Penyakit serebrovaskular (CVD) atau stroke adalah setiap
kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh
darah otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding
pembuluh darah otak.
Di negara-negara maju maupun berkembang seperti Indonesia,
stroke merupakan penyakit neurologis yang serius dan paling
banyak dijumpai serta angka kematian cukup tinggi. Di Amerika
Serikat, stroke merupakan penyakit yang menyebabkan kematian
nomor 3 setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, lebih
dari 700.000 orang Amerika mengalami stroke, 25% di antaranya
berusia di bawah 65 tahun dan 150.000 orang meninggal akibat
stroke atau komplikasi segera setelah stroke.
Definisi
Menurut WHO MONICA project, stroke
didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak
yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis
fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam
(kecuali akibat pembedahan atau kematian), tanpa
tanda-tanda penyebab non vaskular, termasuk
didalamnya tanda-tanda perdarahan subaraknoid,
perdarahan intraserebri, iskemik atau infark serebri.3
Epidemiologi
Kegawadaruratan neurologi yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah stroke.
Lima belas juta orang dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri
dari 5 juta orang meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen,
sehingga keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1
Sekitar 500.000 orang terserang stroke setiap tahunnya, 400.000 orang terkena stroke
iskemik dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan
intraserebral dan subarakhnoid) dengan 175.000 di antaranya mengalami kematian.2
Prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk serta yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan
sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan.
Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di NAD (16,6%) dan terendah di Papua (3,8%).
Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke lebih tinggi dari angka nasional.3
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark
jantung, anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik,
diabetes melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko
yang tidak bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis. 1,4
Klasifikasi
Klasifikasi modifikasi Marshall:3
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
Stroke iskemik
Transient Ischemic Attack (TIA)
Trombosis Serebri
Emboli Serebri
Stroke hemoragik
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Subarakhnoid
2. Berdasarkan stadium pertimbangan waktu
Transient Ischemic Attack (TIA)
Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Stroke in Evolution
Completed Stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
Sistem Karotis
Sistem Vertebro-basilar
Klasifikasi stroke iskemik dari Trial of Org 10172
in Acute Stroke Treatment (TOAST)
Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat
pucat karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi
neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran darah.
Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang
rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah
tetapi masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic core.
Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti
dan terjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah,
PCO2 tinggi dan asam laktatmeningkat. Terjadi kerusakan
neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat
bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan
berwarna pucat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic
penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan
resusitasi dan manajemen yang tepat.
Daerah disekeliling penumbra tampak bewarna kemerahan
dan edema. Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal,
PCO2 dan PO2 tinggi serta kolateral maksimal. Pada daerah
ini, CBF sangat meninggu sehingga disebut sebagai daerah
dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Pada proses iskemia fokal terjadiKerusakan membran sel
Aliran masuk Ca++ ke dalam sel melalui kerusakan
reseptor Ca++.
Meningkatnya asam arakhidonat dalam jaringan diikuti
oleh naiknya kadar prostaglandin yang menyebabkan
vasokonstriksi dan menungkatnya agregasi trombosit.
Lepasnya neurotransmiter asam amino eksitatorik di
daerah otak tetrtentu yang mempunyai kepekaan selektif
terhadap iskemia, yaitu di daerah talamus, area CA di
hipotalamus, sel-sel granuler dan Purkinje di serebelum
serta lapisan 3,5,6 korteks piramidalis.
Lepasnya radikal bebas, yaitu unsu yang mempunyai
elektron pada lingkar paling luarmya tidak berpasangan
sehingga sangat labil dan reaktif. Besarnya peran radikal
bebas dalam kerusakan sel-sel saraf dan jaringan iskemik
masih dalam penelitian.
Hemoragik
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena
pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurism) akibat
hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, pons dan batang otak.
Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan
oleh sebab lain, misalnya tumor otak yang berdarah,
malformasi pembuluh darah otak yang pecah atau
penyakit pada dinding pembuluh darah (Congophilic
Angiopathy) tetapi dapat juga akibat hipertensi maligna
dengan frekuensi lebih kecil daripada perdarahan
subkortikal.
Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan terjadi biasanya akibat pecahnya aneurisma
kongenital yang sering terjadi di arteri komunikans
anterior, arteri serebri media, arteri serebri posterior dan
arteri komunikans posterior. Gejala timbul sangat
mendadak, berupa sakit kepala hebat dan munta-muntah.
Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid dapat
menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan
absorbsi cairan otak di Granulatio Pacchioni. Perdarahan
subarakhnoid sering bersifat residif selama 24-72 jam
pertama dan dapat menimbulkan vasospasme serebral
hebat disertai infark otak.
Manifestasi klinis
Arteri serebri anterior
jarang terjadi
paralisis (kelemahan) dan hilangnya sensasi pada
kaki kontralateral. Pengendalian miksi mungkin
akan terganggu karena kegagalan untuk
menghambat kontraksi refleks kandung kemih
sehingga menimbulkan gangguan precipitate
micturition.
Arteri serebri media
paling sering terjadipembuluh darah yang sering terlibat dalam stroke
iskemik. Tergantung pada lokasi yang terkena, beberapa sindroma klinis yang
mungkin timbul adalah
Stroke belahan superior
hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan lengan tetapi kaki
tidak terpengaruh; defisit hemisensorik kontralateral dengan distribusi yang
sama; tidak timbul hemianopia homonim. Jika hemisfer yang dominan terkena,
disertai afasia Broca (gangguan ekspresi bahasa dengan pemahaman yang
masih utuh).
Stroke belahan inferior
Lebih jarang terjadi, biasanya mengakibatkan hemianopia homonim
kontralateral yang mungkin lebih buruk pada sisi inferior; gangguan nyata
fungsi sensorik; gangguan pemikiran spasial. Jika hemisfer yang dominan
terlibat, disertai afasia Wernicke (gangguan pemahaman dan bicara yang lancar
tetapi sering tidak bermakna).
Oklusi pada bifurcatio arteri serebri media
hemiparesis dan defisit hemisensorik kontralateral yang melibatkan wajah dan
lengan jauh lebih berat dari kaki, hemianopia homonim dan jika hemisfer
dominan terlibat disertai afasia global (gabungan ekspresif dan reseptif).
Oklusi batang arteri serebri media
paling berat. Mengakibatkan hemiplegia dan hilangnya sensasi kontralateral
yang mempengaruhi wajah, lengan dan kaki.
Arteri karotis interna
Sindroma klinis oklusi arteri karotis interna meliputi
oklusi arteri karotis interna ekstrakranialis dan
intrakranialis yang bertanggung jawab atas
seperlima kasus stroke iskemik.
Dapat asimptomatik dan simptomatik
gejala yang hampir sama dengan stoke arteri serebri
media (hemiplegia, defisit hemisensori kontralateral
dan hemianopia homonim, afasia juga dapat muncul
pada keterlibatan hemisfer dominan)
Arteri serebri posterior
hemianopia homonim yang mempengaruhi
lapang pandang kontralateral.
Dengan oklusi yang berdekatan terhadap
sumber arteri serebri posterior pada tingkat
midbrain, abnormalitas okuler yang timbul,
antara lain vertical gaze palsy, oculomotor
nerve palsy, internuclear opthalmoplegia dan
penyimpangan mata ke arah vertikal.
Infark arteri cerebri posterior dapat
menyebabkan kortikal blindness, gangguan
memori atau ketidakmampuan memngenali
wajah yang familier.
Arteri basilar
Sindroma klinis oklusi arteri basiler, antara lain:
Trombosis (oklusi trombotik pada arteri basilaris)
Trombosis basilar biasanya mempengaruhi bagian proksimal
arteri basilaris yang mensuplai pons. Keterlibatan bagian dorsal
pons mengakibatkan paresis nervus abducens unilateral atau
bialteral, gangguan gerakan mata horizontal tetapi nistagmus
vertikal dan occular bobbing mungkin muncul.
Hemiplegia atau quadriplegia biasanya muncul dan koma
adalah hal yang sering terjadi.
Emboli
Emboli cukup kecil untuk dapat melewati arteri vertebralis
menuju ke arteri basilaris yang lebih besar dan biasanya
tertahan pada bagian puncak arteri basilaris, di mana terdapat
bifurcatio ke dalam arteri serebri posteriorberkurangnya
aliran darah menuju formasio retikularis ascending midbrain
dan thalamus yang menyebabkan hilangnya atau gangguan
kesadaran yang muncul dengan segera.
Paresis nervus okulomotorius unilateral atau bilateral menjadi
ciri yang khas. Hemiplegia atau quadriplegia dengan postur
deserebrasi atau dekortikasi terjadi karena keterlibatan
pedunkulus serebri dalam midbrain.
Infark lakunar
Arteri kecil yang terletak di kedalaman otak
mungkin mengalami oklusi karena perubahan di
dalam dinding pembuluh darah yang dipicu oleh
hipertensi kronis.
paling sering terjadi di deep nuclei otak (putamen,
thalamus, pons, nukleus kaudatus dan bagian
posterior dari kapsula interna.
Ada 4 sindroma lakunar klasik, antara lain stroke
dengan hemiparesis motorik murni, stroke dengan
gangguan sensoris murni, ataksia hemiparesis dan
dysarthria-clumsy hand syndrome.
Diagnosis
ANAMNESIS
Karakteristik gejala dan tanda
Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa
berdiri, tidak bisa mengangkat tangan)?
Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologis
Apakah ada kemungkinan presipitasi
Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai
Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat
penyakit keluarga yang relevan
Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan
PEMERIKSAAN FISIK
DAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan status generalis
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pemeriksaan pada leher (hilangnya denyut nadi
carotis/bruit arteri carotis)
Pemeriksaan pada jantung
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan tingkat kesadaran
Pemeriksaan defisit kognitif
Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan gerak bola mata, nistagmus
Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
Pemeriksaan doll’s eye phenomenon
Pemeriksaan faring dan lingual
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan fungsi sensoris
Pemeriksaan fungsi serebelum
Pemeriksaan refleks asimetri
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kimia darah lengkap
Pemeriksaan hemostatis
Pemeriksaan neurokardiologi
Pemeriksaan radiologi
Komplikasi
Pasien stroke berisiko tinggi mengalami komplikasi
medis serius yang disebabkan oleh arteriosklerosis
(iskemia/infark miokard), tirah baring yang lama
dan mobilitas rendah (ulkus dekubitus, DVT, emboli
paru, depresi dan malnutrisi) dan akibat langsung
stroke itu sendiri (peningkatan tekanan intrakranial,
kejang, ulkus saluran cerna yang diinduksi stress,
masalah berkemih, pneumonia aspirasi).
Komplikasi perdarahan terutama dapat terjadi pada
penggunaa antikoagulan dan trombolitik.4
Penatalaksanaan
Strategi manajemen stroke mempunyai tujuan utama
untuk:1,2
Memperbaiki keadaan penderita sehingga
kesempatan hidup maksimum, di mana dilakukan
usaha medis/terapeutik terutama dalam fase akut
hingga optimal.
Memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita
dan keluarga.
Mencegah timbulnya serangan stroke berulang.
Mencegah timbulnya komplikasi akibat stroke
WHO- konsekuensi
stroke
Aspek patologi membicarakan anatomi, etiologi dan
patofisiologi stroke secara klinis dan intervensi medik
(surgikal) dilakukan berdasarkan proses patologis tersebut.
“Impairment” menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,
psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan
psikoterapi, terapi okupasional, EMG/Evoked Potential
ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
“Disability” menggambarkan setiap hambatan, kehilangan
kemampuan untuk berbuat sesuatuy yang seharusnya mampu
dilakukan orang yang sehat, seperti tidak bisa jalan, menelan
dan melihat.
“Handicap” menggambarkan halangan atau gangguan pada
seseorang penderita stroke akibat “impairment” atau
“disability” tersebut.
Manajemen stroke iskemik
fasa akut
Airways and Breathing
Circulation
Pengobatan mendik untuk memulihkan sirkulasi otak
di daerah yang terkena stroke
Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang
dapt menghancurkan emboli atau trombus yang ada
di pembuluh darah otak.
Terapi trobolisis
The Food and Drug Administration (FDA)
intravena r-TPA (recombinant-Tissue Plasminogen Activator)
pada penelitian stroke akut sejak tahun 1996.
keuntungan terhadap reperfusi segera akibat lisisnya trombus
dan perbaikan sel serebral sangat bermakna.
Penggunaan r-TPA dihubungkan dengan perbaikan outcome
pasien dalam 3 jam onset stroke. Pengobatan sedini mungkin (
dalam 90 menit) menghasilkan outcome yang sangat baik.
Tujuan terapi trombolitik ini adalah rekanalisasi trombus
arterial dan memperbaiki daerah penumbra iskemik yang
disebabkan oleh kondisi hipoperfusi yang kritis terhadap
jaringan otak yang masih hidup berada di sekitar inti infark
yang rusak dan irreversibel. Daerah iskemik penumbra masih
sekitar 80% pada pasien dengan 3 jam onset stroke tetapi
proporsi semakin berkurang dengan bertambahnya waktu.
Manajemen tekanan darah
pada stroke akut
Pada guideline Stroke 2007 Perdossi, tekanan arteri rata-rata pada
stroke akut dianjurkan di bawah 145 mmHg. AHA/ASA guideline
2007 dan ESO 2009 merekomendasikan penurunan tekanan darah
yang tinggi pada stroke akut:
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama
onset stroke, apabila tekanan darah sistolik >220 mmHg atau
tekanan darah diastolik >120 mmHg
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi
trombolitik (r-TPA), TD sistolik diturunkan hingga <185 mmHg
dan TD diastolik < 110 mmHg.
Obat antihipertensi yang diberikan adalah labetalol,
nitropruside, nikardipin, nitropaste atau diltiazem intravena.
Pemberian antikoagulan
pada stroke iskemik akut
Antikoagulan ini dapat mengurangi kejadian deep vein
thrombosis dan emboli pulmonal.
Efek samping yang sering terjadi dari pemberian
antikoagulan adalah bahaya perdarahan intraserebral
yang cepat terutama pada orang tua, hipertensi berat dan
infark yang sangat luas.
Penggunaan heparin subkutan lebih disukai daripada
intravena dan pemberiannya hanya beberapa hari
kemudian dilanjutkan dengan antikoagulan per oral. ESO
guideline 2008 merekomendasikan pemberian heparin,
Low Molecular Weight Heparin atau heparinoid setelah
stroke iskemik akut tidak bermanfaat.
Pemberian terapi
antitrombolitik pada stoke
iskemik
akut
Berdasarkan AHA/ASA guideline 2011 tentang pemberian aspirin
pada stroke akut dengan dosis 325 mg dalam 24-48 jam setelah onset
stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
Pemberian Terapi Citicholin
Mekanisme yang pasti tentang citicholin sebagai terapi pada
stroke iskemik akut belum jelas.
Diperkirakan citicholin menurunkan pelepasan free fatty acid dan
mengurangi radikal bebas sehingga mencegah kerusakan sel
neuron otak. Pemberian citicholin juga mengurangi progresivitas
kerusakan sel iskemik dengan pelepasan asam lemak bebas.
Pada penelitian ICTUS (International Citicholine Trial in Acute
Stroke, ongoing) dikatakan bahwa citicholin diberikan pada fase
akut stroke iskemik dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3
hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu
cukup bermanfaat.
Manajegen stroke
hemoragik
Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung
keadaan dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing jenis terapi.
Penanganan medik fase akut dilakukan pada penderita stroke hemoragik
dengan menurunkan tekanan darah sistemik yang tinggi (TD sistolik >220
mmHg atau TD diastolik >120 mmHg atau MAP >130 pada stroke
hemoragik) sedini dan secepat mungkin agar membatasi pembentukan
edema vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia
sekitar perdarahan.
Pada perdarahan subarakhnoid tekanan darah diturunnkan hingga sistolik
140-160 mmHg tetapi tergantung kondisi pasien agar tidak terjadi
vasospasme.
Penurunan tekanan darah akan menurunkan risiko perdarahan ulang atau
terus-menerus akan tetapi daerah otak sekitar hematom bertambah
iskemik karena autoregulasi hilang sehingga obat antihipertensi diberikan
apabila TD sistolik >180 mmHg atau TD diastolik >100 mmHg. Pada fase
akut sebaiknya digunakan obat antihipertensi intravena baik kontinu
maupun intermitten agar dapat diatur penurunan tekanan darah sesuai
target dengan pemantauan kontinu.
Tindakan bedah pada ICH sampai sekarang masih
kontroversial, terutama pada ‘ganglionic hemorrhage’
prognosis biasanya buruk.
Ada beberapa indikasi untuk tindakan bedah, misalnya
volume 55 cc, midline shift ≥ 5mm, perdarahan pada ICH,
pasien dapat survive tetapi level fungsionalnya kurang baik.
Tindakan bedah yang dilakukan adalah aspirasi sederhana,
kraniotomi dan bedah terbuka, evakuasi endoskopik dan
aspirasi stereotaksik.
Pada penatalaksanaan perdarahan subarakhnoid dilakukan
pengobatan kausal untuk mencegah komplikasi dan
perburukan kondisi penderita. Pengobatan kausal dilakukan
oleh spesialis bedah saraf.
Perawatan umum pada
stroke akut
Prinsip perawatan dan pengobatan umum pada penderita stroke
akut adalah mempertahankan kondisi agar dapat menjaga tekanan
perfusi dan oksigenasi serta makanan yang cukup agar
metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis dilakukan:
Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC.
Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiratorius
dan urinarius.
Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal.
Mencegah dekubitus dan trombosis vena dalam.
Mencegah timbulnya stress ulcer dengab pemberian
antasida/PPI.
Menilai kemampuan menelan penderita untuk menilai apakah
dapat diberikan makanan per oral atau dengan NGT (naso
gastric tube).
Pencegahan
American Heart Association (AHA) mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk prevensi primer dan sekunder berdasarkan faktor-faktor risiko.1