Anda di halaman 1dari 48

REFERAT TETANUS

AHMAD RIZKY FERDINA KEVIN

Pembimbing: dr. Lukman Nurfauzi, Sp.B


LATAR BELAKANG
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan eksotoksin
bakteri Gram positif Clostridium tetani yang ditandai dengan spasme
otot yang periodik dan berat.
Tetanus ini pada umumnya bersifat akut dan menimbulkan
paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin yang merupakan
neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.
Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh
melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka
bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum)
LATAR BELAKANG
Tetanus merupakan penyakit yang mematikan di negara
berkembang, membunuh kurang lebih 500.000 orang pertahun.
Penyakit ini merupakan ancaman bagi orang-orang yang berisiko
terinfeksi Clostridium tetani, terutama orang-orang yang tidak
tervaksinasi tetanus.
Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, insiden
dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi.
DEFINISI
• Penyakit klinis yang ditandai dengan onset akut hipertonia dan kontraksi
otot yang nyeri (biasanya otot rahang dan leher) dan spasme otot general
tanpa penyebab medis lain yang tampak dengan/tanpa bukti laboratoris C.
tetani atau toksinnya dengan atau tanpa riwayat trauma
• Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu protein
yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani
EPIDEMIOLOGI
• Tetanus ditemukan diseluruh dunia,terjadi secara sporadis
• Di negara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih
dimungkinkan, tetanus sering ditemukan
• Pada dewasa, laki-laki lebih sering dari pada wanita, yaitu 2,5:1,
kebanyakan pada usia produktif
• Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh dunia, dengan angka
kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000-
500.000 per tahun
EPIDEMIOLOGI
• Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 % di negara berkembang,
dengan penyebab kematian terbanyak karena mengalami kegagalan
pernapasan akut
• Faktor risiko utama terhadap tetanus yaitu status imunisasi tetanus yang
tidak lengkap, adanya cidera jaringan, serta praktik obstetrik dan injeksi
obat yang tidak aseptik
ETIOLOGI
• Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif Clostridium tetani
• Clostridium tetani adalah kuman anaerob berbentuk batang, ramping,
berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron yang berspora
• Clostridium tetani mensekresi dua macam toksin : tetanospasmin
(neurotoksin) dan tetanolisin (haemolisin)
• Tetanospasmin akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat
ETIOLOGI
• Dosis letal minimum untuk manusia diperkirakan 2,5 ng/kg berat badan,
hancur dalam 5 menit dalam suhu 650 C
• Bentuk vegetatif bakteri ini rentan terhadap efek bakterisidal dari proses
pemanasan, desinfektan kimiawi, dan antibiotik. Bentuk ini merupakan
bentuk yang dapat menimbulkan tetanus
• Transformasi bentuk vegetatif terjadi akibat penurunan lokal kadar oksigen
akibat: (a) terdapat jaringan mati dan benda asing, (b) crushed injury, dan
(c) infeksi supuratif
ETIOLOGI

Pewarnaan Gram C. tetani memiliki kecenderungan variabilitas dalam pewarnaan


Gram. Endospora dibentuk secara intraseluler pada ujung sporangium dan
memberikan bentuk yang khas yaitu menyerupai stik drum.
PATOGENESIS
PATOGENESIS
KLASIFIKASI
1. Tetanus Neonatorum
• Tetanus neonatorum terjadi sebagai akibat kontaminasi tali pusat pada
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang belum pernah mendapatkan imunisasi.
• Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai
dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang disertai
opistotonus
KLASIFIKASI
1. Tetanus Neonatorum
KLASIFIKASI
2. Tetanus Lokal
Tetanus lokal termasuk jenis tetanus yang ringan dengan gejala berupa
nyeri, kekakuan otot–otot pada bagian proksimal, kedutan (twitching) otot
lokal dan spasme kelompok otot didekat lokasi cidera. Tetanus lokal adalah
bentuk ringan dengan angka kematian 1% dan dapat memburuk menjadi
bentuk umum (generalisata)
KLASIFIKASI
3. Tetanus Generalisata
• Sekitar 80% kasus tetanus merupakan tetanus general. Dalam 24 – 48 jam
dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Tanda
khas dari tetanus general adalah trismus (lockjaw).
• Trismus dapat disertai gejala lain seperti kekakuan leher, kesulitan
menelan, rigiditas otot abdomen, dan peningkatan temperatur 2-4°C di
atas suhu normal.
• Spasme otot-otot wajah menyebabkan wajah penderita tampak
menyeringai dan dikenal sebagai risus sardonicus (sardonic smile)
KLASIFIKASI
3. Tetanus Generalisata
• Spasme otot-otot somatik yang luas menyebabkan tubuh penderita
membentuk lengkungan seperti busur yang dikenal sebagai opistotonus.
• Udara dingin, suara, cahaya, pergerakan pasien, bahkan gerakan pasien
untuk minum dapat memicu spasme paroksismal.
• Pada tetanus kesadaran penderita tidak terganggu dan penderita
mengalami nyeri hebat pada setiap episode spasme. Spasme berlanjut
selama 2-3 minggu, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
transpor toksin yang sudah berada intraaksonal, setelah antitoksin
diberikan.
TETANUS GENERALISATA
KLASIFIKASI
4. Tetanus Sefalik
• Terjadi setelah mendapat luka di area kepala atau wajah, mata, kulit
kepala, telinga, dan jarang akibat tonsilektomi
• Dapat dijumpai trismus dan disfungsi atau paralisis nervus kranialis
seperti N. Fasialis, N. Okulomotorik, N. Troklear, N. Glosofaringeal, N.
Vagus, N. Aksesori.
• Masa inkubasinya 1-2 hari.
KLASIFIKASI
4. Tetanus Sefalik
• Manifestasi klinis yang dapat timbul dalam 1-2 hari setelah cidera antara
lain fasial palsi akibat paralisis nervus VII (paling sering), disfagia, dan
paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat paralisis nervus III
• Tingkat mortalitas yang dilaporkan tinggi, yaitu 15-30%. Tetanus ini
memiliki prognosis yang buruk.
TETANUS SEFALIK

Paralisis nervus fasialis kiri dan tampak luka baru pada pasien dengan tetanus
sefalik.
Sumber: Cook, 2001
KLASIFIKASI
5. Tetanus Bulbar
Tetanus bulbar merupakan kelainan dimana otot menelan dan respirasi terlibat
sehingga dapat berakibat fatal terutama gangguan pada otot respirasi yang
dapat mengakibatkan gagal napas.
6. Tetanus Laten
Tetanus laten adalah tetanus yang timbul setelah beberapa bulan sampai
beberapa tahun pada luka lama yang mungkin terlupakan.
KLASIFIKASI
7. Tetanus Puerpural
Tetanus puerpural terjadi sebagai komplikasi abortus atau sepsis puerpural
8. Tetanus Pascabedah
Terjadi sebagai akibat sterilisasi instrumen yang tidak baik dan mempunyai
mortalitas 100%. Pada kamar operasi yang modern, jenis tetanus seharusnya
tidak terjadi.
GAMBARAN KLINIS

a) Disfungsi autonomik: peningkatan tonus simpatis basal yang


dimanifestasikan sebagai takikardi dan disfungsi buli, usus, hipertensi
yang labil, demam, pucat, berkeringat, dan sianosis jari tangan dapat
terjadi.
b) Episode bradikadi, tekanan vena sentral yang rendah dan bahkan henti
jantung dilaporkan sebagai akibat disfungsi parasimpatik.
c) Tetanus dapat menimbulkan komplikasi seperti pneumonia dan infeksi
saluran kemih
Gejala dan Tanda Klinis Diagnosis Banding

1. Trismus atau lock jaw, terjadi sebagai akibat Abses alveolar atau lesi sendi
kontraksi otot masseter yang hebat yang temporomandibular
mengakibatkan pasien tidak dapat membuka mulut.
Trismus merupakan gejala klinis tetanus yang paling
sering ditemukan
2. Disfagia terjadi sebagai akibat spasme otot-otot faring Tonsilitis

3. Kekakuan leher Meningitis

4. Rigiditas otot punggung Kelainan ortopedik

5. Risus sardonikus Neurosis ansietas

6. Kejang umum dimana setiap otot tertarik ke dalam Epilepsi


kontraksi dengan mengatupkan gigi yang kuat,
punggung melengkung, dan anggota gerak
diekstensikan dilukiskan sebagai opistotonus (tubuh
melengkung seperti busur sehingga dsebut dengan
danuvartha)
7. Demam ringan dan takikardi Hiperaktivitas simpatis
DIAGNOSIS
• Diagnosis tetanus lebih sering ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis
dibandingkan berdasarkan penemuan bakteriologis
• Selain trismus, pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas otot-otot,
refleks tendon dalam yang meningkat, kesadaran yang tidak terganggu,
demam derajat rendah, dan sistem saraf sensoris yang normal
• Spasme paroksismal dapat ditemukan secara lokal maupun general
• Sebagian besar pasien memiliki riwayat luka dalam 2 minggu terakhir dan
secara umum tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus toksoid yang jelas.
DIAGNOSIS
• Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sedang
• Setelah diagnosis tetanus dibuat harus ditentukan derajat keparahan
penyakit. Beberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan, diantaranya
adalah skor Phillips, Dakar, Ablett, dan Udwadia. Sistem skoring tetanus
juga sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis
Parameter Nilai
< 48 jam 5
2-5 hari 4
Masa inkubasi 6-10 hari 3
11-14 hari 2
> 14 hari 1

Internal dan umbilikal 5


Leher, kepala, dinding tubuh 4
Philips Score

Lokasi infeksi Ekstremitas atas 3


Ekstremitas bawah 2
Tidak diketahui 1

Tidak ada 10
Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada neonatus) 8
Status imunisasi > 10 tahun yang lalu 4
< 10 tahun yang lalu 2
Imunisasi lengkap 0

Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa 10


Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa 8
Faktor pemberat Keadaan yang tidak mengancam nyawa 4
Trauma atau penyakit ringan 2
ASA derajat I 1
INTERPRETASI PHILLIPS SCORE
(a) skor < 9 tetanus ringan,
(b) skor 9-18 tetanus sedang, dan
(c) skor > 18 tetanus berat.
ABLETT SCORE
1967
Grade I (ringan) Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada distres
pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.
Grade II (sedang) Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga sedang
dengan durasi pendek, takipnea ≥ 30 kali/menit, disfagia ringan.

Grade III A (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang memanjang,
distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40 kali/menit, apneic spell, disfagia
berat, takikardia ≥ 120 kali/menit.

Grade III B (sangat Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat yang
berat) melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia
bergantian dengan hipotensi relatif dan bradikardia, salah satunya dapat
menjadi persisten.
UDWADIA SCORE
1992
Grade I (ringan) Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada distres
pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.

Grade II (sedang) Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga sedang dengan
durasi pendek, takipnea ≥ 30 kali/menit, disfagia ringan.

Grade III (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang memanjang,
distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40 kali/menit, apneic spell, disfagia
berat, takikardia ≥ 120 kali/menit, keringat berlebih, dan peningkatan
salivasi.

Grade IV (sangat berat) Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat yang
melibatkan sistem kardiovaskuler: hipertensi menetap (> 160/100 mmHg),
hipotensi menetap (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), atau hipertensi
episodik yang sering diikuti hipotensi.
DAKAR SCORE
1975

Faktor prognostik Skor 1 Skor 0

Masa inkubasi < 7 hari ≥ 7 hari atau tidak diketahui

Periode onset < 2 hari ≥ 2 hari

Umbilikus, luka bakar, uterus,


Penyebab lain dan penyebab yang
Tempat masuk fraktur terbuka, luka operasi, injeksi
tidak diketahui
intramuskular

Spasme Ada Tidak ada


Demam > 38.4oC < 38.4oC
Dewasa > 120 kali/menit Dewasa < 120 kali/menit
Takikardia
Neonatus > 150 kali/menit Neonatus < 150 kali/menit
DAKAR SCORE

Skor total mengindikasikan keparahan dan prognosis penyakit sebagai


berikut:
• Skor 0-1 : tetanus ringan dengan tingkat mortalitas < 10%
• Skor 2-3 : tetanus sedang dengan tingkat mortalitas 10-20%
• Skor 4 : tetanus berat dengan tingkat mortalitas 20-40%
• Skor 5-6 : tetanus sangat berat dengan tingkat mortalitas > 50%
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Gambaran diferensial
INFEKSI

DIAGNOSIS
Meningoensefalitis
BANDING
Demam, trismus ridak ada, penurunan kesadaran, cairan serebrospinal
abnormal.
Polio Trismus tidak ada, paralisis tipe flasid, cairan serebrospinal abnormal.

Rabies Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya spasme orofaring.

Lesi orofaring Bersifat lokal, rigiditas atau spasme seluruh tubuh tidak ada.

Peritonitis Trismus dan spasme seluruh tubuh tidak ada.


KELAINAN METABOLIK
Tetani Hanya spasme karpo-pedal dan laringeal, hipokalsemia.
Keracunan striknin Relaksasi komplit diantara spasme.
Reaksi fenotiazin Distonia, menunjukkan respon dengan difenhidramin.
PENYAKIT SISTEM SARAF PUSAT
Status epileptikus Penurunan kesadaran.
Perdarahan atau tumor (SOL) Trismus tidak ada, penurunan kesadaran.
KELAINAN PSIKIATRIK
Histeria Trismus inkonstan, relaksasi komplit antara spasme.
KELAINAN MUSKULOSKELETAL
Trauma Hanya lokal.
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN UMUM
• Perawatan di rumah sakit dan isolasi dalam ruangan yang tenang untuk
menghindari stimuli yang sekalipun minor dapat memicu spasme.
• Perawatan luka yang mencakup drainase pus, eksisi jaringan nekrotik,
pengangkatan benda asing, dan pembalutan luka yang benar.
• Injeksi toksoid tetanus 0,5 mL yang diberikan secara IM.
• Serum antitetanus (ATS) 50.000 U intramuskular (IM) dan 50.000 U
intravena (IV). Serum antitetanus sebaiknya diberikan setelah skin test
PENATALAKSANAAN UMUM
• Human tetanus immnoglobulin (HTIG). Globulin antitetanus ini diberikan
dalam dosis 3000-4000 U secara IV, sedangkan dosis yang disarankan
dalam formularium nasional Inggris adalah 5000-10.000 U secara IM.
• Injeksi penisilin crystaline 1.000.000 U setiap 6 jam merupakan obat
pilihan terhadap Clostridium tetani. Obat ini dapat diberikan selama masa
7-10 hari.
• Metronidazole 500 mg setiap 8 jam yang diberikan melalui jalur intravena
(IV) atau per oral selama 10-14 hari.
PENATALAKSANAAN UMUM

Setelah pemulihan, imunisasi lengkap dan toksoid tetanus


merupakan suatu keharusan.
PENATALAKSANAAN SPESIFIK
• Kasus Ringan
 Benzodiazepin 100 mg/jam intravena untuk meminimalisasi efek
tetanospasmin
 Klorpromazin dosis 4-12 mg untuk bayi atau 50-150 mg untuk dewasa
diberikan setiap 4-8 jam dapat digunakan untuk mengendalikan kejang
tetani.
 Injeksi diazepam 10 mg, set traekostomi, set resusitasi yang mencakup
laringoskopi dan pipa endotrakea sebaiknya dipersiapkan di samping
pasien.
PENATALAKSANAAN SPESIFIK
• Kasus Sakit Serius
 Pada kasus ini pasien mengalami disfagia dan spasme refleks. Pipa
nasogastrik dipasang untuk tujuan pemberian makanan dan untuk
pemberian obat-obatan. Apabila timbul kesulitan dalam bernapas dapat
dilakukan trakeostomi.
PENATALAKSANAAN SPESIFIK
• Kasus Sakit Membahayakan
 Selain melanjutkan sedatif, pasien ini diparalisiskan dengan relaksan
otot (obat blokade neuromuskular) seperti vekuronium dan ventilasi
mekanik sampai pasien sembuh
 Berikan terapi suportif seperti nutrisi yang memadai, perawatan buli
dan usus, dan perubahan posisi tubuh pasien secara berkala untuk
menghindari ulkus dekubitus
KOMPLIKASI
Sistem organ Komplikasi
Jalan napas Aspirasi, spasme laring, obstruksi terkait penggunaan sedatif.
Respirasi Apneu, hipoksia, gagal napas tipe I dan II, ARDS, komplikasi akibat
ventilasi mekanis jangka panjang (misalnya pneumonia), komplikasi
trakeostomi.
Kardiovaskular Takikardia, hipertensi, iskemia, hipotensi, bradikardia, aritmia, asistol,
gagal jantung.
Renal Gagal ginjal, infeksi dan stasis urin.
Gastrointestinal Stasis, ileus, perdarahan.

Muskuloskeletal Rabdomiolisis, myositis ossificans circumscripta, fraktur akibat spasme.

Lain-lain Penurunan berat badan, tromboembolisme, sepsis, sindrom disfungsi


multiorgan.
PROGNOSIS
Faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien tetanus adalah masa inkubasi,
periode awal pengobatan, status imunisasi, lokasi fokus infeksi, penyakit lain
yang menyertai, serta penyulit yang timbul. Berbagai sistem skoring yang
digunakan untuk menilai berat penyakit juga bertindak sebagai penentu
prognostik. Sistem skoring yang dapat digunakan antara lain skor Phillips,
Dakar, Udwadia, dan Ablett. Tingkat mortalitas mencapai lebih dari 50% di
negara-negara berkembang dengan gagal napas menjadi penyebab utama
mortalitas dan morbiditas. Mortalitas lebih tinggi pada kelompok usia
neonatus dan > 60 tahun
PENCEGAHAN
Bayi dan anak normal. Imunisasi DPT pada usia 2,4,6, dan 15-18 bulan.
Dosis ke-5 diberikan pada usia 4-6 tahun.
Sepuluh tahun setelahnya (usia 14-16 tahun) diberikan injeksi TT dan
diulang setiap 10 tahun sekali.
Bayi dan anak normal DPT diberikan pada kunjungan pertama, kemudian 2 dan 4 bulan setelah
sampai usia 7 tahun yang injeksi pertama.
tidak diimunisasi pada Dosis ke-4 diberikan 6-12 bulan setelah injeksi pertama.
masa bayi awal. Dosis ke-5 diberikan pada usia 4-6 tahun.
Sepuluh tahun setelahnya (usia 14-16 tahun) diberikan injeksi TT dan
diulang setiap 10 tahun sekali.
Usia ≥ 7 tahun yang Imunisasi dasar terdiri dari 3 injeksi TT yang diberikan pada kunjungan
belum pernah pertama, 4-8 minggu setelah injeksi pertama, dan 6-12 bulan setelah injeksi
diimunisasi. kedua.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.
PENCEGAHAN
Ibu hamil yang belum Wanita hamil yang belum pernah diimunisasi harus menerima 2
pernah diimunisasi. dosis injeksi TT dengan jarak 2 bulan (lebih baik pada 2 trimester
terakhir).
Setelah bersalin, diberikan dosis ke-3 yaitu 6 bulan setelah injeksi
ke-2 untuk melengkapi imunisasi.
Injeksi TT diulang setiap 10 tahun sekali.
Apabila ditemukan neonatus lahir dari ibu yang tidak pernah
diimunisasi tanpa perawatan obstetrik yang adekuat, neonatus
tersebut diberikan 250 IU human tetanus immunoglobulin. Imunitas
aktif dan pasif untuk ibu juga harus diberikan.
PENCEGAHAN

Riwayat imunisasi Luka rentan tetanus Luka tidak rentan tetanus


tetanus sebelumnya
TT HTIG TT HTIG
(dosis)
Tidak diketahui atau < 3 Ya Ya Ya Tidak

≥ 3 dosis Tidak Tidak Tidak Tidak

(kecuali ≥ 5 tahun (kecuali ≥ 10


sejak dosis tahun sejak
terakhir) dosis terakhir)

Panduan pemberian profilaksis tetanus pada pasien trauma


DAFTAR PUSTAKA
1. Shenoy R, Nileshwar A. Buku Ajar Ilmu Bedah: Ilustrasi Berwarna Jilid Satu. Ed ke-3. Tangerang
Selatan: Karisma Publishing Group; 2014.
2. Blackmore C, Janowski HT. 2013. Tetanus. (Online).
http://www.doh.state.fl.us/disease_ctrl/epi/htopics/reports/tetanus.pdf, diakses 5 Juli 2018.
3. Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, (editor). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2016
4. Dire DJ. Tetanus in Emergency Medicine. (Online). http://emedicine.medscape.com/article/786414-
overview, diakses 5 Juli 2018.
5. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. 29th Ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.; 2015.
6. Cottle LE, Beeching NJ, Carrol ED, Parry CM. 2011. Tetanus. (Online)
https://online.epocrates.com/u/2944220/Tetanus+infection, diakses 4 Juli 2018.
7. Ritarwan K. 2004. Tetanus. (Online).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1/penysaraf-kiking2.pdf, diakses 5 Juli 2018.
8. Sjamsuhidajat R, Jong Wd. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2017.
9. Ross SE. Prophylaxis Against Tetanus in Wound Management. (Online).
http://www.facs.org/trauma/publications/tetanus.pdf, diakses 5 Juli 2018)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai