Anda di halaman 1dari 16

Pemimbing :

Dr. Deddy Eko Susilo Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Pratiwi Pangestika
17360248
Anatomi sinus paranasal
 Sinus paranasal adalah sinus (rongga) pada tulang berada
sekitar nasal (hidung).
 Rongga-rongga pada tengkorak ini berhubungan dengan hidung,
dan secara terus menerus menghasilkan lendir yang dialirkan ke
hidung. Gangguan aliran ini karena berbagai sebab akan
menyebabkan penumpukan lendir di rongga sinus, jika
terinfeksi oleh kuman akan menyebabkan infeksi sinus yang
disebut sinusitis.
 Ada 4 sinus paranasal:
 Sinus Maksila
 Sinus etmoid
 Sinus frontal
 Sinus Spenoid
SINUS MAKSILA
 Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus
ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-
temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan
dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan palatum.
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding
medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid.
 Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi
rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan
M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar
M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke
dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis.
Definisi
 Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih
mukosa sinus paranasal. Penyakit sinusitis selalu
dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks
ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis
atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi.
 Sinusitis maksila disebut juga antrum hogh more,
letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka iksi gigi
mudah menyebar ke sinus. Seingga disebut sinusitis
dentogen
 Sinus maksila disebut juga antrum High more,
merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena :
 merupakan sinus paranasal yang terbesar
 letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran
sekret atau drainase dari sinus maksila hanya
tergantung dari gerakan silia
 dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus
alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila
 ostium sinus maksila terletak di meatus medius ,
disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga
mudah tersumbat
Hubungan anatomi antara gigi dan
antrum Highmore:
 Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara
yang dibatasi oleh bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital,
dinding lateral hidung dan dinding lateral os maksila.
 Pada sebagian individu, pneumatisasi dan perluasan dapat
terjadi sedemikian rupa sehingga hanya sinus mukoperiosteum
(membran Schneidarian) yang tersisa.
 Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan
tulang alveolar antara sinus dan rongga mulut.
 Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari
maksila dapat langsung menyebabkan penyebaran infeksi.
Dinding lateral ini lemah dan mudah ditembus dari lantai sinus.
Akibatnya, infeksi detogenik umumnya terjadi bersamaan
dengan infeksi jaringan lunak vestibular/fasia.
Etiologi
 Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari
kaninus sampai gigi molar tiga atas.
 Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar
gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya
dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi.
 Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi
dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa
sinus.
 Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus
alveolaris dan sinus maksila.
 Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan
bahan tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.
 Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.
 Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti
kista radikuler dan folikuler.
 Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor
dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.
Gejala Klinis
 Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal:
 Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu.
 Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-
kadang berbau, hidung tersumbat, nyeri pipi, penciuman
terganggu dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Terdapat
perasaan sakit kepala waktu bangun tidur.
 Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut
akan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata
bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka
hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak
mukopus di nasofaring (post nasal drip).
DIAGNOSIS
 Diaognosis ditegakkan berdasarkan anemnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
 Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap
pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya.
 Pada anemnesis ditemukan rinore purulen yang berlangsung lebih dari
7 hari. Keluhan ini dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan
hidung, nyeri/rasa tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus
belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri
gigi, nyeri telinga.
 Pada pemeriksaan fisik naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk
diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di
meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan
frontal) atau meatus superior ( pada sinusitis etmoid posterior dan
sfenoid).
 Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan naso-endoskopi, foto
polos sinus paranasal, CT-Scan, dan sinoskopi
Penatalaksaan
 AKUT
 Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik.
Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan
penisilin dan terapi tambahan yakni obat dekongestan
oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar
drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa
nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau
kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka
pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi
10-14 hari.
Penatalaksaan
KRONIK
 Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan
tatalaksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada
perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.
 Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada
episode akut lini II + terapi tambahan. Jika ada perbaikan
diteruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada
perbaikan, evaluasi kembali dengan pemeriksaan
nasoendoskopi, sinuskopi. Jika ada obstruksi kompleks
osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah. Jika tidak ada
obstruksi maka evaluasi diagnosis.
 Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus,
sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan
tindakan pencucian Proetz.
 Pembedahan
Komplikasi
 Komplikasi Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi
pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat
merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun
sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat
orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita
 Komplikasi Intra Kranial
Meningitis akut, Abses dural, Abses subdural, Abses otak
 Komplikasi sinusitis yang lain
kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasi.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan
paru ini disebut sinobronkitis.
Prognosis
 Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung
kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan
komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus membaik
dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka
pasien mempunyai prognosis yang baik.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai