Anda di halaman 1dari 17

NAMA ANGGOTA :

 Nindya Alfa Dicha ( 107 )


 Muhammad erfan ( 109 )
 Aulia Rachman ( 143 )
 Mahmud Yumassik ( )
 Rosalia
FILOSOFI LAGU
cublak-cublak suweng
Masih ingat dolanan saat kita masih kecil dan biasanya
dilakukan pas terang bulan ini?
Beberapa anak ikut bermain, satu anak duduk
telungkup seperti posisi sujud dan memejamkan
matanya sementara anak-anak lainnya duduk
mengitarinya lalu tangan anak-anak tersebut dalam
posisi menengadah menunggu giliran sebuah batu
kerikil yang nanti akan jatuh dalam salah satu
genggaman tangan seorang anak. Sambil menggilir
batu tsb anak-anak menyanyikan lagu ini :
Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketundung gudhel
Pak gempo lerak-lerek
Sopo ngguyu ndelekakhe

Sir-sir pong dele kopong


Sir-sir pong dele kopong
Sir-sir pong dele kopong
Selesai menyanyi lagu itu, anak yang telungkup bangun dan
disuruh menebak siapa yang menggenggam batu tsb.
Si anak yang telungkup bila salah menebak maka dia akan
disuruh telungkup lagi dalam fase permainan berikutnya.
Permainan ini pastilah sudah lama kita tinggalkan. Namun tanpa
kita sadari sampai kita dewasa pun kita masih melakukan
’permainan’ ini. Dalam kehidupan sehari-hari. Permainan anak-
anak yang akrab bagi masyarakat Jawa ini ternyata
mengandung banyak makna dan mengajarkan kehidupan sedari
kecil. Konon (katanya) permainan ini awalnya dikenalkan oleh
Walisongo.
Apa sebenarnya makna dari dolanan
bocah cilik ini?
Filosofi dari lagu ini , kurang lebih
seperti ini:
Permainan ini memang mengajari tentang
pencarian harta dalam hidup. Dari lirik
lagunya ”cublak-cublak suweng” …suweng
artinya hiasan di telinga, lebih berharga
daripada anting…identik dengan harta.
Bisa diartikan ayolah ”tebak tempat
menyimpan harta”
”Suwenge ting gelenter”

maksudnya hartanya tersebar dimana-mana.


Hal ini terlihat pula dalam permainannya dimana
anak-anak menyembunyikan batu kerikil
(diibaratkan suweng) lalu beredar dari satu
tangan ke tangan yang lain (”suwenge ting
gelenter”)
”Mambu ketundung gudhel”

mambu artinya tercium, ketundung artinya yang


dituju, sedangkan gudhel artinya anak
kerbau….mengapa anak kerbau, bukan
kerbaunya? Anak kerbau identik dengan
kebodohan(karena masih berwujud anak, yang
belum matang alias belum tahu apa-apa).
Secara garis besar kabar tentang tempat harta
ini mudah tercium (tersiar) oleh orang-orang
bodoh.
”Pak Gempo lerak-lerek”

Pak Gempo melirik-lirik (mencarinya). Pak Gempo


digambarkan sebagai kebalikan dari gudhel yang masih
berwujud anak. Makanya menggunakan kata awalan ’Pak’. Pak
Gempo adalah sosok manusia yang telah dewasa dan berusaha
mencari harta (’suweng’) tsb. Pak Gempo diwujudkan sebagai
manusia yang berakal, beda dengan ’gudhel’ yang hanya anak
hewan yang identik dengan kebodohan. Sehingga dianggap Pak
Gempo bisa mencari harta tsb. Dalam permainan wujud Pak
Gempo adalah anak yang bermainan dalam posisi sujud dan
akhirnya dia harus menebak siapa yang menyimpan batu kerikil
tsb.
”Sopo ngguyu ndelekakhe”

Siapa yang tertawa pasti menyembunyikan. Di


permainannya kita tahu bahwa anak-anak yang
lain (yang tidak telungkup) pasti tertawa saat
anak yang telungkup berusaha menebak siapa
yang menyimpan batu kerikilnya.
” Sir-sir pong dele kopong”

di dalam hati nurani yang kosong. Suatu


petunjuk bagi yang ingin mencari
harta/menebak di permainan bahwa untuk
mencari pelakunya gunakanlah hati nurani.
Bisa ditafsirkan secara garis besar
makna dari lagu dan permainan ini
adalah sebagai berikut:
Kita sebagai manusia biasa yang tercipta dari tanah.
Makanya dalam permainan seorang anak harus
telungkup mencium tanah seolah sedang sujud. Hanya
manusia biasa yang tak tak tahu apa-apa. Namun
manusia tetap ada hasrat nafsu sebagaimana nabi
Adam dikeluarkan dari surga karena mencium wanita.
Manusia mempunyai hasrat nafsu harta, tahta dan
wanita. Dalam lagu daerah ini manusia tetap memenuhi
hasratnya untuk mencari harta (”cublak-cublak suweng”).
Namun harta tercecer dimana-mana dan semua orang
pasti menginginkannya.
Begitu mudahnya tercium ’bau’ harta sampai orang tak
berilmu pun tahu, kita tahu bahwa setiap hari ada
maling, copet, koruptor yang mengincar harta. Zaman
sekarang istilah koruptor identik dengan ”tikus” yang
sama saja binatang atau ”gudhel” dalam lagu ini. Berarti
zaman lagu dan permainan ini ditemukan, sudah
diajarkan kepada masyarakat bahwa kita harus was-
was akan bahaya koruptor.
Dan kita tahu tampang para koruptor seperti apa,
biasanya mereka selalu senyum mesem-mesem
(”sopo ngguyu ndelekakhe”). Lihatlah tampangnya
para koruptor yang tetap saja nyengir meskipun
sudah dipanggil KPK.
Cara terbaik untuk mencari harta adalah dengan
hati nurani yang bersih. Tidak dipengaruhi hawa
nafsu dsb. Dengan hati nurani akan lebih mudah
menemukannya, tidak tersesat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai