Anda di halaman 1dari 60

PERBANDINGAN TAX TREATY DALAM

MODEL OECD, UN, DAN MODEL


INDONESIA

BY
SUHARTINI
MODEL
OECD (Organization For Economic
UN (United Nations) Cooperation and Dvelopment)

• Model yang dikembangkan • Model yang dikembangkan


untuk memperjuangkan oleh negara-negara Eropa
kepentingan negara-negara Barat, prinsip yang
berkembang, sehingga digunakan adalah azas
prinsip sumber penghasilan pengenaan pajak domisili
tergambar dalam model ini
MODEL INDONESIA
• Adalah Model P3B yang merupakan
pengembangan dari kedua model tersebut,
yaitu UN dan OECD
Pasal 1 (Person covered)
tentang orang yang tercakup dalam persetujuan
• This convention shall apply to persons who are
residents of one or both of constracting states.
• Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan
badan-badan yang merupakan penduduk salah
satu atau kedua negara yang terikat persetujuan .
• UN maupun OECD model, tidak ada perbedaan .
Model Indonesia mengganti istilah convention
dengan agreement.Istilah agreement digunakan
karena sesuai pengertian bahwa P3B bukanlah
perjanjian namun persetujuan.
Pasal 2 (Taxes Covered)
tentang pajak-pajak yang tercakup dalam persetujuan
• UN,OECD, dan Model Indonesia pada umumnya tidak ada
perbedaan
• Model Indonesia mengganti istilah convention dengan
agreement
• Model indonesia pengenaan pajak hanya atas pajak
penghasilan dan semua pajak yang dikenakan atas seluruh
penghasilan, atau unsur dari penghasilan termasuk pajak atas
keuntungan dari pemindahtanganan harta bergerak atau
harta tidak bergerak.
• Negara Indonesia memang tidak mengenakan pajak atas
kekayaan, namun jika terdapat tambahan kekayaan neto
lainnya sesuai pasal 4 ayat 1 huruf p UU PPh juga merupakan
objek pajak.
Pasal 3 (General Definitions)
tentang istilah umum

Pasal 3 ayat 1 :
1. Istilah “person” meliputi orang pribadi,
perseroan dan setiap badan lainnya dari
person.;
2. Istilah “company” berarti setiap badan usaha
atau setiap kesatuan yang terlibat dalam
persetujuan sebagai sebuah badan usaha
untuk tujuan perpajakan.
3. Istilah “perusahaan” dari suatu negara pihak
pada persetujuan dan perusahaan dari suatu
pihak pada persetujan lainnya” berarti suatu
perusahaan yang dijalankan oleh penduduk
suatu negara yang terlibat dalam persetujuan
dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh
penduduk suatu negara lainnya yang terlibat
dalam persetujuan.
4. Istilah “lalu lintas internasional” berarti
setiap pengangkutan oleh kapal laut atau
pesawat udara yang dioperasikan oleh
perusahaan yang menempatkan efektif
manajemennya di suatu negara pihak pada
persetujuan (domisili), kecuali jika kapal laut
atau pesawat udara itu semata-mata
dioperasikan antara tempat-tempat yang
berada di negara pihak pada persetujuan
lainnya.
5. Istilah pejabat yang berwenang berarti:
a)Di negara A : ……………..
b)Di negara B : ……………..
6. Istilah warga negara berarti:
a)Setiap individu yang memiliki kewarganegaraan dari
salah satu negara yang terlibat pada persetujuan.
b)Setiap badan hukum, persekutuan atau asosiasi
yang memperoleh statusnya karena undang-undang
yang berlaku pada negara yang terlibat dalam
persetujuan.
Perbedaan :
• UN,OECD, dan Model Indonesia pada
umumnya tidak ada perbedaan
• Pada pasal 3 ayat 1, model Indonesia
menambahkan istilah Indonesia, yaitu suatu
wilayah teritorial dari Republik Indonesia
sebagaimana ditentukan dalam hukumnya,
dan bagian dari landasan kontimental dan laut
yang berbatasan dengan Republik Indonesia
yang mempunyai kadaulatan, hak kedaulatan
atau juridiksi menurut hukum internasional.
• Pada pasal 3 ayat 1huruf e, istilah lalu lintas internasional
menurut model Indonesia adalah jasa angkutan oleh
kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh sebuah
perusahaan yang di negara yang terikat persetujuan,
kecuali jika kapal laut atau pesawat udara itu semata-
mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di
nrgara pihak pada persetujuan lainnya.
• Sedangkan OECD Model, menambahkan istilah
perusahaan dan istilah usaha. Istilah “perusahaan” yang
melakukan kegiatan dalam berbagai usaha. Sedangkan
istilah usaha termasuk jasa-jasa profesional dan kegiatan
lainnya dari suatu pekerjaan bebas.
Pasal 3 ayat 2
• Dalam penerapan persetujuan ini oleh suatu negara yang terlibat
dalam persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali jika
dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan diartikan
menurut perundang-undangan pajak dari negara yang terlibat
dalam persetujuan yang berlaku pada saat itu. Dan bila istilah yang
sama diberikan oleh undang-undang lain di negara tersebut maka
yang berlaku adalah arti yang ada di dalam undang-undang
perpajakan.
• Bilamana terdapat istilah yang tidak dirumuskan dalam perjanjian
ini, sehingga dapat diartikan lain, maka harus diartikan menurut
Undang-undang perpajakan di negara sumber penghasilan, bila
istilahnya sama namun mengandung arti yang berbeda antara
Undang-undang perpajakan dengan undang-undang lainnya, maka
yang dipakai arti sesuai undang-undang perpajakan. (Penjelasan)
Pasal 4 (Tentang resident)
tentang penduduk
Pasal 4 ayat 1 :
• Untuk kepentingan persetujan ini istilah “penduduk dari negara
yang mengadakan persetujuan” berarti setiap orang atau badan
yang, menurut perundang-undangan negara tersebut, dapat dikenai
pajak di negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya,
tempat kedudukan manajemennya atau dasar lainnya yang sifatnya
serupa.
• Bahwa penghasilan dikenakan berdasarkan azas domisili, hal ini
mengingat adanya negara yang memberikan sumber penghasilan
juga mengenakan pajak dan negara domisili juga mengenakan pajak
oleh karena itu terdapat kalimat dapat, karena kedua negara yang
terlibat dalam perjanjian mengenakan pajak. (Penjelasan)
Untuk menghindari pemajakan ganda, maka negara sumber
memotong pajak dan diperhitungkan kembali penghasilan dan pajak
yang dibayar di negara domisili
Perbedaan :
• Model UN, menambah kalimat place of
incorporation, yaitu tempat perusahaannya.
Sedangkan untuk pasal 4 dan ayat lainnya
antara model UN dan OECD tidak ada
perubahan.
• Model Indonesia mengganti islilah convention
dengan agreement
• Model Indonesia tidak menggunakan pasal 4
ayat 2 huruf d.
Pasal 5 (Permanent Estabilishment)
tentang Badan Usaha Tetap
1. Dalam pasal 5 ayat 1, Model Indonesia
menggunakan istilah agreement sedangkan UN
dan OECD Model menggunkan istilah convention
2. Dalam pasal 5 ayat 2, Model Indonesia
menambahkan bahwa BUT termasuk gudang
atau gerai penjualan dan sebuah pertanian atau
perkebunan, serta tempat pengeboran minyak
atau kapal kerja yang digunakan untuk ekplorasi
dan eksploitasi sumber kekayaan alam.
3. Dalam pasal 5 ayat 3 Tax Treaty, OECD hanya
menjelaskan bahwa sebuah Bangunan ,
konstruksi, atau proyek instalasi dianggap BUT
kalau kegiatannya berlangsung selama lebih dari
12 bulan, sedangkan UN Model 6 bulan, dan
Indonesia Model menambahkan atau aktivitas
berlanjut selama periode lebih dari …….. bulan.
4. Pasal 5 ayat 4 model Indonesia menambah
pengecualian BUT adalah pengurusan suatu
tempat tertentu dari suatu usaha semata-mata
dengan maksud untuk tujuan iklan atau
penyediaan informasi.
5. Ayat 5 Model OECD hanya menjelaskan bahwa dapat juga
dianggap memiliki BUT di sebuah negara apabila memiliki
kuasa untuk menandatangani kontrak atas nama perusahaan
tersebut, kecuali jika kegiatannya semata-mata sebagaimana
disebutkan Pasal 5 ayat 4.
6. Model indonesia menambahkan dalam Pasal 5 ayat 4, bahwa
yang dianggap BUT apabila membuat atau melakukan proses
barang-barang perusahaan atau barang persediaan untuk
perusahaan induk di suatu negara lain.
7. Dalam ayat 6, Model OECD tidak mengatur tentang
perusahaan asuransi yang melakukan usaha di suatu negara
lain.
8. Dalam ayat 7 Model OECD tidak mengatur adanya agen
yang semata-mata menjalankan atas nama
perusahaannya saja atau tidak, yang penting jika
usahanya semata-mata sebagai agen maka tidak
dianggap sebagai BUT, sedangkan model UN maupun
Indonesia menambahkan, jika kegiatan agen seluruhnya
atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama
perusahaan itu, ia dianggap sebagai BUT, karena bukan
dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri.
9. Ayat lainnya tidak ada perbedaan antara UN, OECD dan
model Indonesia
Pasal 6 (Income From Immovable Property)
tentang Pendapatan dari harta tidak bergerak
• Model UN dan Indonesia pasal 6 ayat 4
menambahkan kalimat untuk dikenakan pajak
atas harta tidak bergerak juga terhadap
penghasilan dari harta tak gerak yang
digunakanuntuk pelaksanaan jasa-jasa profesi.
Untuk ayal lainnya dalam pasal 6 model UN,
OECD dan Indonesia tidak ada perbedaan.
Pasal 7 (Business Profits)
tentang laba usaha
1. Pasal 7 ayat 1, untuk model UN dan
Indonesia, laba BUT lebih diperjelas,
termasuk jika perusahaan induk melakukan
Penjualan barang-barang atau barang
dagangan di negara lainnya, yang jenisnya
sama atau serupa, atau kegiatan usaha
lainnya yang dilakukan di negara lain yang
jenisnya sama atau serupa seprti yang
dilakukan BUT di negara sumber.
2. Pasal 7 ayat 3, biaya yang tidak dapat dikurangkan
oleh BUT untuk untuk model UN dan Indonesia, lebih
diperjelas, yaitu tentang biaya yang tidak dapat
dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang
dilakukan oleh BUT kepada kantor pusatnya atau
kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari
penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan),
yaitu yang berupa royality, imbalan atau pembayaran
serupa untuk jasa yang dilakukan atau untuk jasa
manajemen atau, kecuali dalam usaha perbankan,
berupa bunga atas uang yang dipinjamkan kepada
kepala kantor pusat atau kantor-kantor lainnya.
3. Pasal 7 ayat 5, untuk model OECD, ditambah
tidak dianggap ada laba BUT, jika hanya karena
pembelian barang atau barang dagangan kepada
perusahaan induk.
4. Model Indonesia tidak menggunakan pasal 7
ayat 4 dalam UN model, Indonesia tidak
menggunakan rumus atas suatu pembagian laba
BUT, namun menggunakan perbandingan omzet
untuk menentukan biaya yang wajar, bagi BUT di
dalam negeri dengan neraca konsolidasi.
Pasal 8 (shipping, inland waterways transport and air
transport)
tentang perkapalan, pengangkutan sungai dan pesawat
udara
1. Pasal 8 ayat 1, model Indonesia, menerapkan pemajakan di
negara sumber, tetapi pajak yang dikenakan akan dikurangi
dengan jumalah yang sepadan dengan 50% dari padanya.
2. Model Indonesia pada Pasal 8 ayat 2, mengatur bahwa laba
yang berasal dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur
lalu lintas internasional, hanya akan dikenakan pajak di
negara pihak pada persetujuan dimana perusahan yang
mengoperasikan pesawat tersebut berkedudukan
3. Model Indonesia tidak menggunakan pasal 8 ayat 2 dan ayat
3 di Model UN dan OECD.
• Model UN untuk pasal 8 ada alternatif A dan
alternatif B
• Model OECD dan Indonesia tidak terdapat
alternatif B
Pasal 9 (hubungan istimewa)
1. Dalam pasal 9 ayat 3, model Indonesia
menyatakan bahwa suatu negara yang terikat
persetujuan tidak akan merubah laba dari
sebuah perusahaan dalam keadaan sesuai
pada ayat 2 setelah habis batas waktu yang
disajikan dalam hukum perpajakannya.
2. Sedangkan dalam Model OECD tidak terdapat
Pasal 9 ayat3
Pasal 10 dividends
tentang dividen
1. Dalam UN, pemajakan dividen tergantung
kesepakatan kedua negara, pada umumnya lebih
rendah dari model OECD
2. OECD tarif dividen ditentukan sebesar 5% jika
kepemilikan sahamnya minimal 25%, sedangkan
laninya 15%, sedangkan model UN ditentukan
sebesar ……. Persen tergantung hasil negoisasi,
namun tarif lebih rendah jika kepemilikan
sahamnya minimal 10%
3. Model Indonesia , dalam pasal 10ayat 2,
menambahkan bahwa pembeban pajak tidak
melebihi ….. Persen dari jumlah kotor deviden.
Ayat ini tidak akan mempengaruhi pajak
perusahaan menyangkut dividen dibayar dari
laba mana yang dikeluarkan.
4. Pasal 10ayat 5, Model Indonesia menambahkan
bahwa laba BUT akan dikenakan pajak
tambahan menurut hukum UU perpajakan
Indonesia , dan pajak tersebut tidak melebihi
…..persen dari jumlah laba setelah dikurangi
Pajak Penghasilan.
5. Model Indonesia tidak menerapkan Pasal 10
ayat 5 UN model
6. Model Indonesia menambahkan Pasal 10
ayat 6, ketentuan pada ayat 5 dari pasal ini
(pasal 10), tidak mempengaruhi ketentuan
yang terkandung dalam kontrak bagi hasil
minyak dan gas yang telah diputuskan oleh
pemerintah Indonesia.
Pasal 11 (Interest)
tentang bunga
1. Pasal 11 ayat 2, UN dan Model Indonesia
menegaskan presentase tergantung kesepakatan
kedua negara, sedangkan OECD jelas
menegaskan bahwa pemajakan bunga tidak
boleh melebihi 10% dari jumlah bruto.
2. Pasal 11 ayat 4, UN lebih menjelaskan bahwa
untuk tidak dikenakan obyek bunga adalah
apabila ia menjalankan pekerjaan bebas di
negara lainnya melalui suatu tempat tetap yang
berada di sana.
3. Model Indonesia ,menambahkan Pasal 11
ayat 3, yang menyatakan bahwa bunga yang
diterima oleh pemerintah, negara bagian
atau pemerintah daerah, akan dibebaskan
penegnaan pajaknya.
4. Untuk ayat lainnya dalam Pasal 11, tidak ada
perbedaan antara UN, OECD dan model
Indonesia.
Pasal 12 (Royalties)
tentang royaliti
1. Pasal 12 ayat 2, di UN dan Model Indonesia
mengatur tarif royaliti berdasarkan
kesepakatan kedua negara dalam
persetujuan, sedangkan dalam OECD tidak
dijelaskan lebih lanjut tarif persentase atas
royaliti tersebut.
2. Pasal 12 ayat 3, di Model Indonesia, istilah “royalti” lebih
diperjelas yaitu pembayaran secara berkala atau bukan, dan dalam
bentuk apapun yang dibuat sebagai pertimbangan untuk:
a. Penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan, hak cipta
apapun, hak paten, disain atau model, rencana, rumusan yang
rahasia atau cara pengolahan, merek dagang atau hak milik
lainnya atau hak atau;
b. Penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan industri,
perdagangan atau pengetahuan perlengkapan-perlengkapan
industri.
c. Persediaan dari informasi atau pengetahuan ilmiah,
teknis, penegtahuan komersil atau industri atau
informasi; atau
d. Persediaan tentang segala bantuan yang
pokok atau sampingan tentang hak kekayaan
atau hak milik sebagaimana disebutkan
dalam subparagraph (a), apapun peralatan
seperti tersebut di dalam subparagraph (b),
atau apapun penegtahuan atau informasi
seperti tersebut di dalam subparagraph (c),;
atau
e. Penggunaan dari, atau hak untuk
penggunaan:
i. Film gambar hidup; atau
ii. Film atau video untuk digunakan dalam
penghubung dengan televisi atau
iii. Tape untuk digunakan dalam penghubung
dengan siaran radio.
• Sedangkan model OECD hanyaterbatas pada istilah
“royaliti” berarti segala jenis pembayaran yang diterima
sebagai balas jasa atas penggunaan, hak menggunakan
setiap hak cipta kesusasteraan , kesenian atau karya
ilmiah, termasuk film-film sinematografi, paten. Merk
dagang, desain atau model, rencana, rumus rahasia atau
cara pengolahan, atau untuk keterangan mengenai
pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu
pengetahuan.
• Ada perbedaan pada ayat 4 dan 5
• Ayat yang lain tidak ada perbedaan
Pasal 13 (Capital Gains)
tentang keuntungan harta bergerak
1. Model OECD, dalam pasal 13 ayat 2 keuntungan dari
pemindahtanganan harta bergerak dari BUT, tidak
mencakup definisi harta bergerak yg merupakan bg.
dari suatu tempat usaha tetap yang tersedia bagi
penduduk salah satu negara untuk melakukan
pekerjaan bebas, sedangkan model UN dan Indonesia
menjelaskan tentang tempat usaha tetap untuk
pekerjaan bebas jika melakukan pengalihan harta,
keuntungannya dikenakan di suatu tempat tetap
tersebut, karena termasuk definisi BUT.
2. Model Indonesia dan OECD, tidak menerapkan pasal 13
ayat 4 dan 5 dalam UN model.
Pasal 14 (Independent Personal Service)
tentang pekerjaan bebas
1. Salam OECD Model, pasal 14 dihapus, sedangkan
dalam model Indonesia dalam ayat 1 Pendapatan
yang diperoleh penduduk dari suatu negara yang
terkait persetujuan menyangkut jasa yg profesional
atau aktivitas lainnya yang berdiri bebas, akan dapat
dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika ia
mempunyai suatu tempat tertentu yg secara teratur
menyediakan untk pegawai pekerja bebas di negara
lain untuk kepentingan melakukan aktivitas atau ia
hadir di negara lain untuk suatu periode atau melebihi
periode-periode …..hari selama 12 bulan. Jika …..
2. Untk model Indonesia pasal 14 ayat 1 huruf a dan b,
sudah diatur dalam pasal 14 ayat 1
Pasal 15 (Dependent Personal Services)
tentang pekerjaan dalm hubungan kerja
1. Tdk ada perbedaan dalam pasal 15 ayat 1 dan
2, baik UN, OECD maupun Indonesia
2. Dalam Pasal 15 ayat 3 Indonesia model tidak
mengatur penghasilan pekerjaan di atas
perahu dlm pengangkutan sungai, yg dpt
dikenakan pajak di negara yg terlibat dlm
persetujuan dimana pimpinan perusahaan
berada.
Pasal 16 (Directors’fee)
1. Dalam Model OECD tidak mengatur tentang penghasilan lain-lain
yang kedudukannya sebagai manejer dapat dikenakan pajak di
Negara lain.
2. Dalam Model Indonesia, menjelaskan ketentuan sehingga menjadi
sebagai berikut; Pembayaran direktur dan lain pembayaran yang
serupa yang diperoleh oleh penduduk dari suatu negara yang
terikatpersetujuan didalam kapasitasnya sebagai anggota dari
dewan direktur atau badan yang serupa dari suatu perusahaan
yang berkedudukan di negara dikenakan pajak di negara lain
tersebut.
3. Dalam Model Indonesia, memperjelas ketentuan sehingga
menjadi sebagai berikut ; Penggajian sesorang sebagaimana dalam
ayat 1 diperoleh dari perusahaan menyangkut fungsi yang sehari-
hari dilakukan oleh seorang manajer atau tehnik dapat dikenakan
pajak berdasarkan pasal 15.
Pasal 17 (Artistes and sportspersons)
tentang artis dan atlit
1. Istilah olahragawan, jika model UN adalah Sportsperson,
Model OECD adalah Sportsman sedangkan Model
Indonesia adalah Athlete.
2. Model Indonesia menambahkan dalam pasal 17 ayat 3,
menyimpang dari ketentuan dalam ayat 1 dan 2,
pendapatan yang diperoleh dari aktivitas yang disebut di
dalam ayat yang dilakukan di bawah suatu pengaturan
atau persetujuan antara negara yang terikat persetujuan
akan dibebaskan dari pajak di negara yang terikat
persetujuan di mana aktivitas dilakukan jika kunjungan ke
negara lain secara keseluruhan atau pada hakekatnya
didukung oleh dana salah satu atau kedua negara yang
terikat persetujuan, suatu otoritas yang lokal atau institusi
publik negara tersebut
Pasal 18 (Pensions and social security payments)
tentang pembayaran pensiunan dan jaminan sosial
• Alternatif A
1. Model OECD, tidak mengatur pasal 18 ayat 2 dalam
alternatif A dan tidak juga mengatur alternatif B
sebagaimana diatur dalam UN Model.
2. Dalam pasal 18 ayat 2, Model Indonesia
menambahkan tentang ketentuan istilah “Anuitas
(Tunjangan Tahunan)” berarti suatu penjumlahan
yang dinyatakan sebagai hutang pada waktu tertentu
yang dinyatakan selama hidup atau selama suatu
periode yang dapat diketahui atau ditetapkan tentang
kewajiban untuk melakukan pembayaran sebagai hasil
pertimbangan dalam pengembalian uang.
• Alternatif B:
1. Tunduk pada ketentuan2 ayat 2 pasal 19, pensiun dan imbalan
sejenis lainnya yg dibayarkan kepada penduduk suatu negara
pihak pd persetujuan akibat hubungan kerja masa lalu, dapat
dikenakan pajak di negara itu
2. Namun, pensiun tersebut dan pembayaran sejenisnya dpt juga
dikenai pajak di negara lainnya bila penbayrab tsb dilakukan oleh
penduduk negara lain itu atu BUT yg berada di negara itu.
3. Menyimpang dari ketentuan ayat 1 dan 2, pensiun yg dibayar atau
pembayran2 yg sejenis yg dibayar dlm rabgka program umum
sebagai bg. dari jaminan sosial dari salah satu negara atau bg.
Ketatanegaraannya hanya dikenai pajak di negara itu.
• Sebagai neg. berkembang Indonesia sebaiknya
menggunakan alternatif B karena pengenaan
pajaknya berdasarkan atas sumber
penghasilan. Pengenaan pajak ini juga
dikarenakan yg memberi penghasilan adalah
negara sumber.
• Model OECD dan Indonesia, tidak ada model
alternatif pasal 18B
Pasal 19 (Government service)
tentang jasa pemerintah
• Tidak ada perbedaan
Pasal 20 (Student)
tentang pelajar
1. Untuk pasal 20 model UN dan OECD, tidak ada
perbedaan untuk students. Model Indonesia
diatur dalam pasal 21.
2. Namun Model Indonesia dalam Pasal 20, bukan
pelajar, namun ada ketentuan lain mengenai
guru dan peneliti. Inilah salah satu hal yang
membedakan model Indonesia dengan model
UN dan OECD, dimana tidak diatur tentang
pemajakan atas penghasilan guru dan peneliti.
3. Pasal 20 Model Indonesia menjelaskan tentang Perorangan yang
mengunjungi untuk sementara ke suatu Negara Pihak pada
persetujuan dan yang diundang oleh Pemerintah dari Negara yang
terikat persetujuan tersebut pertama atau dari suatu Universitas,
perguruan tinggi, sekolah, musiman atau institusi budaya di
Negara Yang disebut pertama, atau dibawah suatu program acara
pemerintahan tentang pertukaran budaya, hadir oleh karena
Contracting State/Negara yang terikat persetujuan untuk suatu
periode tidak melebihi dua tahun berurutan semata-mata untuk
kepentingan pengajaran, member ceramah kuliah atau
menyelesaikan riset pada institusi tersebut akan dibebaskan pajak
di Negara yang terikat persetujuan atas sejumlah penggajian yang
diperoleh dari aktivitas tersebut, dengan ketentuan bahwa
pembayaran dari penggajian tersebut diperoleh dari Negara lain
yang Terikat persetujuan.
Pasal 21 (Other Income)
tentang pendapatan lain-lain
1. Model OECD, pendapatan lain-lain yang menyangkut
pendapatan lain sehubungan pekerjaan bebas pada suatu
tempat tertentu di Negara lain, tidak diatur
2. Model UN menambahkan ayat tambahan bilamana
penghasilan lain-lain tidak diatur dalam Tax Treaty, maka
dikenakan pajak di Negara sumber penghasilan
3. Sedangkan Model Indonesia hanya mengatur satu ayat
dalam pasal 22 tentang pendapatan lain-lain, yaitu Jenis-
jenis penghasilan lainnya dari salah satu Negara, dari
manapun asalnya, dan tidak tunduk kepada pasal-pasal
terdahulu dalam persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak
di Negara tersebut, selain dari pendapatan dalam wujud
lotere, hadiah akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 22 (Capital)
tentang kekayaan
1. Model Indonesia tidak mengatur pajak atas
kekayaan namun mengatur pajak
pendapatan, pengalihan tanah dan bangunan
juga dimaksudkan adalah pendapatannya
yang dikenakan pajak.
2. Model OECD, tidak mengatur suatu tempat
tertentu untuk melaksanakan pekerjaan
bebas dianggap sebagai BUT
Pasal 23 A (Exemption Method)
1. Model OECD menambahkan ketentuan ayat 4, yaitu ketentuan dari ayat
1 tidak berlaku bagi pendapatan yang diperoleh atau kekayaan yang
dimiliki oleh penduduk dari suatu Negara yang terikat persetujuan di
mana Negara lain yang terikat persetujuan menggunakan ketentuan dari
perjanjian ini untuk membebaskan pendapatan atau kekayaan dari pajak
atau menggunakan ketentuan dari pasal 10 ayat 2 dan Pasal 11 untuk
pendapatan seperti itu.
2. Model Indonesia hanya mengatur satu ayat dalam Pasal 23 A, Tax Treaty,
yaitu dimna penduduk dari suatu Negara yang terikat persetujuan
memperoleh pendapatan dari Negara lain yang terikat persetujuan,
jumlah pajak terutang di Negara lain yang terikat persetujuan menurut
Perjanjian ini, dapat dikreditkan terhadap pajak di Negara yang terikat
persetujuan yang tersebut pertama di tempat ia berkedudukan. Jumlah
kredit, bagaimanapun, tidak melebihi jumlah pajak atas negara yg
teruikat persetujuan yg tsb pertama pada pendapatan itu dihitung
menurut peraturan dan hukum perpajakannya.
Pasal 23 B (Credit Method)
• Model Indonesia tidak mengatur Pasal 23 B
tax treaty, sedangkan untuk ketentuan pasal
23 B, baik UN mdan OECD, tidaka ada
perbedaan ketentuan.
Pasal 24 (Non Discrimination)
tentang tidak diskriminasi
• Model Un dan OECD, tidak ada perbedaan,
sedangkan model Indonesia, tidak
menerapkan 24 ayat 2 dan ayat 6 model UN,
dan menambah ketentuan pada ayat 5, yaitu ;
pada pasal ini istilah perpajakan berarti pajak-
pajak yang tunduk pada perjanjian ini.
Pasal 25 (MuTual Agreement Procedure)
tentang tata cara persetujuan bersama
1. Dalam pasal 25 ayat 4 Model UN menambah ketentuan, Pejabat
yang berwenang melalui konsultasi dapat mengajukan
permohonan prosedur antar kedua Negara, kondisi, metode dan
tehnik untuk melaksanakan prosedur persetujuan bersama untuk
melaksanakan pasal ini. Jika ada tambahan, pejabat-pejabat yang
berwenang dapat menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat,
cara-cara dan tehnik-tehnik untuk memfasilitasi tindakan kedua
Negara yang disebutkan diatas dan melaksanakan prosedur
persetujuan bersama yang diatur dalam pasal ini.
2. Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 2, tidak menambahkan
kalimat setiap pemufakatan yang telah dicapai harus dilaksanakan
meskipun terdapat pembatasan waktu dalam Undang-undang
Nasional.
3. Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 4, tidak
menambahkan kalimat jika ada tambahan, pejabat-pejabat
yang berwenang dapat menetapkan prosedur-prosedur,
syarat-syarat, cara-cara dan tehnik-tehnik untuk
memfasilitasi tindakan kedua Negara yang disebutkan diatas
dan melaksanakan prosedur persetujuan bersama yang
diatur dalam pasal ini
4. Ketentuan lainnya antara ke-3 model perjanjian perpajakan
tidak ada perbedaan.
Pasal 26 (Exchange of Information)
tentang pertukaran informasi
1. Dalam pasal 26 ayat 1 Model UN, menambahkan
ketentuan Para pejabat yang berwenang melalui
konsultasi, dapat menetapkan syarat, metode
dan tehnik yang berkaitan dengan masalah-
masalah pertukaran informasi yang menyangkut
penghindaran pajak.
2. Ketentuan lainnya dalam pasal 26, untuk Model
UN,OECD dan Indonesia tidak ada perbedaan.
Pasal 27 (Members of Diplomatic
Missions and consular posts)
• Tidak ada perbedaan
Pasal 28 ( Territorial Extension)
tentang perluasan wilayah perjanjian
• Ketentuan dalam pasal 28, tentang perluasan
wilayah perjanjian, tidak diatur dalam model
UN, dan Indonesia.
Pasal 29 (Entry Into Force)
tentang berlakunya persetujuan
1. Ketentuan dalam pasal 29, untuk Model UN, EOCD tidak ada
perbedaan
2. Model Indonesia, lebih menjelaskan bahwa persetujuan ini akan
memiliki kekuatan setelah pemerintah yang terkait dalam
persetujuan memberitahukan satu sama lain secara tertulis
melalui saluran diplomatik, bahwa pembentukan yang diperlukan
secara konstitusional yang menyangkut Negara yang terikat
persetujuan untuk memberlakukan persetujuan harus ditaati.
Persetujuan ini akan mempunyai dampak :
• Menyangkut pajak yang dipotong dari Negara sumber pendapatan
yang diperoleh pada atau setelah 1 Januari dalam tahun yang
berikutnya dimana perjanjian ini mulai diberlakukan.
• Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan yang lain, untuk tahun
yang dapat dikenakan pajak yang mulai pada atau setelah 1
Januari tahun berikutnya dima persetujuan ini diberlakukan.
Pasal 29 (Termination)
tentang berakhirnya persetujuan
1. Model UN dan OECD tidak ada perbedaan dalam materi,
namun dalam ketentuan pasal, UN diatur dalam pasal 29
sedangkan OECD diatur dalam pasal 30.
2. Sedangkan Model Indonesia mengatur sendiri, yaitu
persetujuan ini akan tetap berlaku tanpa batas waktu,
salah satu dari kedua negara dapat mengakhiri perjanjian
ini melalui saluran diplomatik, dengan mengirimkan surat
pemberitahuan tertulis mengenai penghentian
persetujuan kepada Negara lainnya, pada tanggal atau
sebelum tanggal 30(tiga puluh) bulan Juni setiap tahun
takwin berikutnya setelah jangka waktu 5(lima) tahun
terhitung tanggal berlakunya perjanjian.
• Dalam hal demikian, persetujuan ini akan tidak
berlaku bagi kedua Negara:
a. Menyangkut pendapatan yang diperoleh selama
tahun pajak yang dimulai atau setelah 1 januari
tahun takwin berikutnya setelah pemberitahuan
ini.
b. Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan yang
lain, untuk tahun yang dapat dikenakan pajak
yang mulai pada atau setelah 1 januari tahun
berikutnya dimana persetujuan ini berakhir.
Sekian

Anda mungkin juga menyukai