Anda di halaman 1dari 21

RETARDASI MENTAL

NABILA AULIA RAMADHANTY


N 111 17 056

PEMBIMBING KLINIK

dr. Andi Soraya Tenri Uleng, M.Kes, Sp.Kj


Pendahuluan
 Retardasi mental bukan merupakan suatu penyakit,
melainkan akibat suatu proses patologis di otak yang
ditandai adanya keterbatasan fungsi adaptif dan
intelektual.
 Penyebab retardasi mental seringkali tidak
teridentifikasi, dan akibatnya terlihat jelas pada
seseorang dalam bentuk kesulitan secara intelektual
dan keterampilan hidup.
Menurut PPDGJ-III adalah:
• Suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh
adanya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua
tingkat inteligensia, yaitu kemampuan kognitif,
bahasa, motorik dan sosial.
• Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa
gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
Epidemiologi
 Prevalensi retardasi mental pada satu waktu
diperkirakan sekitar 1% dari populasi. Insiden
retardasi mental sulit di hitung karena retardasi
mental ringan kadang tidak dikenali hingga masa
kanak-kanak pertengahan. Insiden tertinggi pada
usia sekolah dengan usia puncak 10-14 tahun.
Retardasi mental kira-kira lebih sering pada laki-
laki sekitar 1,5 kali dibandingkan perempuan.
Etiologi
 Faktor etiologis retardasi mental terutama dapat
berupa genetik, perkembangan, didapat, atau
kombinasi berbagai faktor. Penyebab genetik
meliputi kondisi kromosomal dan diwariskan,
faktor perkembangan mencakup perubahan
kromosom seperti trisomi atau pajanan perinatal
terhadap infeksi dan toksin.
Diagnosis
 Diagnosis retardasi mental dapat ditegakan
setelah anamnesis, penilaian intelektual standar,
dan pengukuran fungsi adaptif menunjukkan
bahwa perilaku anak ini secara signifikan berada
dibawah tingkat yang diharapkan. Uji
laboratorium dapat digunakan untuk mengetahui
penyebab serta prognosis.
 Anamnesis
 Riwayat keluarga; orangtua dengan
perkawinan sedarah dan gangguan herediter
 Menilai lata belakang sosiokultural, iklim
emosional di rumah, dan fungsi intelektual
pasien
 Wawancara psikiatri
 Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif
dan ekspresif harus dinilai
 Distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus
diperiksa
 Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan
menggali dan pengalaman penting untuk dicatat
 Pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan
motorik, agresif dan seksual) harus dinilai.
 Pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus
mengungkapkan bagaimana pasien mengalami
stadium perkembangan.
 Pemeriksaan fisik
 Konfigurasi dan ukuran kepala
 Wajah pasien (hipertelorisme, tulang hidung yang datar,
alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas
kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau
bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan
gigi geligi)
 Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan
lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran
anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah
bidang lain yang digali
 Pemeriksaan neurologis
 Gangguan sensoris dapat berupa gangguan pendengaran dan
gangguan visual
 Gangguan dalam bidang motorik, dimanifestasikan oleh kelainan
pada tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia),
dan gerakan involunter (koreoatetosis).
 Tes laboratorium
 Pemeriksaan urin dan darah
 Amniosintesis
 Pengambilan sampel vili korionik
 Pemeriksaan psikologis
 untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan
kognititf. Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan
interpersonal juga penting
Gambaran klinis
 Gambaran ini yang dapat terjadi sendiri atau
sebagai bagian dari gangguan mental termasuk
hiperaktivitas, toleransi yang rendah terhadap
frustasi,agresi, ketidakstabilan afektif, perilaku
motorik stereotipik berulang, dan perilaku
mencederai diri sendiri.
Diagnosis DSM IV
 Fungsi intelektual secara signifikan berada di bawah
rata-rata, IQ kurang dari 70;
 Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua
bidang berikut: Komunikasi, mengurus diri sendiri,
kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal,
penggunaan sumber daya komunitas, kemampuan
untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan
akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesehatan
dan keamanan;
 Terjadi sebelum usia 18 tahun
Retardasi Mental
Ringan
 Antara IQ 50-55 hingga 70. Mereka tidak selalu
dapat dibedakan dengan anak-anak normal
sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja akhir
biasanya mereka dapat mempelajari keterampilan
akademik yang kurang lebih sama dengan level
6. Mereka dapat bekerja ketika dewasa, pekerjaan
yang tidak memerlukan keterampilan yang rumit
dan mereka bisa mempunyai anak
Retardasi Mental
Sedang
Antara IQ 35-40 hingga 50-55. Orang yang mengalami retardasi
mental sedang dapat memiliki kelemahan fisik dan disfungsi
neurologis yang menghambat keterampilan motorik yang normal,
seperti memegang dan mewarnai dalam garis, dan keterampilan
motorik kasar, seperti berlari dan memanjat. Mereka mampu,
dengan banyak bimbingan dan latihan, berpergian sendiri di
daerah lokal yang tidak asing bagi mereka. Banyak yang tinggal
di institusi penampungan, namun sebagian besar hidup bergantung
bersama keluarga atau rumah-rumah bersama yang disupervisi

Retardasi Mental
Berat
Antara IQ 20-25 hingga 35-40.
Umumnya mereka memiliki
abnormalitas fisik sejak lahir dan
keterbatasan dalam pengendalian
sensori motor. Sebagian besar tinggal
di institusi penampungan dan
membutuhkan bantuan supervisi terus
menerus.
Pencegahan
1. Pencegahan primer, dapat dilakukan dengan:
a. pendidikan kesehatan pada masyarakat;
b. konseling genetik;
c. tindakan kedokteran;
d. pertolongan persalinan yang baik;
e. mencegah kehamilan pada usia terlalu muda
dan terlalu tua.
2. Pencegahan sekunder, berupa: diagnosis dan
pengobatan dini peradangan otak.
Pencegahan

3. Pencegahan tersier
› untuk menekan kecacatan yang terjadi
setelahnya
a. Pendidikan untuk anak
 termasuk program yang lengkap yang menjawab
latihan keterampilan adaptif, latihan keterampilan
sosial, dan latihan kejujuran.
 Perhatian khusus harus dipusatkan pada
komunikasi dan usaha untuk meningkatkan kualitas
hidup
b. Terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika
c. Pendidikan keluarga
Farmakoterapi
 Agresif dan perilaku melukai diri sendiri
› Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) dapat
menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien
retardasi mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik
untuk gangguan austik infantile.
 Mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat
mempengaruhi pelepasan opioid endogen yang dianggap
berhubungan dengan melukai diri sendiri.
› Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene)
adalah medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa
kasus perilaku melukai diri sendiri.
 Gerakan motorik stereotipik
› Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol
(Haldol) dan chlorpromazine (Thorazine),
menurunkan perilaku stimulasi diri yang
berulang pada pasien retardasi mental, terapi
medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku
adaptif.
 Perilaku kemarahan eksplosif
› Penghambat-β, seperti propranolol dan
buspirone (BuSpar), menyebabkan penurunan
kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan
retardasi mental dan gangguan autistik.
 Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
› Penelitian terapi methylphenidate pada pasien
retardasi mental ringan dengan gangguan
defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan
perbaikan bermakna dalam kemampuan
mempertahankan perhatian dan menyelesaikan
tugas. Penelitian terapi metylphenidate tidak
menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka
panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai