Anda di halaman 1dari 24

KLAUDIKASIO

Nama :
Pangeran Baso

Pembimbing :
dr. Sumarni, Sp.JP
 Penyakit arteri perifer atau peripheral artery disease
(PAD) merupakan suatu kondisi adanya lesi yang
menyebabkan aliran darah dalam arteri yang mensuplai
darah ke ekstremitas menjadi terbatas.
Definisi
 Klaudikasio didefinisikan sebagai kelemahan,
ketidaknyamanan atau nyeri yang terjadi pada
sekumpulan otot tungkai yang spesifik saat iskemik
yang dipicu oleh aktivitas.
Gejala Klinis

 Nyeri saat berolahraga, rasa sakit atau ketidaknyamanan


pada kaki, betis, paha, pinggulatau bokong tergantung
dimana penyempitan atau kerusakan yang terjadi.
 Nyeri intermitten, nyeri timbul dan hilang, timbul saat
beraktifitas, dan menghilang saat istirahat.
 Nyeri saat istirahat, menandakan klaudikasio sudah dalam
keadaan parah.
 Kulit berubah warna atau ulserasi. Jika aliran darah
sangat kurang, jari-jari kaki mungkin terlihat kebiruan
atau rasa dingin saat di sentuh
 Keterbatasan aliran darah pada arteri dapat menimbulkan
kondisi iskemia karena terdapat ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan.

 Aktivitas pada tungkai seperti pada saat seseorang berolahraga


merupakan kondisi yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan
tersebut mengingat penggunaan otot skeletal akan
meningkatkan kebutuhan aliran darah ke otot tersebut.

 Sementara itu, adanya stenosis atau sumbatan pada arteri


menyebabkan tidak mampunya kebutuhan tersebut terpenuhi.
 Lokasi dari stenosis arteri berhubungan dengan keluhan di

kaki yang spesifik. Segmen arteri yang terserang selalu


terletak disebelah proksimal otot yang iskemik.

 Oklusis di A. Iliaca dapat mencetuskan nyeri di paha,

pinggul, dan pantat serta betis.

 Oklusi di A. Femoralis & A. Poplitea dapat menyebabkan

nyeri betis dan nyeri kaki dan baal.


Metode Diagnostik
 Pasien dengan kelainan vaskular dapat dinilai secara akurat
dengan teknik diagnosis non-invasif yaitu, ankle-toe brachial
index, pengukuran tekanan segmental, duplex ultrasound
imaging, doppler waveform analysis dan tes olahraga (exercise
test).

 Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan MRA (magnetic


resonance angiography) dan CTA (Computed tomography
angiography )
1. Ankle Brachial Index
 Rasio tekanan darah pada ankle serta lengan. Normal apabila
≥1.0 sedangkan indeks kurang dari 0.9 dapat membantu
menegakan diagnosis PAD. Pada kondisi tersebut pasien
seringkali sudah mengeluhkan klaudikasio. Sementara itu, jika
indeks sudah mencapai <0.5, pasien biasanya sudah
mengalami klaudikasio pada saat istirahat
 ABI diukur dengan cara mengukur tekanan darah sistolik baik
dari kedua A. Brachialis dan A. Tibialis Posterior dan A.
Dorsalis Pedis setelah pasien beristirahat pada posisi
terlentang selama 10 menit.
Dalam penelitian oleh Lijmer, sensitivitas dari
ABI adalah 79% dengan spesifitas 96% untuk
mendeteksi adanya stenosis sebesar 50% dari
diameter lumen
2. Pengukuran tekanan segmental

 Tekanan arteri dapat diukur juga dengan

plethysmography cuff yang ditempatkan dibeberapa titik


sepanjang tungkai.

 Tidak seperti ABI, analisis tekanan segmental ini dapat

menentukan secara tepat lokasi terjadinya stenosis.


