Anda di halaman 1dari 37

Definisi Stress

• Stres adalah respons tubuh yang tidak spesifik


terhadap setiap kebutuhan yang terganggu,
suatu fenomena universal yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dan tidak dapat
dihindari, setiap orang mengalaminya, stres
memberi dampak secara total pada individu
terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial
dan spiritual, stress dapat mengancam
keseimbangan fisiologis (Rasmus, 2004).
Definisi Stress menurut Para Ahli
• Stres adalah segala • Stres adalah gangguan
situasi di mana pada tubuh dan pikiran
tuntunan non-spesifik yang disebabkan oleh
mengharuskan seorang perubahan dan
individu untuk tuntutan kehidupan
merespon atau (Vincent Cornelli, dalam
melakukan tindakan Mustamir Pedak, 2007 )
(Selye, 1976 ).
Penyebab Stress dan Stressor
Psikososial
• Perkawinan
• Problem orang tua
• Hubungan interpersonal/pribadi
• Pekerjaan
• Lingkungan hidup
• Keuangan
• Hukum
• Perkembangan
• Penyakit fisik/ cedera
• Faktor keluarga
• Lain-lain seperti bencana alam, kebakaran, perkosaan,
hamil diluar nikah,dsb.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang
dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu:
1. Faktor Lingkungan. Keadaan lingkungan yang tidak menentu.
2. Faktor Organisasi, yaitu role demands, interpersonal
demands, organizational structure dan organizational
leadership.
3. Faktor Individu, muncul dari dalam keluarga, masalah
ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan.
Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan
menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan
karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan
seseorang.
Manifestasi Stress
1. Perubahan rambut (kusam), ubanan, kerontokan
2. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak
santai, bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka
kedutan (ticfacialis)
3. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma
4. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau
menyempit (constriksi) sehingga mukanya nampak merah
atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama ujung-
ujung jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan
kesemutan.
5. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.
6. Sering berkemih.
7. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan
tegang pada tulang terasa linu atau kaku bila
digerakkan.
8. Kadar gula meningkat, pada wanita mens
tidak teratur dan sakit (dysmenorhea)
9. Libido menurun atau bisa juga meningkat.
10.Gangguan makan bisa nafsu makan
meningkat atau tidak ada nafsu makan.
11.Tidak bisa tidur
12.Sakit mental-histeris
Adaptasi
Hans Selye (1982) 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress : Local
Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome
(GAS).
a. LAS. Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap
stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan
penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll.
Responnya berjangka pendek.
Karakteristik dari LAS :
• Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan
semua system.
• Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk
menstimulasikannya.
• Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
• Respon bersifat restorative.
Respon LAS :
1. Respon inflamasi, respon ini distimulasi oleh adanya trauma
dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area
tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat
dihambat dan proses penyembuhan dapat berlangsung
cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase :

• Fase pertama : adanya perubahan sel dan system sirkulasi,


dimulai dengan penyempitan pembuluh darah ditempat
cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin,
histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam
memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein,
leucosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang
cedera tersebut.
• Fase kedua : pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi
cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang dihasilkan
ditempat cedera.
• Fase ketiga : Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan
parut.

2. Respon refleks nyeri. Respon ini merupakan respon


adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari
kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat kaki
ketika bersentuhan dengan benda tajam.
General Adaptation Syndrom (GAS)
1. Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis “fight or
flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung
meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer dan
gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak
organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut
nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
2. Fase Resistance (Melawan)
Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis
sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala
stress menurun àtau normal tubuh kembali stabil, termasuk
hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put.
3. Fase Exhaustion (Kelelahan)

Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat


tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi
penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri
terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan
mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan
tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat
mengakibatkan kematian.

Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis,


akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres.
Ketidakmampuan tubuh untuk mepertahankan diri
terhadap stressor inilah yang akan berdampak pada
kematian individu tersbut.
Model Stress Adaptasi dalam
Keperawatan Jiwa
• Model ini pertama kali dikembangkan oleh
Gail Stuart pada tahun 1983. Fakta
menunjukkan bahwa banyak pasien
mengalami gangguan jiwa karena kegagalan
beradaptasi, misal pada ringkasan kasus
berikut.
Stress adapatasi adalah sebuah bentuk
penyimpangan perilaku Sehat sakit
diidentifikasi sebagai hasil berbagai
karakteristik individu yang berinteraksi dengan
faktor lingkungan.
Keperawatan kesehatan jiwa menggunakan model
stres adaptasi dalam mengidentifikasi
penyimpangan perilaku. Model ini
mengidentifikasi sehat sakit sebagai hasil
berbagai karakteristik individu yang berinteraksi
dengan faktor lingkungan. Model ini
mengintegrasikan komponen biologis, psikologis,
serta sosial dalam pengkajian dan penyelesaian
masalahnya. Apabila masalah disebabkan karena
fisik, maka pengobatan dengan fisik atau kimiawi.
Apabila masalah psikologis, maka harus
diselesaikan secara psikologis. Demikian pula jika
masalah sosial, maka lebih sering dapat
diselesaikan dengan pendekatan sosial melalui
penguatan psikologis.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang
menjadi sumber terjadinya stres yang
memengaruhi tipe dan sumber dari individu
untuk menghadapi stres baik yang biologis,
psikososial, dan sosiokultural. Secara bersama-
sama, faktor ini akan memengaruhi seseorang
dalam memberikan arti dan nilai terhadap
stres pengalaman stres yang dialaminya.
Adapun
macam-macam faktor predisposisi meliputi hal sebagai
berikut.
1. Biologi: latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan
biologis, kesehatan umum, dan terpapar racun.
2. Psikologis: kecerdasan, keterampilan verbal, moral,
personal, pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi,
pertahanan psikologis, dan kontrol.
3. Sosiokultural: usia, gender, pendidikan, pendapatan,
okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya,
keyakinan, politik, pengalaman sosial, dan tingkatan
sosial.
Faktor Presipitasi
• Faktor presipitasi adalah stimulus yang
mengancam individu. Faktor presipitasi
memerlukan energi yang besar dalam
menghadapi stres atau tekanan hidup. Faktor
presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis,
dan sosiokultural. Waktu merupakan dimensi
yang juga memengaruhi terjadinya stres, yaitu
berapa lama terpapar dan berapa frekuensi
terjadinya stres. Adapun faktor presipitasi yang
sering terjadi adalah sebagai berikut.
1. Kejadian yang menekan (stressful)
Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan
kehidupan, yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan
keinginan sosial. Aktivitas sosial meliputi keluarga,
pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan,
aspek legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial
adalah kejadian yang dijelaskan sebagai jalan masuk
dan jalan keluar. Jalan masuk adalah seseorang yang
baru memasuki lingkungan sosial. Keinginan sosial
adalah keinginan secara umum seperti pernikahan
2. Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang
meliputi ketegangan keluarga yang terus-
menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian.
Beberapa ketegangan hidup yang umum terjadi
adalah perselisihan yang dihubungkan dengan
hubungan perkawinan, perubahan orang tua
yang dihubungkan dengan remaja dan anak-anak,
ketegangan yang dihubungkan dengan ekonomi
keluarga, serta overloadyang dihubungkan
dengan peran.
Penilaian Terhadap Stressor
Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman
terhadap pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu.
Pkognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respons sosial. Penilaian
adalah dihubungkan dengan evaluasi terhadap pentingnya sustu
kejadian yang berhubungan dengan kondisi sehat.
1. Respons kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini. Faktor kognitif
memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor kognitif mencatat
kejadian yang menekan, memilih pola koping yang digunakan, serta
emosional, fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial seseorang.
Penilaian kognitif merupakan jembatan psikologis antara seseorang
dengan lingkungannya dalam menghadapi kerusakan dan potensial
kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian stresor primer dari stres
yaitu kehilangan, ancaman, dan tantanganenilaian terhadap stresor
ini meliputi respons
2. Respons afektif
Respons afektif adalah membangun perasaan.
Dalam penilaian terhadap stresor respons afektif
utama adalah reaksi tidak spesifik atau umumnya
merupakan reaksi kecemasan, yang hal ini
diekpresikan dalam bentuk emosi. Respons
afektif meliputi sedih, takut, marah, menerima,
tidak percaya, antisipasi, atau kaget. Emosi juga
menggambarkan tipe, durasi, dan karakter yang
berubah sebagai hasil dari suatu kejadian.
3. Respons fisiologis
Respons fisiologis merefleksikan interaksi beberapa
neuroendokrin yang meliputi hormon, prolaktin,
hormon adrenokortikotropik (ACTH), vasopresin,
oksitosin, insulin, epineprin morepineprin, dan
neurotransmiter lain di otak. Respons fisiologis
melawan atau menghindar (the fight-or-fligh)
menstimulasi divisi simpatik dari sistem saraf autonomi
dan meningkatkan aktivitas kelenjar adrenal. Sebagai
tambahan, stres dapat memengaruhi sistem imun dan
memengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan
penyakit
4. Respons perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional
dan fisiologis.
5. Respons sosial
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu
mencari arti, atribut sosial, dan perbandingan
sosial.
• Sumber Koping
Sumber koping meliputi aset ekonomi,
kemampuan dan keterampilan, teknik
pertahanan, dukungan sosial, serta motivasi.
• Mekanisme Koping
Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung
dalam manajemen stres. Ada tiga tipe
mekanisme koping, yaitu sebagai berikut.
1. Mekanisme koping problem focus
Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung
untuk mengatasi ancaman diri.
Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari nasihat.
2. Mekanisme koping cognitively focus
Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol
masalah dan menetralisasinya.
Contoh: perbandingan positif, selective ignorance,
substitution of reward, dan devaluation
of desired objects.
3. Mekanisme koping emotion focus
Pasien menyesuaikan diri terhadap distres emosional
secara tidak berlebihan.
Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego
seperti denial, supresi, atau proyeksi.
Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif
dan destruktif. Mekanisme konstruktif terjadi
ketika kecemasan diperlakukan sebagai sinyal
peringatan dan individu menerima sebagai
tantangan untuk menyelesaikan masalah.
Mekanisme koping destruktif menghindari
kecemasan tanpa menyelasaikan konflik
Kasus 1
Nona A lulusan sekolah menengah atas dan termasuk dalam
peringkat sepuluh besar. Rumah agak terpencil dan jauh
dari kota besar. Sepulang dari kelulusan SMA, ia dengan
bangga bercerita kepada ibunya dan mengutarakan
rencana kuliah yang ingin ditempuh. Ibunya tidak terlalu
menanggapi keinginan anaknya untuk kuliah, bahkan ibu
memberikan nasihat, “Sudahlah Nak, kamu ini wanita,
untuk apa sekolah sampai perguruan tinggi, toh setelah
itu kamu akan kembali ke dapur, sumur, dan kasur”. Nona
A terkejut menegaskan keinginannya untuk tetap kuliah di
beberapa perguruan tinggi negeri di kota yang sudah
dipilih. Dengan modal peringkat sepuluh besarnya, Nona
A yakin dapat menembus seleksi penerimaan mahasiswa
baru, kemudian bisa mendapatkan beasiswa. Bagi Nona A,
meskipun wanita dan tinggal di desa, harus tetap
menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi, apalagi
modal dasar kepandaian sudah di tangan.
• Ibu tetap melarang anaknya yang sudah berusia 17
tahun itu pergi ke kota untuk menempuh pendidikan di
perguruan tinggi, meskipun secara finansial sebenarnya
orang tuanya mampu untuk membiayai pendidikan
anaknya. Akhirnya ibu berkata, “Sudahlah Nak, kamu
tidak usah kuliah. Kamu ini wanita. Sebenarnya Ibu
sudah memilihkan jodoh untuk dirimu, biarlah tidak
terlalu tampan, yang penting dapat menjamin
kehidupanmu di masa yang akan datang”. Nona A tetap
pada idealismenya dan ibu tetap pada keinginan untuk
segera menikahkan anaknya karena sudah berjanji
dengan calon menantu. Akhirnya dengan berbagai cara
ibu merayu anaknya, tidak berhasil, meminta tolong
saudara perempuannya, bahkan pada ibu guru ngajinya
tidak berhasil
Akhirnya sang Nona A menjadi pemarah,
terutama setiap ketemu wanita dewasa. Oleh
karena selalu marah setiap ketemu wanita
dewasa inilah, akhirnya Nona A dibawa ke unit
psikiatri. Terjadilah gangguan jiwa, risiko
mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Setelah ada trust saat dikaji oleh perawat,
ternyata Nona A marah setiap ketemu wanita
dewasa, karena Nona A menganggap pasti dia
akan menyuruhnya untuk menikah.
Faktor Predisposisi ?
Faktor Presipitasi ?
Penilaian Terhadap Stres ?
Sumber Koping ?
Mekanisme Koping ?
Gambaran kasus di atas menunjukkan adanya
konflik antara anak dan ibu, yang saling
mempertahankan keinginannya sehingga tidak
didapatkan adaptasi yang memuaskan.
Gangguan jiwa bukan disebabkan
karena roh halus yang bersarang di
tubuh manusia, melainkan karena
kegagalan beradaptasi dengan
kenyataan yang harus dihadapi.

Anda mungkin juga menyukai