Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH KERAJAAN ISLAM DI

SUMATRA BARAT
KELOMPOK KELAPA DUA
XMIPA 1
NAMA ANGGOTA KELOMPOK

1. Naufal khalis
2. Haikal nadhil
3. Adinda maharani
4. Desty ramayani
5. Riga ramdani
6. Alief arly
BERDIRINYA PAGARUYUNG

• Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti, dari Tambo yang diterima
oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan,
bahkan jika menganggap Adityawarman sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas menyebutkannya.
Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah
menjadi raja di negeri tersebut, tepatnya menjadi Tuhan Surawasa, sebagaimana penafsiran dari Prasasti Batusangkar.
• Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa[7] disebutkan pada tahun
1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura, Adityawarman merupakan putra dari
Adwayawarman seperti yang terpahat pada Prasasti Kuburajo, dan anak dari Dara Jingga putri dari kerajaan Dharmasraya
seperti yang disebut dalam Pararaton. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah Mada berperang menaklukkan Bali
dan Palembang,[8] pada masa pemerintahannya kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke
daerah pedalaman Minangkabau.
PENGARUH ISLAM

• Perkembangan agama Islam setelah akhir abad ke-14 sedikit banyaknya memberi pengaruh terutama yang
berkaitan dengan sistem patrialineal, dan memberikan fenomena yang relatif baru pada masyarakat di
pedalaman Minangkabau. Pada awal abad ke-16, Suma Oriental yang ditulis antara tahun 1513 dan 1515,
mencatat dari ketiga raja Minangkabau, hanya satu yang telah menjadi muslim sejak 15 tahun sebelumnya.[15]
• Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan guru
agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh
Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan, adalah ulama yang dianggap
pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya
berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan
bernama Sultan Alif.[16]
• Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai
dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam.
ASPEK EKONOMI PAGARUYUNG

• Perekonomian yang terdapat di Kerajaan Pagaruyung dititikeratkan pada produksi lada dan emas
Kerajaan Pagaruyung menguasai wilayah perdagangan sekitar sungai Kampar Kiri & Kampar Kanan dan
Sungai )catangoari yang mendatangkan keuntungan yang berlimah Raja Adityawarman melihat bahwa
potensi monopoli lada dan emas bisa lebih ditingkatkan dengan menguasai daerah pedalaman yang
notabane merupakan daerah penghasil lada dan emas
SISTEM PEMERINTAHAN

• Adityawarman pada awalnya menyusun sistem pemerintahannya mirip dengan sistem pemerintahan yang ada
di Majapahit[16] masa itu, meskipun kemudian menyesuaikannya dengan karakter dan struktur kekuasaan
kerajaan sebelumnya (Dharmasraya dan Sriwijaya) yang pernah ada pada masyarakat setempat. Ibukota
diperintah secara langsung oleh raja, sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh Datuk setempat.[39]
• Setelah masuknya Islam, Raja Alam yang berkedudukan di Pagaruyung melaksanakan tugas pemerintahannya
dengan bantuan dua orang pembantu utamanya (wakil raja), yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo, dan
Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Bersama-sama mereka bertiga disebut Rajo Tigo Selo,
artinya tiga orang raja yang "bersila" atau bertahta. Raja Adat memutuskan masalah-masalah adat, sedangkan
Raja Ibadat mengurus masalah-masalah agama. Bila ada masalah yang tidak selesai barulah dibawa ke Raja
Pagaruyung. Istilah lainnya yang digunakan untuk mereka dalam bahasa Minang adalah tigo tungku
sajarangan
Selain kedua raja tadi, Raja Alam juga dibantu oleh para
pembesar yang disebut Basa Ampek Balai, artinya "empat
menteri utama". Mereka adalah:
1.Bandaro yang berkedudukan di Sungai Tarab.
2.Makhudum yang berkedudukan di Sumanik.
3.Indomo yang berkedudukan di Suruaso.
4.Tuan Gadang yang berkedudukan di Batipuh
RUNTUHNYA PAGARUYUNG

• Pada awal abad ke-19 pecah konflik antara Kaum Padri dan Kaum Adat. Dalam beberapa perundingan
tidak ada kata sepakat antara mereka. Seiring itu dibeberapa negeri dalam kerajaan Pagaruyung
bergejolak, dan puncaknya Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Pagaruyung
pada tahun 1815. Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan
kepada Belanda, dan sebelumnya mereka telah melakukan diplomasi dengan Inggris sewaktu Raffles
mengunjungi Pagaruyung serta menjanjikan bantuan kepada mereka.[2] Pada tanggal 10 Februari 1821[4]
Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah, yaitu kemenakan dari Sultan Arifin Muningsyah yang berada di
Padang,[21] beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian dengan Belanda untuk
bekerja sama dalam melawan Kaum Padri.
WILAYAH KEKUASAAN

dalam Suma Oriental,[15] tanah Minangkabau selain dataran tinggi pedalaman Sumatera
tempat di mana rajanya tinggal, juga termasuk wilayah pantai timur Arcat (antara Aru dan
Rokan) ke Jambi dan kota-kota pelabuhan pantai barat Panchur (Barus), Tiku dan Pariaman.
Dari catatan tersebut juga dinyatakan tanah Indragiri, Siak dan Arcat merupakan bagian dari
tanah Minangkabau, dengan Teluk Kuantan sebagai pelabuhan utama raja Minangkabau
tersebut. Namun belakangan daerah-daerah rantau seperti Siak, Kampar dan Indragiri
kemudian lepas dan ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Kesultanan Aceh.[36]
Wilayah pengaruh politik Kerajaan Pagaruyung adalah wilayah tempat hidup, tumbuh, dan
berkembangnya kebudayaan Minangkabau. Wilayah ini dapat dilacak dari pernyataan Tambo
(legenda adat) berbahasa Minang ini:[37]
Dari Sikilang Aia Bangih
Hingga Taratak Aia Hitam
Dari Durian Ditakuak Rajo
Hingga Sialang Balantak Bas
kilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah
Pasaman Barat, berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara.
Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. Durian Ditakuak
Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir,
Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin,
Kabupaten Kampar, Riau sekarang.
PETA KEKUASAAN
PENINGGALAN

• Makam Raja Pagaruyung


• Batu kasur

Anda mungkin juga menyukai