Misalkan apabila terdapat perbedaan gradien antara A.
Brachialis dengan di paha bagian atas, maka terdapat
stenosis signifikan di Aortoiliaca.
 Perbedaan tekanan gradien sebesar 19% sudah cukup
menunjukkan adanya stenosis fokal penting.
3. Exercise testing-Treadmill
 Tes ini dapat mengevaluasi signifikansi klinis dari stenosis
arteri perifer dan dapat menyajikan bukti objektif dari
kapasitas berjalan pasien. Jarak paling awal terjadinya
Klaudikasio ialah saat pasien tidak dapat melanjutkan berjalan
karena ketidaknyamanan dikaki karena berat.
 Protokol yang digunakan adalah memakai treadmill dengan
monitor yang sudah ditentukan kecepatan dan sudut
kemirinangnya. Biasanya tes ini dimulai dari tingkat
kemiringan 12% dengan kecepatan 1,5 – 2 mil/jam.
 Treadmil ini dapat menyediakan data apakah stenosis yang
terjadi berkontribusi pada keluhan pasien terhadap nyeri kaki
saat beraktivitas.
4. Duplex ultrasound imaging
Merupakan metode non invasif untuk menilai baik karakteristik
anatomis dari arteri perifer dan juga fungsi akibat stenosis arteri.

Gambar duplex ultrasonogram di bifurcatio A.Femoralis.


 Gambar atas : menunjukkan gambaran normal greay-scale dari
arteri dimana intima tidak menebal dan lumen paten dan lebar.
Gambar bawah : rekaman pulse doppler velocity. Muncul profil
trifasik, selubung yang tipis dan peak systolic velocity nya dalam
batas normal.
 Pada arteri yang mengalami stenosis, kecepatan aliran darah akan
meningkat pada lumen yang menyempit. Karena kecepatan aliran
didistal stenosis, sehingga terdapat corak dan warna yang berbeda.
 Kenaikan 2x lipat atau lebih pada peak systolic velocity di tempat
plak ateroskeloris mengindikasikan adanya stenosis lebih besar
dari 50%.
 Peningkatan 3x lipat menggambarkan adanya 75%, sedangkan bila
tidakada aliran sama sekali mengindikasikan adanya oklusi.
5. Magnetic resonance angiography

 MRA dapat secara Non Invasif memvisualisasikan Aorta dan

arteri perifer.

 Sensitivitas 93-100% dengan spesifitas 96-100% untuk aorta,

A. Iliaka, A.Femoropopliteal dan A.Tibioperoneal

 Saat ini MRA adalah modalitas terbaik untuk mengevaluasi

pasien yang simtomatik untuk pembuatan keputusan dilakukan


tindakan endovaskular dan intervensi bedah.
6. Computed Tomographic Angiography (CTA)
CTA menggunakan Kontras yang disuntikkan secar intra
vena.
Algoritma manajemen dari Klaudikasio sebagai
berikut

Reduksi risiko (Farmakologis)


Antiplatelet (aspirin)
• Penyakit inflow : harus dicurigai pada individu dgn klaudikasio di pantat atau paha dengan
perlemahan nadi femoralis atau bruit dan harus dikonfirmasi dgn diagnostik non invasif
adanya stenosis aortoiliaka
• Penyakit outflow : Stenosis femoropopliteal dan infrapopliteal (adanya lesi oklusif
diekstremitas bawah, dibawah lig. Inguinale
 Pasien harus melakukan modifikasi faktor resiko untuk
mencegah terjadinya perburukan serta potensi kejadian
kardiovaskular yaitu dengan cara berhenti merokok,
menurunkan kadar lipid, serta mengontrol hipertensi dan
gula darahnya.
 Selanjutnya, rasa nyeri yang terjadi pada pasien dapat
ditangani dengan pemberian Cilostazol 2x50 mg, suatu
phosphodiesterase inhibitor selektif yang meningkatkan
cAMP dan dapat berfungsi sebagai vasodilator dan
penghambat platelet. Selain itu, terdapat juga pentoxifyline
yang berperan dalam meningkatkan deformabilitas sel darah
merah dan sel darah putih serta memperbaiki klaudikasio
pada pasien.
 Beberapa penelitian sedang mengembangkan adanya
kemungkinan untuk menerapkan revaskularisasi secara
farmakologis dengan faktor pertumbuhan angiogenik
seperti endothelial growth factor dan basic fibroblast growth factor.
 Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease: Disease of
Peripheral Vasculature. 5thed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2011. P.346-9

Anda mungkin juga menyukai