Anda di halaman 1dari 42

Referat

Karsinoma
Nasofaring
FAUZIAH ANDIANI 112016151 Dokter Pembimbing:
CELINE C. SURYA 112016113 dr. Riza Rizaldi, Sp. THT-KL
Pendahuluan
WHO  13% Kemation oleh Kanker
Di Indonesia prevalensi kanker 4,3/1000 penduduk, dan peyebab
kematian ke 7
Insiden Karsinoma Nasofaring (KNF) tertinggi pada penduduk Cina
bagian selatan, daerah Guangxi > 50/100.000 per tahun.
KNF 2% di dunia untuk semua karsinoma sel squamous kepala &
leher.
Data RS Dharmais tahun 2003-2007 KNF peringkat ke3 setelah
ca mamae dan serviks. KNF pada pria menempati urutan 1 yaitu
terbanyak, sedangkan pada wanita menempati urutan ke 5
Definisi
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul
pada sel-sel epitel pelapis nasofaring.
Epidemiologi
Insiden KNF di Indonesia berdasarkan (GLOBOCAN
(Global Burden of Cancer Study) tahun 2012 mencapai
5,6 per 100.000 penduduk per tahun
Rasio pria : wanita  2,3 : 1 (faktor genetik, kebiasaan
hidup, pekerjaan, dll)
Usia rata-rata 30-59 tahun
Ras Mongoloid (Cina Selatan, Hongkong, Vietnam,
Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia) -> faktor
dominan KNF
Etiologi
Epstein-Barr Virus selalu dikaitkan pada KNF 
peningkatan titer antibodi IgG terhadap EBV, kapsid
antigen dan early antigen
Resiko pada perokok 2-6 x.
Mengkonsumsi ikan asin
Fakor genetik
Uap zat kimia
Asap kayu bakar
Anatomi
Batas nasofaring:
• Superior: basis cranii
• Inferior: bidang
horisontal yang ditarik
dari palatum durum ke
posterior.
• anterior: choana ka/ki
• Posterior: C I-II
• Lateral: mukosa lanjutan
dari mukosa atas
belakang, muara tuba
eustachii, fossa rosen
muller
Struktur Nasofaring
Histologi
Mukosa faring dilapisis oleh epitel bersilia
Setelah 10 tahun, menjadi epitel nonkeranitizing
squamous (skuamosa tak berkeratinisasi)
Mukosa invaginasi membentuk kripta
Sering dijumpai pada dinding lateral nasofaring
termasuk fossa Rosenmuller
Karsinoma Nasofaring
Stadium dini
◦ gejala hidung dan gejala telinga
◦ Permukaan tumor rapuh sehingga mudah berdarah
jika terjadi iritasi ringan.
◦ Pilek berulang
Stadium lanjut
Tumor yang meluas foramen laserum dan mengenai
group anterior saraf otak III, IV, V dan VI (diplopia),
limfadenopati servikal
Gejala
Gejala telinga
◦ Oklusi Tuba Eustachius  tinitus
◦ Dapat berkembang jadi otitis Media
◦ Pendengaran menurun

Gejala hidung
◦ Epistaksis
◦ Gejala menyerupai rhinitis kronik (menutupi koana)
Gejala Mata : diplopia
Tumor sign: KGB >>
Cranial sign
◦ Sakit kepala terus-menerus
◦ Sensibilitas pada pipi dan hidung berkurang
◦ Disfagia
◦ Afoni
Trotter Triad: tuli konduktif, elevasi dan imobilitas palatum
mole, nyeri pada wajah bagian lateral leher.
Patofisiologi
Penyebaran ke atas
Meluas ke intrakranial sepanjang
fossa cranialis media  rusak
saraf kranialis ant (N I-VI) 
diplopia dan neuralgia Trigeminal

Penyebaran KNF

Penyebaran ke belakang menembus


fascia Pharyngobasilaris  rusaknya
Penyebaran KGB
N VII-XII dan N. simpatikus servikalis
KGB >>
Nyeri (-)  sindroma Jackson
imobile
Infeksi epstein-Barr
◦ Kenaikan titer ag EBV penderita KNF non-keratinisasi
berbanding lurus dengan stadium KNF
◦ Ditemukan protein laten  proses proliferasi virus
◦ Protein (EBNA-1, LMP-1, LMP2A, LMP-2B)  MARKER
◦ 50% pada serum os ditemukan LMP-1
◦ Semua KNF ditemukan EBNA-1
Genetik  gen HLA dan gen CYP2E1
Faktor lingkungan  konsumsi ikan asin, makanan yang
diawetkan.
Diagnosis
Anamnesis
◦ Berdasakan keluhan yang dirasakan pasien (tanda dan gejala KNF)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Gejala Klinis
Formula
Digsby
Gejala Nilai
Massa terlihat ada Nasofaring 25
Gejala khas di hidung 15
Gejala khas di pendengaran 15
Sakit kepala unilateral atau 5
bilateral
Gangguan neurologic saraf 5
kranial
Eksoftalmus 5
Limfadenopati 25

• Nilai mencapai 50 diagnosis klinik dapat dipertanggungjawabkan


• Secara klinik jelas, biopsy tumor primer mutlak dilakukan
Pemeriksaan Nasofaring
Rinoskopi Posterior
Massa yang menonjol pada
Nasofaringoskop mukosa dengan permukaan halus,
Fibernasofaringoskopi bernodul (dengan atau tanpa
ulserasi) atau massa yang
menggantung dan infiltrat

Tidak dijumpai lesi, dilakukan


biopsy dan pemeriksaan sitologi
Biopsi Nasofaring
Diagnosis pasti KNF dengan diagnosis klinik ditunjang
diagnosis histologic atau sitologik.
Biopsi dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung dan mulut
Biopsi tumor nasofaring dengan anestsi topical xylocain 10
%
Hidung Mulut

• Tanpa melihat jelas tumornya • Memakai bantuan kateter


(blind biopsy) nelaton yang di masukan
• Cunam biopsy dimasukan melalui hidung dan ujung
melalui rongga hidung kateter yang berada dalam
menyelusuri konka media ke mulut ditarik keluar dan diklem
nasofaring kemudian cunan bersama ujung kateter yang di
diarahkan ke lateral dan hidung, demikian sebelahnya
dilakukan biopsi sehingga palatum mole tertarik
ke atas.
• Dengan kaca laring lihat daerah
nasofaring dan dilakukan biopsi
Sitologi dan Histopatologi
WHO tahun 1978 WHO tahun 1991
1. Keratinizing squamous cell carcinoma 1. Keratinizing squamous cell carcinoma
ditandai adanya keratin atau
intercellular bridge
2. Non Keratinizing squamous cell 2. Non Keratinizing squamous cell
carcinoma carcinoma
ditandai batas sel yang jelas terdiri atas differentiated dan
Undifferentiated dan basaloid carsinoma
3. Undifferentiated carcinoma
ditandai pola pertumbuhan syncytial,
sel polygonal berukuran besar, anak inti
menonjol dan stroma dengan infiltrasi
sel radang limfosit
Histopatologi
Keratinizing squamous cell carcinoma
Diferensiasi dari sel squamous dengan
intercellular bridge atau keratinisasi
Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau
Sel-sel tumor berbentuk polygonal dan
stratified
Batas sel jelas dan dipisahkan oleh
intercellular bridge
Sel-sel pada bagian tengah pulau
menunjukan sitoplasma eosinofilik  yang
mengindikasikan keratinisasi
Non Keratinizing squamous cell carcinoma
Gambaran stratified dan membentuk pulau-
pulau
Batas antar sel jelas dan kadang dijumpai
intercellular bridge yang samar-samar
Dibandingkan undifferentiated carcinoma ukuran
sel lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti
lebih hiperkhromatik dan anak inti lebih
menonjol
Undifferentiated carcinoma
• Gambaran sentitial dengan batas sel
yang tidak jelas
• Inti bulat sampai oval dan vesicular
• Dijumpai anak inti
• Infiltrat sel radang dalam jumlah
banyak Tipe Regauds

• Terdapat dua tipe yaitu Regauds dan


Schminke

Tipe Schminke
Basal squamous cell carcinoma
Memiliki dua komponel: sel basaloid dan sel squamous
Sel basaloid berukuran kecil, inti hiperkhromatin, tidak dijumpai anak
inti
Komponen sel squamous dapat in situ atau invasif
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos, CT Scan, dan MRI
Tujuan Utama:
 Diagnosis yang lebih pasti
 Menentukan lokasi yang lebih tepat
 Mencari dan menentukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitar
Endoskopi
Endoskopi memainkan peran kunci dalam deteksi awal lesi KNF
Menilai ekstensi tumor di permukaan mukosa nasofaring
Bertujuan menilai nasofaring untuk memprediksi kemungkinan KNF,
namun terkadang sulit terutama pada lesi kecil di ossa
Rosenmuller,tonjolan kecil atau asimetri di atap.
Pemeriksaan Serologi
Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi EB telah
menunjukan kemajuan dalam mendeteksi karinoma
nasofaring
Diagnosis Banding
1. Hiperplasia Adenoid 2. Angiofibroma Juvenilis
Biasanya pada anak-anak Tumor ini kaya akan pembuluh
darah dan biasanya tidak infiltrate
Hyperplasia karena infeksi
berulang Foto polos: massa pada atap
nasofaring, batas tegas
Foto polos: massa lunak pada atap
nasofaring, batas tegas, simetris, Dapat meluas seperti karsinoma
dan tak tampak infiltrasi tidak menimbulkan destruksi
tulang, hanya erosi
Antral sign: pelengkungan ke arah
depan dari dinding belakang sinus
maksilaris
3. Neurofibroma 4. Chordoma
Sering timbul pada ruang faring Destruksi tulang
lateral menyerupai keganasan
dinding lateral nasofaring Foto polos: kalsifikasi atau
destruksi di daerah clivus
CT Scan: pendesakan ruang para
faring ke arah medial CT Scan: apakah ada pembesaran
kelenjar cersvikal bagian atas
Stadium: UICC (Union
Internationale Centre Cancer)
T= Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan
perluasannya

T0 : tidak tampak tumor


T1 : tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : tumor meluas ke jaringan lunak
◦ T2a: ke orofaring atau rongga hidung
◦ T2b: ke parafaring

T3 : tumor menginvasi struktur tulang/ sinus paranasal


T4 : tumor dengan perluasan intracranial/ keterlibatan saraf cranial
N= Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional

Nx : pembesaran KGB tidak dapat dinilai


N0 : tidak ada pembesaran KGB
N1 : metastasis KGB unilateral dengan ukuran terbesar ≤6 cm di atas
fossa supraklavikula
N2 : metastasis KGB bilateral dengan ukuran terbesar ≤6 cm di atas
fossa supraklavikula
N3 : metastasis KGB bilateral dengan ukuran > 6 cm di atau terletak di
dalam fossa supraklavikula
◦ N3a : ukuran > 6 cm
◦ N3b : di dalam fossa supraklavikula
M= Metastase, menggambarkan metastase jauh

Mx : metastasis jauh tidak dapat dinilai


M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh
Berdasarkan TNM, Stadium
dapat ditentukan:
Stadium T N M
0 T1 N0 M0
I T1 N0 N0
IIA T2a N0 M0
IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N2 M0
IVa T4 N0,N1,N2 M0
IVb Semua T N3 M0
IVc Semua T Semua N M1
Prognosis
Angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor:
 Stadium yang lebih lanjut
 Usia > 40 tahun
 Laki-laki dari pada perempuan
 Adanya pembesaran kelenjar leher
 Adanya kelumpuhan saraf otak dan kerusakan tulang tengkorak
 Adanya metastasis jauh
Komplikasi
Petrosphenoid sindrom
tumor tumbuh ke atas dasar tengkorak lewat foramen laserum sampai
sinus cavernosus menekan saraf N. II, N.III, N.IV, N.VI dengan kelainan
neuralgia trigeminus dan ptosis palpebral.

Retroparidean sindrom
tumor tumbuh ke depan kearah rongga hidung, ke samping dan
belakang ke parafaring dan retrofiring. Menekan saraf N.IX, N.X, N.XI,
N.XII dengan kesulitan menelan, hiper/hipoanestesi, kelumpuhan
trapezius, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah
Penatalaksanaan
Radioterapi

Dengan atau tanpa kemoterapi


Pilihan pertama : radiasi karena tumor tipe anaplastic yang bersifat
radiosensitive
Radioterapi eksterna : kobal (co60) atau akselerator linear
Metode Brakhiterapi : memasukan sumber radiasi ke rongga nasofaring
Stadium terbatas (T1,T2) : dosis mencapai 4000 rad
Stadium T3 dan T4 : dosis mencapai 6000 rad
Metastasis : dosis 6000 rad atau lebih
Tujuan radioterapi

Radiasi kuratif : sasaran adalah tumor primer, KGB leher dan


supraklavikula
 Dosis total: 6600-7000 rad dengan fraksi 200 rad
 5 kali pemberian dalam seminggu

Radiasi paliatif : untuk metastasis tumor pada tulang dan kekembuhan


local
 Metastasis tulang: 3000 rad dengan fraksi 300 rad, 5x perminggu
 Kekambuhan local: terbatas pada daerah kambuh
Komplikasi radioterapi

Komplikasi dini : beberapa minggu setelah radioterapi


 Mual-muntah
 Mukositis
 Anoreksia
 xerostamia

Komplikasi lanjut : setelah 1 tahun


 Kontraktur
 Penurunan pendengaran
 Gangguan pendengaran
Kemoterapi

Stadium lanjut atau keadaan kambuh


Indikasi kemoterapi:
 Kanker masih ada, hasil biopsy masih +
 Kemungkinan kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
maksoskopis
 Tumor dengan derajat keganasan tinggi
Operasi:
Diseksi leher radikal :
 dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi
 Adanya kelenjar dengan syarat tumor primer sudah dinyatakan bersih
dengan pemeriksaan radiologic dan serologik
Nasofaringektomi
 Operasi pada kasus-kasus kambuh

Imunoterapi:
Masih dalam penelitian
Belum digunakan dalam terapi

Anda mungkin juga menyukai