Anda di halaman 1dari 136

Case Report Session

Chronic Kidney Disease

presentan :
Destya Suci Nuraeni
Ghaida Nurshafa R
Retno Fauziah

Preseptor :
Fitriandi., dr., SpPD
SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD AL ihsan bandung
2018
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny I
 Umur : 42 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Sadangsari
 Agama : Islam
 Suku : Sunda
 Pekerjaan : IRT
 Pendidikan terakhir : SMP
 Status Pernikahan : Menikah
 Tanggal Masuk RS : 26 Juli 2018
 Tanggal Pemeriksaan : 28 Juli 2018
KELUHAN UTAMA

Lemas Badan
ANAMNESIS

 Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam


RSUD Al-Ihsan dengan keluhan lemas
badan sejak 1 hari SMRS. Keluhan
muncul secara tiba-tiba dan dirasakan
secara terus-menerus. Keluhan lemas
badan membuat pasien tidak bisa
beraktivitas seperti biasa.
 Keluhan disertai lemah, letih dan mudah
merasa lelah, keluhan juga disertai wajah
nampak pucat, telinga berdenging, mata
sering berkunang-kunang. Pasien juga merasa
pusing dan merasa mual. Pasien juga
mengeluhkan sering mengalami kehilangan
kesadaran (pingsan). Pasien juga
mengeluhkan adanya sesak napas sejak 1 hari
SMRS.
Pasien mengaku jarang mengkonsumsi daging
merah, pasien juga menyangkal adanya keluhan
nyeri menelan ataupun sariawan disekitar mulut.
Pasien menyangkal senang mengkonsumsi
makanan yang tidak biasa seperti es batu. Pasien
menyangkal sering bertelanjang kaki ketika
berjalan di tanah. Pasien juga menyangkal
adanya BAB berdarah dan luka terbuka. Pasien
menyangkal adanya kulit dan mata yang
menguning. Pasien menyangkal adanya
penurunan berat badan dan merasa mudah
mimisan atau memar di tubuh. Pasien mengaku
siklus menstruasi teratur dan lama menstruasi
selama 1 minggu dengan jumlah darah yang
sama tiap bulannya.
Pasien mengaku pernah mengalami sullit BAK.
Sehari hanya 1-2 kali. Pasien merasa perut terasa
membesar dan bengkak pada kedua kaki.
Pasien menyangkal adanya riwayat meminum
obat-obatan seperti kloramfenikol, obat kejang,
kemoterapi, terpapar bahan kimia atau radiasi
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien
menyangkal adanya riwayat DM dan asam urat.
Pasien menyangkal pernah merokok
sebelumnya.
Riwayat penyakit
sebelumnya
 Pasien memiliki riwayat penyakit ginjal
kronis.
 Pasien sekali tiap sebulan melakukan
transfusi darah selama 15 bulan terakhir.
 Pasien memiliki riwayat darah tinggi.
 Pasien pernah dirawat dengan keluhan
yang sama 1 bulan yang lalu.
PEMERIKSAAN FISIK

 Kesan sakit : tampak sakit sedang


 Keadaan umum : compos mentis
 Tanda-tanda vital:
tekanan darah : 180/100mmHg
nadi : 80 x/menit
respirasi : 22 x/menit
suhu : 36,1 oC

BB : 68 kg
TB : 157 cm
KEPALA
 Rambut: tidak kusam, hitam, tidak mudah rontok
 wajah: pigmentasi (-), jaringan parut (-), edema (-)
 Mata: simetris, palpebra edema (-/-), konjunctiva
anemis (+), sclera icteris (-), pupil bulat isokor,
refleks cahaya +/+
 Hidung: simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
 Telinga: deformitas (-), luka (-), benjolan (-),
otorrhea (-)
 Mulut: bibir lembab, perdarahan gusi (-), lidah
bersih, frenulum linguae icteric (-), faring hiperemis
(-), arcus faring simetris dengan uvula di tengah,
Tonsil : T1/T1
LEHER

 Edema (-)
 JVP 5+1 cmH2O, tidak terdapat
hepatojugular reflux
 KGB tidak teraba
 Trakea tidak deviasi
 Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Cor

Inspeksi:
• Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi:
• Iktus kordis teraba pada ICS V Linea midclavicula sinistra

Perkusi:
• Batas jantung:
• kanan  ICS V linea parasternalis dextra
• kiri  ICS V linea midclavicula sinistra
• atas  ICS II linea mid clavicularis sinistra

Auskultasi:
• Suara jantung S1 dan S2 normal regular
• Murmur (-), gallop (-)
Pulmo Anterior

Inspeksi:
• Gerak dan bentuk simetris
• Warna kulit normal
• Jejas/kemerahan/jar.parut/spider naevi (-), deformitas skeletal (-)

Palpasi:
• Gerakan napas teraba simetris
• VF (+), kanan = kiri
• Sela iga tidak melebar

Perkusi:
• Sonor pada kedua lapang paru
• Batas paru hepar ICS VI Linea MidClavicular Dextra peranjakan
sekitar 1 sela iga

Auskultasi:
• VBS (+), kanan = kiri
• VR (+), kanan = kiri
• Ronchi -/-, wheezing -/-
Pulmo Posterior

Inspeksi Auskultasi:
• Gerak dan bentuk simetris • VBS (+), kanan = kiri
• Warna kulit normal • VR (+), kanan = kiri
• Ronchi -/-
Palpasi: • wheezing -/-
• Gerakan napas teraba
simetris Flank
• VF (+), kanan = kiri • Nyeri ketok CVA +/+

Perkusi:
• Sonor pada kedua lapang
paru
• Nyeri ketok CVA (-)
ABDOMEN
 Inspeksi:
Datar, lembut

 Auskultasi:
Bunyi Usus (+)

 Palpasi:
Lembut,Hepar dan lien tidak teraba pembesaran

 Perkusi:
Tympani pada 4 kuadran
Pekak samping (-), pekak pindah (-)
Ruang traube kosong
EKSTREMITAS

ATAS BAWAH
Edema -/- Edema -/-
Palmar erithema (-) Palmar erithema (-)
Sianosis (-) Sianosis (-)
Liver nail (-) Liver nail (-)
Hiperpigmentasi (-) Hiperpigmentasi (-)
Hangat Hangat
Pucat (+) Pucat (+)
Capillary refill < 2 detik Capillary refill < 2 detik
• Neurologi
a. Gerakan : Simetris, kekuatan otot
tungkai 5/5, lengan 5/5
b. Tonus : Baik
c. Reflek
Fisiologis : KPR +/+, ATR +/+, BTR +/+
Patologi : Babinski -/-, Chaddok -/-
, Oppenheim -/-, Gordon -/-

• Kulit
Tidak pucat, sianosis (-), hiperhidrosis (-
), petechie (-), purpura (-), ekimosis (-)
DIAGNOSIS BANDING

 Anemia e.c. Chronic Kidney Disease


 Anemia Defisiensi Besi
 Anemia Aplastik
USULAN PEMERIKSAAN

 Laboratorium:
- Darah rutin (Hb, Ht, Trombosit, Leukosit)
- Fungsi ginjal
- Elektrolit
- Glukosa darah sewaktu, puasa, HbA1c
- Urinalisis dan albumin urin
- Ferritin serum, TIBC, serum besi
 Foto toraks
 EKG
 USG Ginjal
Pemeriksaan Penunjang
Tgl 25/07/2018 Tgl 26/07/2018
Hb : 4,1 g/dl Hb : 4,0 g/dl
Leukosit : 5920 sel/u Leukosit : 7800 sel/u
Eritrosit : 1,44 juta/mikroliter Eritrosit : 1,39 juta/mikroliter
Hematokrit : 12,2 % Hematokrit : 11,9 %
Trombosit : 149.000 Trombosit : 127.000
sel/mikrolitier sel/mikrolitier
Ureum : 39 mg/dl Ureum : 176 mg/dl
Kreatinin : 1,20 mg/dl Kreatinin : 8,32 mg/dl
GDS : 85
PT : 47
Tgl 29/07/2018
Hb : 8,4 g/dl
Leukosit : 5400 sel/u
Eritrosit : 3,07 juta/mikroliter
Hematokrit : 26,0 %
Trombosit : 115.000 sel/mikrolitier
 EKG tgl 27/8/2018

Kesan :
Normal sinus rhythm
ST dan T-wave abnormal (lateral ischemia)
 EKG tgl 30/8/2018

Kesan :
Normal sinus rhythm
DIAGOSIS KERJA

 Anemia e.c. Chronic Kidney Disease


Tatalaksana

Tatalaksana umum
 Tirah baring
 Oksigen 2-4 L
 Infus NaCl 0,9%
 Pembatasan asupan protein dan fosfat
 Edukasi kepada pasien tentang
penyakit, penyebab, gejala,
pengobatannya, dan komplikasi
 Transfusi darah PRC
 Lasix 10 mg 1 amp
 Omeprazole
 Captopril 3 x 12,5mg
Prognosis

 Quo ad vitam : dubia ad malam


 Quo ad fungsionam : ad malam
 Quo ad sanasionam : ad malam
Follow up
S: pasien merasa lemas badan dan pusing, sesak menurun
28/07/2018
O:
KU: tampak sakit sedang
Kes: CM
TTV:
TD: 150/90 mmHg
PR: 88 x/min
S: 36,4° C
RR: 20 x/min
SpO2 : 100%
Mata: anemis
Hb : 4,0
A: CKD + anemia

P:
Infus NaCl 20gtt
Transfusi PCT 1 labu
Omeprazole 1x1
Ca Gluconase
Lasix 1 amp (post transfusi)
Follow up
S: os mengaku badan lemas dan nyeri kepala
30/7/2018
O:
KU: tampak sakit sedang
Kes: CM
TTV:
TD: 160/90 mmHg
PR: 62 x/min
S: 36,1° C
RR: 16 x/min
Abdomen acites (-), ekstremitas edema (-)

A: CKD + anemia + hipertensi

P:
Infus NaCl 20gtt
Transfusi PCT 2 labu
Omeprazole 1x1
Ca Gluconase
Lasix 1 amp (post transfusi)
Captopril 3 x 12,5mg
ANEMIA

 Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit


(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen carrying capacity).
 Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit
tersendiri (disease entity), tetapi merupakan
gejala berbagai macam penyakit dasar
(underlying disease).
> 30% penduduk dunia atau 1500
juta orang menderita anemia.

Indonesia:
Anak prasekolah Anak : 30-40%
usia sekolah : 25-35%
Perempuan dewasa tidak hamil : 30-40%
Perempuan hamil : 50-70%
Laki-laki dewasa : 20-30%
Pekerja berpenghasilan rendah : 30-40%
Tabel 3.1 Kriteria Anemia Menurut WHO

Kelompok Kriteria Anemia (Hb)

Laki-laki dewasa < 13 g/dl

Wanita dewasa tidak < 12 g/dl


hamil
Wanita hamil < 11 g/dl
 Etiologi dan Klasifikasi Anemia
 Pada dasarnya anemia disebabkan oleh
 1) gangguan pementukan eritrosit oleh sumsum tulang
 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
 3) proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum
waktunya (hemolisis).
 Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan
gambaran morfologis dengan melihat indeks eritrosit atau
hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi
tiga golongan
1. Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl dan MCH < 29 pg)
2. Anemia normokromik normositer (MCV < 80-95 fl dan MCH 27-
34 pg)
3. Anemia makrositer (MCV < 95 fl)
Klasifikasi menurut Etiopatogenesis
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
 Anemia defisiensi besi
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12
2. Ganguan penggunaan (utilisasi) besi
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
 Anemia aplastik
 Anemia mieloplastilk
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia diseritropoietik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal
kronik
Gangguan Proses penghancuran
Pembentukan eritrosit Perdarahan
eritrosit dalam tubuh
oleh sumsum tulang (hemolysis)

Klasifikasi lain untuk anemia dapat


berdasarkan gambaran morfologik
dengan melihat indeks eritrosit atau
hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini
anemia dibagi menjadi tiga golongan: 1).
Anemia hipokromik mikrositer, bila
MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg; 2).
Anemia normokromik normositer, bila
MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; 3).
Anemia makrositer, bila MCV 95 fl.
Manifestasi Klinis
 Gejala umum anemia
 Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak
nafas dan dispepsia.
 Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat
pada kongjutiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di
bawah kuku.
 Gejala khas masing-masing anemia
 Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, dan kuku sendok (kilonychia).
 Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada def
B12
 Anemia hemolitik: ikterus, splenomegaly, hepatomegaly
 Anemia apalsttik: perdarahan dan tanda-tanda infeks
 Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi
tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing
tarnbang: sakit perut, pembengkakan parotis dan wama kuning pada telapak tangan.
PATOFISIOLOGI
Anemia HipokromikMikrositer
Anemia Normokromik Normositer
Anemia
Makrositer
Pendekatan
Terapi

a)Terapi untuk keadaan darurat


seperti misalnya pada
perdarahan akut akibat anemia
aplastik yang mengancam jiwa
pasien, atau pada anemia
pasca perdarahan akut yang
disertai gangguan
hemodinamik,
b) Terapi suportif,
c)Terapi yang khas untuk
masing-masing anemia,
d). Terapi kausal untuk
mengobati penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut.
ANEMIA DEFISIENSI
BESI
Definisi

 Anemia Defisiensi Besi adalah anemia yang timbul


akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted
iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang.
 Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil
laboratorium yang menunjukan cadangan besi
kosong.
Prevalensi
Etiologi

 Rendahnya asupan besi, dangguan absorbsi, kehilangan besik karena


perdarahan menahun.
 Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
 Saluran cerna (ulkus peptikum, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker
kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
 Saluran genital perempuan: menorrhagia atau metrorrhagia
 Saluran kemih: hematuria
 Saluran napas: hemoptoe
 Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vit C, dan
rendah daging)
 Kebutuhan besi meningkat: seperti prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan
 Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Gejala
 Gejala umum anemia (sindrom menghilang
anemia)  Stomatitis angularis: keradangan
 Hb ≤ 7-8 g/dl pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercah berwarna pucat
 Lemah keputihan
 Lesu  Disfagia: nyeri menelan karena
 Cepat lelah kerusakan epitel hipofaring

 Mata berkunang-kunang  Atrofi mukosa gaster: akhloridia

 Telinga berdenging  Pica: keinginan untuk memakan


bahan makanan yang tidak lazin
 Pasien terlihat pucat (tanah liat, es, lem, dan lain-lain)
 Gejala khas defisiensi besi  Gejala penyakit dasar
 Koilonychia: spoon nail, kuku rapuh,  Karena cacing: dispepsia, parotis
bergaris-garus vertikal dan menjadi membengkak, kulit telapak tangan
cekung kuning
 Atrofi papil lidah: menjadi licin dan  Perdarahan kronik krn ca kolon:
mengkilap karena papil yang gangguan BAB.
Pemeriksaan Laboratorium

 Kadar Hb dan indeks eritrosit


 Hipokromik mikrositer
 MCV < 70 fl dan MCH menurun dan MCHC menurun
 Konsentrasi besi serum menurun, TIBC meningkat
 Kadar besi serum menurun <50 μg/dl
 TIBC meningkat > 350 μg/dl
 Saturasi transferin < 15%
 Sumsum tulang
 Hiperplasia normoblastik ringan
Diagnosis banding

 Anemia akibat penyakit kronik


 Thalassemia
 Anemia sideroblastik
Terapi

 Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan.


Misalnya pengobadan cacing tambah, pengobadan
hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi ini
dilakukan bila tidak maka anemia akan kembali.
 Pemberian preparat besi untuk mengganti
kekurangan besi dalam tubuh.
 Terapi besi oral
 Ferrous sulphat 3x200mg selama 3-6 bulan
  66mg besi elemental
  gangguan gastrointestinal, mual muntah, konstipasi
 Terapi besi parenteral
 Indikasi: intolerasi oral, kepatuhan obat rendah, gangguan pencernaan, penyera
besi terganggu, keadaan kehilangan darah, kebutuhan besi besar dalam waktu
pendek, defisiensi besi fungsional reatif karena eritropoetin
 Iron dextran complex (50 mg besi/ml)
  flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, sinkop
 .
 Pengobatan lain
 Diet (makanan dari protein hewani, vit C 3 x 100mg/hari)
 Transfusi darah
 Penyakit jantung anemik dengan ancaman HF
 Anemia yang sangat simtomatik
 Pasien memerlukan kadar Hb yang cepat/ preoprasi
Pencegahan

 Pendidikan kesehatan
 Kesehatan lingkungan (pemakaian jambah,
perbaikan lingkungan kerja)
 Penyuluhan gizi untuk mengkonsumsi makanan
yang membantu absorbsi besi
 Pemberantasan dan pengendalian infeksi
cacing tambang
 Suplementasi besi untuk penduduk yang
rentan
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi
Anemia Hemolitik Non Imun
Kadar hemoglobin kurang dari normal akibat kerusakan sel
Anemia eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk
menggantikannya. Dapat terjadi karena: defek molekuler

Hemolitik (hemoglobinopati atau enzimopati), abnormalitas struktur dan


fungsi membrane-membrane, dan factor lingkungan seperti
trauma mekanik.

