Dasar
Penetapan

3. Rasio jumlah penduduk per ≥30 Sebaran


tenaga kesehatan terhadap 20 - <30 empiris
tingkat kepadatan penduduk
15 - <20
10 - <15
5 - <10
<5
4. Persentase Balita stunting ≥ 40 Standar Nasional
30 - < 39 dan
20 - < 29 Internasional
< 20 (WHO 2000)
No Indikator Range Dasar
Penetapan

5. Angka Harapan Hidup pada ≤58 Sebaran


Saat lahir >58 - 61 empiris;
>61 - 64 FSVA 2009

>64 - 67 dan 2015


>67 - 70
> 70
IV KERENTANAN PANGAN
TRANSIEN

36
1. Definisi
 Kerentanan terhadap kerawanan pangan transien
adalah ketidakmampuan sementara yang bersifat jangka
pendek untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum
yang sebagian besar berhubungan dengan faktor dinamis
yang dapat berubah dengan cepat.
 Perubahan faktor dinamis tersebut pada umumnya
menyebabkan kenaikan harga pangan yang lebih
mempengaruhi penduduk miskin mengingat sebagian
besar dari pendapatan penduduk miskin digunakan untuk
membeli makanan.
2. Indikator
a. Bencana alam yang terkait iklim
b. Variabilitas curah hujan
c. Kehilangan produksi
d. Deforestasi

38
2. Penjelasan Indikator
a. Bencana alam
 Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang
mengancam/mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam, maupun manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
 Bencana terbagi dalam bencana alam, sosial, teknologi dan
bencana lingkungan.
 Sumber data: BPBD Provinsi, 2016/2017.
b. Variabilitas curah hujan
 Variabilitas iklim secara langsung mempengaruhi
aspek dari ketahanan pangan, khususnya aspek
ketersediaan pangan dan distribusi pangan.
 Peristiwa bencana alam seperti kekeringan dan
banjir, berkaitan dengan karakteristik dan fluktuasi
curah hujan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik global, regional maupun lokal.
 Sumber data: BMKG, 2016/2017.
Penjelasan Indikator

c. Kehilangan produksi
 Produksi dan produktivitas tanaman pangan
sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan
cuaca.
 Daerah yang rusak didefinisikan sebagai suatu
daerah yag produksi pangannya menurun
akibat bencana alam (banjir, kekeringan) dan
penularan hama oleh Organisme Penganggu
Tanaman (OPT).
 Sumber data: Distan, 2016/2017.
Penjelasan Indikator

d. Deforestasi

 Deforestasi adalah perubahan kondisi penutupan


lahan dari hutan menjadi non hutan.
 Perubahan penutupan lahan pada kawasan hutan
berjalan dengan cepat yang dapat menyebabkan
menurunnya kondisi hutan dan berkurangnya luas
penutupan hutan.
 Sumber data: KemenLH dan Hut 2016/2017.
III METODE ANALISIS
1. Analisis Indikator Individu
Penentuan cut off point menggunakan metode
sebaran empiris atau mengikuti aturan
internasional/nasional.
Metod 2. AnalisisKomposit
e  Menggunakan 9 indikator dari tiga aspek, yaitu
Analisi ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan
 Metode analisis menggunakan “Metode
s Pembobotan”:
1. Analisis Komponen Utama (PCA)
2. Expert Judgement
TAHAPAN PENYUSUNAN FSVA PROVINSI
JAWA TENGAH TAHUN 2018
1. Penyusunan Tim Teknis FSVAProvinsi

ANGGOTA
BAPPEDA, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas
Kehutanan, BPBD,, Badan Pusat Statistik.

TUGAS
1.Melakukan pertemuan penetapan
metodologi dan indikator FSVA
2.Melakukan konsolidasi, kompilasi dan
analisis data indikator FSVA
3.Mengolah dan menganalisis data dari
indikator ketahanan dan kerentanan pangan
sebagai bahan penyusunan FSVA
4.Melakukan pertemuan koordinasi
2. SOSIALISASI FSVA
TUJUAN
Menyamakan persepsi dan mempercepat penyusunan
FSVA Tingkat Provinsi Tahun2018

PESERTA
Tim FSVA Provinsi Dan Petugas Kabupaten/Kota

Materi
1. Sosialisasi Penyusunan FSVA (Konsep dan Metodologi)
2. Penyiapan Data Level Kecamatan
3. Penyiapan Data Tingkat Kecamatan
DISIAPKAN PROVINSI DISIAPKANPUSAT
NO DATA TAHUN INSTANSI
1 Produksi padi, jagung, ubi 2014- DISTAN, BPS
1. Proporsi
kayu, dan ubi jalar 2016 Pengeluaran
2 Tenaga Kesehatan 2017 Dinas Kesehatan 2. Akses Listrik
3. Rata-rata Lama
3 Balita Stunting 2017 Dinas Kesehatan Sekolah Perempuan
4. Akses Air Bersih
4 Persentase Penduduk 2017 BPS, Dinsos 5. Angka Harapan
SMALL AREA
miskin BAPPEDA Hidup
5 Jumlah penduduk 2017 BPS
ESTIMATION
6 Bencana Alam 2017 BPBD (BPS, IPB, BKP)
7 Luas Puso 2017 Distan
8 Curah Hujan 2017 BMKG
9 Deforestasi 2017 Dinas Kehutanan
4. Validasi dan Analisis Data
PESERTA
TIM FSVA (BAPPEDA, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Dinas
Kesehatan, dan Badan Pusat Statistik).

KEGIATANVALIDASI
1. Data Kecamatan (Sektoral dan SAE)
2. Data Tingkat Kabupaten

Analisis Data
Penyusunan Buku FSVA

PUBLIKASI
43

Anda mungkin juga menyukai