Anemia Hemolitik Imun/Autoimune Hemolytic


Anemia (AIHA/AHA)
Merupakan suatu kelainan di mana terdapat antibodi terhadap
sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.
ANEMIA APLASTIK
Definisi

 Kegagalan hemopoiesis yang jarang ditemukan


namun mengancam jiwa
 = anemia refrakter, anemia hipoplastik, hipositemia
progresif, anemia aregeneratif,
 Ditandai :
 Pansitopenia
 Aplasia sumsum tulang
Epidemiologi

 2-6 kasus per 1 juta penduduk per tahun


 Usia : 15-25 tahun, puncak insidens kedua : >60 tahun
 Perjalanan penyakit pada pria lebih berat
 Bervariasi sesuai geografis (lingkungan)
Etiologi

 Herediter
 Acquired
 Idiopatik
Faktor Risiko
 Paparan
 obat-obatan (kloramfenikol, fenilbutazon,
senyawa sulfur, emas, antikonvulsan)
 bahan kimia
 bahan toksik (radiasi, kemo)
 Kehamilan
 Infeksi virus/bakteri sebelumnya (EBV, Influenza,
Dengue, TB, CMV, HIV, Parvovirus, Hepatitis)
 Fasciittis eosinofilik
 Riwayat keluarga
Klasifikasi
Patofisiologi & Patogenesis

 Hamil :
 Esterogen +predisposisi genetik
 Zat penghambat darah
 Tidak ada perangsang hematopoiesis
Patofisiologi & Patogenesis

 Destruksi sel imun :


 Secara patofisiologis : destruksi spesifik yg diperantarai
setl T  dikaitkan inf.virus, pajanan obat, kimia
 limfosit menghambat pembentukan koloni hemopoietik
 Limfosit T sitotoksik  IFN gamma, TNF alfa destruksi sel-
sel asal hemopoietik, inhibitor hemopoiesis
 Kegagalan hematopoietik :
Pada pasien dg pansitopenia : penurunan sel asal
dan induk s/d 1%
 Digantinya sumsum tulang oleh jaringan lemak
 Sel CD34 (sel imatur hematopoietik) sangat
kurang jumlahnya
Gejala
Temuan Klinis
Laboratorium

 Darah Tepi :
 Pansitopenia
 Normokrom normositer
 Granulosit & trombosit rendah
 Limfositosis relatif
 Leukosit muda / eritrosit muda  bukan anemia aplastik
 LED meningkat
 Faal hemostasis : waktu perdarahan memanjang
 Biopsi sumsum tulang : hiposelular
Tatalaksana

 Terapi Konservatif
Ind : bukan berat; tdk ada donor; berat, >20th,
infeksi atau perdarahan(-), granulosit >200mm3
 Terapi imunosupresif
 Antithymocyte globulin (ATG)
 ATGam 20mg/kg/hari (4 hari)
 Thymoglobulin 3,5mg/kg/hari (5 hari)

 Antilymphocyte globulin (ALG)


 Siklosporin A (CsA)
 12-15mg/kg bid (6 bulan) bersama dg ATG atau 3-
10mg/kg (4-6bln)
 Kortikosteroid :
 Prednison 1mg/kg selama 2 mgg pertama pemberian
ATG atau 5mg/kg setiap hari selama seminggu
kemudian diturunkan selama 3minggu

Definitif : transplantasi sumsum tulang


 Regimen conditioning:
 Siklofosfamid plus total thoracoabdominal irradiation
 Terapi Suportif
Cegah & tanggulangi infeksi, jaga nilai Hb, atasi
perdarahan
 Tranfusi eritrosit s/d 7-8 g% atau lebih pada
orangtua atau peny. kardiovaskular
 Transfusi trombosit (perdarahan atau profilaksis
pada <20rb)
Prognosis

 Angka kematian setelah 2 tahun dengan terapi


suportif : 80% ec infeksis jamur dan sepsis bakterial
 Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam
nyawa
 30-50% pasien kambuh lagi dlm 2 tahun berikutnya
Anemia pada
Penyakit Kronis
Anemia pada penyakit
Kronis
 Anemia penyakit kronis (Anemia of Chronic Disease) sering dijumpai
pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan.
Epidemologi
Anemia penyakit kronis merupakan anemia terbanyak ke dua setelah
anemia defisiensi besi.
Tidak ada data epidemiologi yang secara rinci menjelaskan setiap
jenis anemia termasuk anemia penyakit kronis.
Etiopatogenesis
 Anemia pada penyakit kronis ditandai dengan
pemendekan hidup eritrosit, gangguan
metabolisme besi dan gangguan produksi
eritrosit akibat tidak efektifnya rangsangan
eritropoetis.
 Masa hidup eritrosit memendek 20-30% pasien .
Defek ini terjadi di ekstrakorpuskular, Karena bila
eritrosit pasien ditransfusi ke resepien normal,
makan dapat hidup normal. Aktivasi makrofag
oleh sitokin menyebabkan peningkatan daya
fagositosis.
 Gangguan metabolisme zat besi
Terjadi penurunan kemampuan fe dalam
sintesis haemoglobin.
 Fungsi sumsum tulang
Susmsum tulang normalnya dapat
mengkompensasi penurunan dari masa
hidup eritrosit ia memerlukan stimulus
eritropoetin oleh hipoksia karena
enemianya. Pada penyakit kronis respon
eritropietin berkurang
Tanda dan gejala

 gejala ringan sampai se!ang ka!ang asimptomatik


 Sama seperti pa!a anemia pa!a umumnya
 Palpitasi,takikardi, sesak nafas, lemas, anoreksia,
nausea, pusing, dll
 Menurunkan kualitas hidup
Laboratorium

 Anemia umumnya berbentuk nomokrom normositer


meskipun banyak pasien dengan gambaran
hipokrom dengan MCHC <31 g/dL dan sel mikrositer
dengan MCV < 80 fL
 Penurunan Fe serum ( hipoferemia) keadaan ini timbul
setelah onset suatu infeksi atau inflamsi dan
mendahului terjadinya anemia.
 Penurunan transferrin terjadi lebih lambat daripada
penurunan kadar Fe serum disebabkan karena waktu
parah transferrin lebih lama (8-12) di banding Fe
(90menit)
Tatalaksana

 Terapi utama : mengobati penyakit dasarnya


 Transfusi dengan kadar HB dipertahankan 10-11 gt/dL
 Preferat besi
 Eritropoetin
Eritropoetin alfa, beta danbopoietin.
Anemia Hemolitik NonImun
Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi:
Manifestasi Klinis Pemeriksaan Laboratorium
Lemah, pusing, cepat capek dan sesak. Pasien Retikulositosis merupakan indikator terjadinya
mungkin juga mengeluh kuning dan urinnya hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya
kecoklatan, meski jarang terjadi. Riwayat hiperplasia eritroid di sumsum tulang tetapi
pemakaian obat-obatan. Pada pemeriksaan fisis biopsi sumsum tulang tidak selalu diperlukan.
ditemukan kulit dan mukosa kuning. Retikulositosis dapat diamati segera, 3-5 hari
Splenomegali didapati pada beberapa anemia setelah penurunan hemoglobin. Diagnosis
hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan banding retikulositosis adalah perdarahan aktif,
takikardia dan aliran murmur pada katup mielotisis dan perbaikan supresieritropoeisis.
jantung. Jika tidak ada kerusakan organ lain, peningkatan
Selain hal-hal umum yang dapat ditemukan LD atau LDH dan SGOT bukti adanya percepatan
pada anemia hemolisis di atas, perlu dicari saat destruksi eritrosit. Hemosiderinuria atau
anamnesis dan pemeriksaan fisik hal-hal yang hemoglobinuria dapat ditemukan.
bersifat khusus untuk anemia hemolisis
tertentu. Misalnya, ditemukannya ulkus tungkai
pada anemia sickle cell.
Enzimopati
Pada sel eritrosit terjadi metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi (ATP). ATP digunakan
untuk kerja pompa ionik dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang cocok bagi eritrosit.
Sebagian kecil energi hasil metabolisme tersebut digunakan juga untuk penyediaan besi
hemoglobin dalam bentuk ferro. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui jalur Embden
Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan piruvat kinase.
Selain digunakan untuk membentuk energi, sebagian kecil glukosa mengalami metabolisme
dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan bantuan enzim glukosa 6 fosfat
dehidrogenase (G6PD) untuk menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi
hemoglobin dan membran eritrosit darioksidan.
Defisiensi enzim piruvat kinase, glukosa fofat isomerase dan glukosa 6 fosfat dehidrogenase
dapat mempermudah dan mempercepat hemolisis. Berturut-turut prevalensi tersering kejadian
defisiensi enzim tersebut adalah G6PD,piruvat kinase dan glukosa fosfatisomerase.
Defisiensi G6PD Defek jalur Embden meyerhof
Defisiensi enzim G6PD Defisiensi piruvat kinase,
glukosa fosfat isomerase dan
fosfogliserat kinase.
Faktor presipitasi penggunaan obat Hemolisis pada masa kanak-kanak, icterus
asetanilid, fuzolidon (furokson), dan splenomegaly.
isobutil nitrit, metilen blue, asam
nalidiksat, naftalen, niridazol,
nitrofurantoin, fenazopiridin
(piridium), primakuin, pamakuin,
dapson, sulfasetamid,
sulfametoksazol, sulfapiridin,
tiazolsulfon, toluidin blue,
trinitrotoluen, urat oksidase, vitamin
K, Doksorubisin. Asidosis metabolik
dan buncis.
Ht turun, Hb dan
bilirubin
unconjugated
meningkat,
haptoglbin turun.
Sferositosis Herediter Elipsitosis Herediter
Defek pada protein pembentuk Prinsip kelainan pada elipsitosis
membran eritrosit, akibat herediter adalah kelemahan secara
defisiensi spectrin, ankryn danatau mekanis yang berakibat meningkatnya
protein pita 3 atau protein4. fragilitas osmotik membraneritrosit.
Gangguan sintesis protein spectrin a
dan p, protein 4.1 dan glicophorynC.
Anemia, splenomegaly, icterus Hemolisis yang terjadi dipicu adanya
dapat terjadi saat anak masihkecil. infeksi, hipersplenisme, defisiensi vit B
12 atau adanyaKID.

Pada pemeriksaan mikroskopik, Pada pemeriksaan laboratorik


didapatkan sel eritrosit yang didapatkan gambaran eritrosit bentuk
kecil berbentuk bulat dengan elips menyerupai puntung rokok.
bagian sentral yangpucat. Dapat pula dijumpai eritrositbentuk
Hitung MCV biasanya oval, spherosit, stomasit danfragrnen.
normal/sedikit menurun.
MCHC meningkat sampai 350-
400g/dl.
Mikroangiopatik
Pada hemolisis mikroangiopatik terjadi kerusakan
membrane sel eritrosit secara mekanik dalam
sirkulasi darah karena adanya fibrin atau
mikrotombi trombosit yang tertimbun di arteriol.
Sel eritrosit terperangkap dalam jala-jala fibrin dan
mengakibatkan terfragmentasinya sel eritrosit.
Hemolisis mikroangiopatik dapat terjadi pada
abnormalitas dinding pembuluh darah, misalnya
pada hipertensi maligna, eklampsia, rejeksi allograft
ginjal, kanker diseminata, hemangioma atau
disseminated intravascular coagulation (DIC), dan
mikroangiopati trombotik: Trombotic
Thrombocytopenia Purpura (TTP) dan Hemolytic
Uremic Syndrome (HUS).
Infeksi Mikroorganisme
Mikroorganisme memiliki mekanisme yang
bermacam-macam saat menginfeksi eritrosit
 menyebabkan terjadinya anemia
hemolitik. Ada yang secara langsung
menyerang eritrosit seperti pada malaria,
babesiosis dan bartonellosis.
 Melalui pengeluaran toksin hemolisis oleh
Clostridium perfringens, pembentukan antibodi
atau otoantibodi terhadap eritrosit. Dapat
pula dengan deposit antigen mikroba atau
reaksi kompleks imun pada eritrosit
Anemia Hemolitik
Autoimun
(AHA/AIHA)
Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi:
Patofisiologi

1. Aktivasi sistem komplemen


Secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan
menyebabkan hancurnya membrane sel eritrosit dan
terjadilah hemolisis intravaskuler. Yang ditandai dengan
hemoglobinemia dan haemoglobin.
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik
ataupun jalur alternatif. Antibodi-antibodi yang
memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah
IgM, IgG1, IgG2, IgG3.
IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab
antibodi ini berikatandengan antigen polisakarida
pada permukaan sel darah merah pada suhu di bawah
suhu tubuh.
Antibodi IgG disebut aglutinin hangat karena bereaksi
dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu
tubuh.
Patofisiologi

2. Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisisekstravaskular.


Jika sel darah disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan
dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi komplemen lebih lanjut, maka sel
darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendotelial. Proses immune
adherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai sel.
Immunoadherence, terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkanfagositos
Diagnosis

Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’stest)


Sel eritrosit pasien dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum
atau antibody monoclonal terhadap berbagai immunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama
IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan
terjadi aglutinasi.
Diagnosis

Indirect antiglobulin test (indirect Coomb's test):


Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-
sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat
dideteksi dengan antiglobulin sera dengan terjadinyaaglutinasi.
Anemia Hemolitik Autoimun TipeHangat Anemia Hemolitik Autoimun TipeDingin
Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi Sering terjadi aglutinisasi pada suhu
perlahan-lahan, ikterik, dan demam. Pada beberapa dingin. Hemolisi berjalan kronik. Anemia biasanya ringan
kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, dengan Hb:9-
disertai nyeri abdomen, dan anemiaberat. 12 g/dl. Sering didapatkan
Urin benvama gelap karena terjadi hemoglobinuri. akrosianosis, dan splenomegaly.
Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik
splenomegali terjadi pada 50-60%, hepatomegali
terjadipada 30%, dan limfadenopati terjadi pada
25%pasien.
Hb < 7 g/dl. Coomb direk positif Anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs
positif, anti-I, anti-I, anti -Pr, anti- M, atau anti-P.

Survival 10 tahun berkisar 70%. Pasien memiliki survival yang baik dan cukup stabil.
aktif.Mortalitas selama 5-10 tahun
sebesar15-25%.
Prognosis pada AIHAsekunder tergantung penyakit
yang mendasari
Anemia Hemolitik Autoimun TipeHangat Anemia Hemolitik Autoimun TipeDingin
Kortikosteroid : 1 - 1.5 mg/kgBB/hari. Dalam 2 Menghindarai udara dingin yang
minggu sebagian besar akan menunjukkan respon dapat memicu hemolisis.
klinis baik. Prednison dan splenektomi tidak banyakmembantu
Splenektomi. Bila terapi steroid tidak adekuat atau Chlorarnbucil2-4 mgthari
tidak bisa dilakukan tapering dosis selama 3 bulan, Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM secara
makaperlu dipertimbangkan splenektomi. teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara
Imunosupresi. Azathioprin 50-200 praktik hal ini sukardilakukan.
mglhari (80
mg/m2), siklofosfamid 50- 150 mghari (60 mg/m2).
Terapi lain: Danazol 600-800
mg/hari. Biasanya danazol dipakai
bersama-sama steroid. Bila terjadi perbaikan,
steroid diturunkan atau dihentikan dan dosis
danazol diturunkan menjadi 200-400 mg/hari.
Terapi transfusi: terapi transfusi bukan merupakan
kontraindikasi mutlak. Pada kondisi
yang mengancam jiwa (misal Hb < 3 gldl)
transhsi dapat diberikan, sambal
menunggu steroid
dan immunoglobulin untukberefek.
Anemia Hemolitik Imun DiinduksiObat Anemia Hemolitik Autoimun karenaTransfusi
Gambaran klinis: riwayat pemakaian obat tertentu Eeaksi transfusi akut yang disebabkan karena
positip. Pasien yang timbulhemolisis ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfusi
melalui PRC golongan A pada penderita golongan darah 0 yang
mekanismehapten atau autoantibodi memiliki antibody IgM anti -A pada serum) yang akan
biasanya bermanifestasi sebagai memicu aktifasi komplemen dan terjadi hemolisis
hemolisi ringan sampai sedang. intravaskular yang akan menimbulkan DIC dan infark
Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolisis ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak napas,
akan terjadi secara berat, mendadak dan disertai demam,nyeri pinggang, menggigil, mual, muntah, dan
gagal ginjal. Bila pasien syok.
sudah pernah terpapar
obat tersebut, maka
hemolisis sudah dapatterjadi
pada pemaparan dengan
dosis tunggal.
Laboratorium: anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes
Coomb positip. Lekopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi
pada hemolisis yangdiperantarai kompleksternary.
Terapi: Dengan menghentikan pemakaian obat yang
menjadi pemicu, hemolisis dapat dikurangi.
Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan
pada kondisi berat
Chronic Kidney Disease
Definisi
Teori Kasus

Penyakit ginjal kronik (chronic kidney Pasien datang dengan


diseases) adalah suatu proses keluhan :
patofisiologis dengan etiologi yang - Sindrom uremia
beragam, mengakibatkan
- Hipertensi
penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Hasil Laboratorium :
- Fungsi ginjal : Ur (n), Kr ↑
Gagal ginjal  penurunan fungsi
ginjal yang irreversible, memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap
berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.
 Kelainan struktural ATAU  Pasien sudah memiliki
fungsional pada ginjal kelianan ginjal sekitar 15
yang berlangsung minimal bulan yang lalu
3 bulan, yg dapat berupa :
 Pemeriksaan lab terdapat
1. Kelainan struktural yg
dapat dideteksi dengan kelainan darah hb
pemeriksaan Lab, pem. menurun, ureum dan
Histologi, pencitraan creatinin meningkat
atau riw. transplantasi
ginjal ATAU  LFG pasien : 19 ml/menit
2. Gangguan fungsi ginjal 𝟏𝟒𝟎−𝟒𝟐 𝒙 𝟔𝟖
dg LFG <60ml/menit
LFG =
𝟕𝟐𝒙𝟏,𝟐𝟎
𝟔𝟔𝟔𝟒
= x 0,85
𝟖𝟔,𝟒

= 65,56 ml/menit/1,73 m𝟐
 Kriteria penyakit ginjal kronik
1. Kerusakan ginjla yg terjadi > 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau
tanpa penurunan LFG, dengan manfes : kelainan
patologis, kelainan komposisi darah/urin, imaging
test.
2. LFG< 60 ml/menit selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
epidemiologi

 AS  100/juta penduduk, meningkat 8% tiap


tahunnya.
 Malaysia  1800/tahun
 Negara berkembang  40-60 kasus/juta/tahun
 Negara maju  10-13% dr seluruh penduduk
 Menurut penelitian Perhimpunan Nefrologi
Indonesia INA  12,5% dari total populasi
Faktor resiko
 Multihit process disease.

Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi

•Usia ( usia tua) •Hipertensi


•Jenis kelamin ( laki-laki lebih •Proteinuria
cepat) •Albuminuria
•Ras ( afrika-amerika lebih cepat) •Glikemia
•Genetik •Obesitas
•Hilangnya massa ginjal •Dislipidemia
•Merokok
•Kadar asam urat
etiologi
Penyebab Utama penyakit ginjal kronik di Amerika
Serikat (1995-1999)
penyebab insiden
•Diabetes Melitus 44%
- tipe 1 ( 7%)
- tipe 2 (37%)
•Hipertensi dan penyakit 27%
pembuluh darah besar
•Glomerulonefritis 10%
•Nefritis interstitialis 4%
•Kista dan penyakit bawaan 3%
lain 2%
•Penyakit sistemik ( misal
lups dan vaskulitis) 2%
•Neoplasma 4%
•Tidak diketahui 4%
•Penyakit lain
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di
indonesia tahun 2000
penyebab insiden

•Glomerulonefritis 46,39%
•Diabetes melitus 18,65%
•Obstruksi dan infeksi 12,85%
•Hipertensi 8,46%
•Sebab lain 13,65%
 Hipertensi
 Diabetes melitus
 Glomerulonefritis
 Uropati obstruktif
 SLE
 Ameloidosis
 Penyakit ginjal polikistik
 Penggunaan obat-obatan (NSAID, antibiotika,
siklosporin, takrolimus)
klasifikasi

 Terbagi menjadi dasar derajat (stage) dan dasar


diagnosis etiologi.
 DASAR DERAJAT (STAGE)
 atas dasar LFG

Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derjat penyakit


derajat penjelasan LFG
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90
2 meningkat 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang 15-29
5 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat <15 Atau
Gagal Ginjal dialisis
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis
etiologi
penyakit Tipe mayor
•Penyakit ginjal diabetes •Diabetes tipe 1 dan 2
•Penyakit ginjal non •Penyakit glomerular
diabetes (autoimun, infeksi sitemik,
obat, neoplasia)
•Penyakit vascular
(peny. Pembuluh darah
besar, hipertensi,
mikroangiopati)
•Penyakit tubulointerstitial
(pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
•Penyakit kistik
(ginjal polikistik)
•Penyakit pada •Rejeksi kronik
transplantasi •Keracunan obat (
siklosporin/takrolimus)
•Penyakit reccurent
•Tranplant glomerulopathy
FR

patogenesis Masa ginjal menurun

Release mol vasoaktif:


sitokin dan GF

Hipertrofi dari surviving


nefron

Aktifasi
Hiprfiltrasi
RAAS

Tek. Kapiler dan aliran


darah glomerulus

Maladaptasi ( kapiler
rusak)

Sklerosis pada surviving


nefron

Fungsi nefron menurun


progresif
Pendekatan Diagnostik

Gambaran Klinis

Gambaran Laboratoris

Gambaran Radiologis

Biopsi dan Histopatologi Ginjal


Gambaran klinik
 LFG 60%
tanpa keluhan maupun gejala (asimtomatik)
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum

• LFG 30%
mulai terjadi keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
berkurang, penurunan berat badan

 LFG< 30%
 Tanda ureamia nyata : anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, mudah terkena
infeksi (saluran cerna, saluran nafas, saluran kemih), gangguan
keseimbangan air (hipovolemia), gangguan kesembangan elektrolit (
natrium dan kalium).

 LFG <15%
 Timbul gejala yang berat dan komplikasi perlu terapi pengganti ginjal
a. Gambaran Klinis
Gejala

Gejala sesuai - Diabetes melitus


penyakit yang - Infeksi traktus urinarius
mendasari - Batu traktus urinarius
- Hipertensi
- Hiperuricemia
- Systemic lupus erythematous
Sindrom uremia - Lemah
- Letargi
- Anoreksia
- Mual
- Muntah
- Nokturia
- Kelebihan volume cairan (volume overload)
- Neuropati perifer
- Pruritus
- Uremic frost
- Perikarditis
- Kejang-kejang
- Koma
Gejala komplikasi - Hipertensi
- Anemia
- Osteodistrofi renal
- Gagal jantung
- Asidosis metabolik
- Gangguan keseimbangan elektrolit (Na, K, Cl)
 Gg. Keseimbangan cairan:  Gg. Neuromuskular
 Efusi pleura, edema perifer,  Kelemahan otot, fasikulasi
asites
 Gg. Memori, ensefalopati uremikum
 Hipertensi, ↑ JVP
 Gg. Metabolik endokrin
 Gg. Elektrolit dan asam basa
 Dislipedemia
 Tanda gejala hiperkalemi
 Gg. Hormon seks dan met glukosa
 Asidosis metabolik (kussmaul)
 Gg. Hemtologi
 Gg. Gastrointestinal dan nutrisi
 Anemia mikrositik hipokrom/
 Metallic taste normositik normokrom
 Mual, muntah, gastritis, ulkus  Kel. Kulit
peptikum
 Pucat, kering, pruritus,
 malnutrisi hiperpigmentasi
 ekimosis
b. Gambaran Laboratoris
Parameter

Sesuai dengan penyakit


yang mendasari
Penurunan fungsi ginjal - Peningkatan kadar ureum serum
- Peningkatan kadar kreatinin serum
- Penurunan GFR
Kelainan biokimiawi darah - Penurunan kadar hemoglobin
- Peningkatan kadar asam urat
- Hiper atau hipokalemia
- Hiponatremia
- Hiper atau hipokloremia
- Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Asidosis metabolik
Kelainan urinalisis - Proteinuria
- Hematuri
- Leukosuria
- Cast
- Isostenuria
c. Gambaran Radiologis
a. Foto polos abdomen  tampak batu
radioopaque
b. Pielografi intravena  jarang dikerjakan,
karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, khawatir terjadi pengaruh
toksik kontras terhadap ginjal yang sudah
rusak
c. Pielografi antegrad atau retrograd  bila
ada indikasi
d. Ultrasonografi ginjal  ukuran ginjal yang
mengecil, korteks menipis, hidronefrosis, batu
ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e. Pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi
 bila ada indikasi
d. Biopsi dan Pemeriksaan
Histopatologi Ginjal
 Indikasi : pasien dengan ukuran ginjal masih
mendekati normal dan diagnosis noninvasif
tidak bisa ditegakkan
 Kontraindikasi : ukuran ginjal sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi
perinefrik, ganggua pembekuan darah,
gagal napas, obesitas
 Tujuan : mengetahui etiologi, menetapkan
terapi, prognosis, mengevaluasi hasil terapi
yang telah diberikan

Diagnosis dapat ditegakkan dengan prosedur noninvasif



Tidak perlu dilakukan biopsi dan pemeriksaan histopatologi
ginjal
Penatalaksanaan
Terapi spesifik terhadap penyakit yang
mendasari

Pencegahan dan terapi terhadap


kondisi komorbid

Terapi memperlambat perburukan


(progression) fungsi gnjal

Pencegahan dan terapi terhadap


penyakit kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap


komplikasi

Terapi pengganti ginjal : dialisis atau


transplantasi ginjal
1. Terapi spesifik terhadap penyakit yang
Kapan ??
mendasari
Sebelum terjadinya penurunan GFR 
perburukan fungsi ginjal tidak terjadi

Jika hasil USG : ukuran ginjal masih normal



Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik

Pada pasien sudah terjadi penurunan GFR


2. Pencegahan dan terapi terhadap
kondisi komorbid
Memantau kecepatan penurunan GFR  untuk
mengetahui kondisi komorbid

Faktor-faktor komorbid :
 Gangguan keseimbangan cairan
 Hipertensi yang tidak terkontrol
 Infeksi traktus urinarius
 Obstruksi traktus urinarius
 Obat-obatan nefrotoksik
 Bahan radiokontras
 Peningkatan aktivitas penyakit dasar
3. Terapi memperlambat perburukan
(progression) fungi ginjal
Faktor utama terjadi perburukan fungsi
ginjal : hiperfiltrasi glomerulus
• Cegah uremic sydrome
• Cegah hiperfosfatemia

Pembatasan • Cegah perubahan hemodinamik


ginjal (↑ aliran darah, ↑ tekanan
asupan intraglomerulus)
• Ketika GFR < 60 ml/menit
protein • Kalori : 30-35 kkal/kgBB/hari
• Pantau teratur status nutrisi pasien

• Mengurangi hipertensi
intraglomerulus

Terapi • Memperkecil resiko kardiovaskular


• Mengurangi hipertrofi glomerulus
farmakologis • Mencegah proteinuria
• ACEI  antihipertensi dan
antiproteinuria
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular

 Penting !!  40-45% kematian pada penyakit


CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.

Hal yang dilakukan :


 Pengendalian diabetes
 Pengendalian hipertensi
 Pengendalian dislipidemia
 Pengendalian anemia
 Pengendalian hiperfosfatemia
 Terapi terhadap kelebihan cairan dan
gangguan keseimbangan elektrolit
5. Pencegahan dan terapi terhadap
komplikasi
Anemia

Osteodistrofi
renal

Hiperfosfatemia
 Terjadi pada 80-90% pasien CKD
 Etiologi : defisiensi eritropoietin, defisiensi
besi, kehilangan darah (mis. perdarahan
saluran cerna, hematuri), hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik,
proses inflamasi akut maupun kronik
 Evaluasi saat kadar Hb ≤ 10 gr% atau Ht
≤ 30% : kadar serum iron, TIBC, ferritin
serum, sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis.
 Terapi : pemberian EPO, pemberian
transfusi
 Sasaran Hb : 11-12 gr/dL
Tatalaksana :
1. Atasi Hiperfosfatemia
a. Pembatasan asupan fosfat
- rekomendasi : tinggi kalori, rendah protein,
rendah garam
- diet fosfat 600-800 mg/hari
b. Pemberian calcium mimetic agent
- hambat reseptor Ca pada kelenjar
paratiroid
- sevelamer hidrokhlorida
c. Pemberian pengikat fosfat
- hambat absorpsi fosfat di GI tract,
- garam kalsium : kalsium karbonat (CaCO3) dan
calcium acetat, aluminium hidroksida, garam
magnesium.
2. Pemberian hormon kalsitriol (1,25(OH)2D3)
- untuk mengatasi osteodistrofi renal
- efek samping :
- meningkatkan absorpsi fosfat dan kalsium
di GI tract  penumpukan garam kalsium
karbonat di jaringan  kalsifikasi
metastatik
- penekanan berlebihan terhadap kelenjar
paratiroid
- pemakaian pada pasien dengan kadar
fosfat darah normal dan kadar hormon
paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
 Pembatasan cairan dan elektrolit
- untuk mencegah edema dan komplikasi
kardiovaskular
- cairan : 500-800 ml + jumlah volume urin
- pembatasan kalium (anjuran : 3,5-5,5 mEq/lt) 
cegah hiperkalemia, dapat menyebabkan aritmia
jantung
- pembatasan natrium (anjuran : sesuaikan
dengan tingginya TD dan derajat edema yang
terjadi)  mengendalikan hipertensi dan edema
Prognosis
• Umur  Umur < 40 tahun mempunyai masa hidup lebih
panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut > 55
tahun kemungkinan terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler
• Saat rujukan  Rujukan terlambat memberi kesempatan
timbul gambaran klinik berat seperti koma, perikarditis, yang
sulit dikendalikan dengan tindakan HD
• Etiologi  lupus, amiloid, diabetes melitus, dapat
mempengaruhi masa hidup.
• Hipertensi
• Penyakit sistem kardiovaskular  Penyakit sistem
kardiovaskular (infark, iskemia, aritmia) merupakan faktor
risiko tindakan HD.
• kepatuhan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai