Anda di halaman 1dari 33

JOURNAL READING

Breastfeeding and Risk for Fever After Immunization

TARA
Breastfeeding and Risk for Fever After Immunization

Alfredo Pisacane,
Paola Continisio,
Orsola Palma,
Stefania Cataldo,
Fabiola De Michele,
Ugo Vairo,
LATAR BELAKANG
 Demam adalah satu efek samping paling umum
terjadi setelah BAYI DIBERIKAN imunisasi dan
ini dipicu oleh sistem kekebalan dan inflamasi
terhadap komponen vaksin.
 Demam yang berhubungan dengan vaksinasi
biasanya ringan dan berdurasi pendek,.
 ASI memiliki respon imun yang berbeda untuk
beberapa penyakit sebaik vaksin dibandingkan
dengan bayi yang tidak diberi ASI.
 RESPON yang berbeda TERJADI disebabkan oleh
beberapa anti-inflamasi dan imunomodulator,
KANDUNGAN yang TERDAPAT dalam ASI.
TUJUAN PENELITIAN
 untuk mengetahui kejadian demam setelah
imunisasi antara yang diberikan ASI dan
yang tidak diberikan ASI.
METODE PENELITIAN
 Desain Penelitian
Penelitian kohort untuk membandingkan
kejadian demam selama 3 hari setelah
imunisasi antara bayi yang diberi ASI dan
bayi yang tidak diberi ASI.

 Tempat dan waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Pusat Vaksinasi
pada Distric 49 Naples antara tanggal 1
Oktober 2008 dan 31 Mei 2009.
 Sampel Penelitian :
Semua bayi yang dijadwalkan untuk menerima dosis pertama atau kedua dari
kombinasi vaksin heksavalen (difteri, tetanus, pertusis aselular, hepatitis B, virus
polio yang tidak aktif, dan Haemophilus influenzae tipe b), dipakai bersamaan
dengan vaksin radang paru heptavalent conjugate, yang terdaftar.
 Bayi dikeluarkan dari penelitian saat berat lahir mereka adalah <2500 gr, ketika
mereka memiliki cacat bawaan besar atau penyakit serius kronis, dan ketika
mereka memiliki penyakit demam akut di minggu sebelum vaksinasi.
 Tidak ada bayi yang dimasukkan dua kali selama periode penelitian.
 Setelah memberitahukan orang tua dan memperoleh persetujuan tertulis
mereka,.
 Data yang dikumpulkan mengenai karakteristik sosial ekonomi, dan jenis
pemberian makanan bayi ini diselidiki dengan rata-rata 24 jam diet recall.
 Ibu kemudian diinstruksikan tentang bagaimana untuk mengukur suhu rektal
bayi dan untuk merekam nilai yang tepat pada kartu buku catatan.
 Orang tua diminta untuk mengukur suhu tubuh pada malam setelah vaksinasi
dan dua kali hari selama 3 hari berikutnya,
 satu kali pada pagi dan sekali di sore hari sebelum makan, dan setiap kali
dicurigai demam.
 Termometer standar (Pic-Artsana, Como, Italia) dan buku catatan kartu
demam yang diberikan kepada ibu. Salah satu penulis, menyadari kebiasaan
makan dari bayi, dan menghubungi semua keluarga melalui telepon pada hari
ketiga setelah vaksinasi. Penelitian telah disetujui oleh Badan Peninjau ASL
Napoli 1.
 Definisi Operasional
Kami menggunakan metode diet recall 24 jam yang telah
direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia untuk
mendefinisikan pemberian ASI secara eksklusif (Tidak ada
makanan atau cairan yang diberikan) dan parsial (Makanan
dan cairan nutrisi, termasuk susu formula, ditambahkan ke air
susu ibu).
 Definisi dan Penilaian Hasil
Hasil utama dari penelitian ini adalah demam,
 Didefinisikan sebagai suhu tubuh ≥ 38° C, saat suhu tubuh
diperoleh melalui jalur dubur menggunakan termometer yang
disediakan kepada keluarga oleh tim penelitian.
 Para ibu dihubungi melalui telepon dan diminta untuk
membaca informasi yang telah mereka catat pada kartu buku
harian.
 Untuk setiap bayi, informasi yang diperoleh yaitu berapa kali
suhu telah telah direkam, bagaimana dan kapan itu diukur, dan
nilai-nilai yang tepat dalam derajat Celcius.
 Potensi pembaur
Dalam penelitian ini dianggap pendidikan ibu dan ibu yang merokok,
jumlah anak-anak lain dalam rumah tangga, dan dosis vaksin sebagai
potensi pembaur dari hubungan antara menyusui dan demam.
Informasi tentang variabel tersebut diperoleh dari ibu pada saat
vaksinasi.

 Vaksin dan vaksinator


Vaksin yang digunakan adalah Infanrix hexa
(GlaxoSmithKline) dan Prevnar (Wyeth Lederle Vaksin SA).
Vaksin diberikan melalui injeksi intramuskular ke aspek
anterolateral paha dengan menggunakan panjang jarum 16-
mm. Dokter spesialis anak (Dr Michele De) dan seorang
perawat pediatrik (Ms Palma) adalah vaksinator selama
periode penelitian.
Analisis statistik
 Perbandingan antara kelompok dilakukan dengan cara rata-rata tes X2.
 Risiko relatif dengan interval kepercayaan 95% (CI) digunakan untuk
membandingkan kejadian demam diantara kelompok pemberi makan.
 Analisis bertingkat dilakukan untuk menyelidiki peran pengganggu dan efek
modifikasi variabel yang dianggap sebagai potensi pembaur atau pengubah
efek dari hubungan antara menyusui dan demam. S
 Seperti dalam penelitian ini prevalensi dari hasil adalah tinggi (>10%),
 untuk memperkirakan risiko relatif atau rasio risiko disesuaikan untuk
pembaur potensial, kami menggunakan software SAS PROC GENMOD
log-binomial regression (SAS Institute, Inc, Cary, NC).

 Sampel Ukuran
Data preliminary yang tidak terpublikasi pada kelompok kami disarankan
bahwa kejadian Demam setelah imunisasi heptavalent antara bayi
nonbreastfed adalah 40%.
Dengan asumsi kerugian 20% untuk tindak lanjut,
Akan membutuhkan 110 bayi dalam setiap feeding grup untuk mendeteksi
secara statistik signifikan menurun dari 50% (α = 0.5, 1 – β = 80%) dalam
tingkat demam setelah imunisasi.
HASIL
 Sebanyak 485 pasangan ibu-bayi dinilai untuk
kelayakan.
 25 pasang dikeluarkan (19 bayi memiliki berat
badan lahir rendah, dan 6 memiliki demam di
minggu sebelum imunisasi).
 Semua ibu yang direkrut (n = 460) diterima
berpartisipasi dalam penelitian ini, dan data untuk
analisis yang tersedia untuk 450 (98%; Gambar 1).
 Sepuluh ibu menghilang untuk melanjutkan
keikutsertaan:
 4 dari mereka tidak menjawab berturut-turut 3
kali panggilan telepon, dan 6 tidak mengumpulkan
dan merekam informasi suhu tubuh pada bayi.
 Dari 10 jumlah anak tersebut, 2 yang ASI eksklusif,
4 yang sebagian ASI, dan 4 adalah tidak disusui.
 Tabel 1 menunjukkan beberapa karakteristik
dasar dari ibu dan bayi yang terdaftar dalam
penelitian.
 Sebanyak total 206 bayi (46%) menerima
dosis vaksin pertama dan 244 (54%) yang
kedua;
 Usia rata-rata mereka masing-masing adalah
101 hari (SD: 90 hari) dan 176 hari (SD: 86
hari).
 Para bayi yang menerima dosis pertama
secara signifikan lebih eksklusif dalam
breastfeeding dibandingkan dengan mereka
yang menerima dosis kedua (41% vs 15%;
P <.01).
 Variabel Pengganggu
 Tabel 2 memberikan informasi tentang
distribusi beberapa pembaur potensial
antara kelompok feeding.
 Ibu yang merokok dan pendidikan ibu,
jumlah anak-anak lain dalam rumah tangga,
dan dosis vaksin dikaitkan dengan
menyusui (Tabel 2),
 juga dengan demam (Tabel 3), dan bisa
kemudian mengacaukan hubungan antara
menyusui dan demam.
 Tabel 4 menunjukkan frekuensi demam antara kelompok-kelompok
cara memberi makan (feeding).
 Di antara bayi yang diberi ASI eksklusif, hanya sebagian ASI dan tidak
disusui, kejadian demam itu masing-masing, 25%, 31%, dan 53%
(P < 0.1).
 Dibandingkan dengan bayi yang tidak disusui, mereka yang diberikan
ASI eksklusif memiliki risiko relatif untuk demam sebesar 0,46
(95% CI: 0,33-0,66)
 Sebagian ASI sebesar 0,58 (95% CI: 0,44-0,77). Tak satu pun dari
variabel yang diselidiki berubah menjadi salah satu sebagai efek
pengubah (Tabel 5) atau pembaur dari hubungan antara menyusui
dan demam; sebenarnya, risiko relatif yang telah disesuaikan,
 ketika mempertimbangkan semua pembaur potensial, menghasilkan
masing-masing sebesar 0,38 (95% CI: 0,21-0,73) dan 0,46 (95% CI:
0,27-0,84) untuk eksklusif dan menyusui sebagian (Tabel 4).
 Tabel 6 menunjukkan pembagian pengukuran suhu dan suhu puncak
rata-rata pada hari pertama setelah vaksinasi.
 Pemilihan hari pertama disarankan oleh pengamatan bahwa untuk
155 (90%) dari 172 bayi, demam dilaporkan telah terjadi selama hari
pertama setelah vaksinasi.
 Lamanya demam adalah yang paling pendek untuk anak-anak (75%
dari bayi mengalami demam selama 1 hari),
 Durasi tidak terkait dengan jenis/ cara pemberian makan.
 Suhu tubuh > 39,0 °C terjadi pada 8 (1,7%) bayi; 4 pada feeding
dengan sebagian ASI, dan 4 pada feeding dengan tidak memberikan
ASI.
Pembahasan
 Penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI adalah
cenderung lebih rendah mengalami demam setelah imunisasi
dibandingkan dengan mereka yang tidak disusui.
 Sebenarnya, perbedaan risiko yang signifikan masih muncul setelah
kontrol terhadap beberapa variabel pengganggu, dan juga rata-rata
suhu puncak berbeda antara kelompok-kelompok feeding pada hari
pertama setelah vaksinasi.
 Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Satu adalah bahwa
suhu tubuh diambil oleh ibu bukan oleh tenaga kesehatan
profesional.
 hubungan antara menyusui dan demam setelah imunisasi harus
bersifat terkaan. Tanggapan berbeda terhadap Haemophilus
influenzae tipe b dan pneumococcal maupun vaksin campak-
gondok-rubella telah dilaporkan di antara ASI bayi dibandingkan
dengan mereka yang tidak disusui,
 Sitokin proinflamasi bertindak sebagai endogen pirogen,
 beberapa componen antimikroba atau anti-inflamasi ASI bisa
mengurangi demam dengan menurunkan produksi interleukin
tersebut atau dari Toll-seperti receptor
 Efek mereka pada jaringan vaskular memasok pusat
thermoregulatory dalam anterior hypothalamus.
 Produksi sitokin proinflamasi dapat dikurangi tidak hanya oleh
komponen ASI tetapi juga oleh menyusui itu sendiri.
 mengurangi asupan kalori telah dikaitkan dengan peningkatan leptin
serum dan interleukin proinflamasi 1β dan faktor tumor necrosis
α15 dan bisa jadi 1 dari alasan dimana bayi nonbreastfed lebih
beresiko demam,
 Bayi yang diberi ASI kecenderungannya kurang rentan terhadap
penyakit yang disebabkan anoreksia juga karena adanya asam
docosahexaenoic pada ASI.
Kesimpulan
 Menyusui tampaknya dikaitkan dengan penurunan risiko
untuk demam setelah imunisasi, namun sebagai
tambahan, penelitian yang terorganisasi dengan baik
diperlukan.
 Desain penelitian tersebut haruslah mencakup metode
penelitian yang lebih obyektif, seperti pengukuran yang
diambil oleh perawatan kesehatan profesional pada saat
yang sama waktu siang atau malam,
 Mengevaluasi peran infeksi intercurrent ringan dengan
pemantauan medis.
CRITICAL
APPRAISAL
JUDUL

Breastfeeding and Risk for Fever After Immunization

SUDAH SESUAI DENGAN ISI PENELITIAN

PENULISAN JUDUL < 12 KATA

MENCANTUMKAN VARIABLE BEBAS DAN TERIKATNYA SECARA JELAS


Abstrak satu paragraf,
td
komponen:
LATAR BELAG
TUJUAN
PENELITIAN
METODE
HASIL
KESIMPULAN
KATA KUNCI
Lebih dari 250 kata
 Patient
Semua bayi yang dijadwalkan untuk menerima dosis pertama atau kedua
dari kombinasi vaksin heksavalen (difteri, tetanus, pertusis aselular, hepatitis
B, virus polio yang tidak aktif, dan Haemophilus influenzae tipe b), dipakai
bersamaan dengan vaksin radang paru heptavalent konjugasi, yang terdaftar.
INTERVENSI
ASI EKSKLUSIF
COMPARITION
SEBAGIAN ASI
TIDAK MENERIMA ASI
 OUTCOME
◦ Karakteristik Bayi Yang Terdaftar Pada Penelitian (n = 450)
◦ Kumpulan Dari Beberapa Variabel Pengganggu Dengan Paparan
◦ Kumpulan Beberapa Variabel Pengganggu Dengan Hasil
◦ Pembagian Demam Berdasarkan Jenis Cara Pemberian Makan (feeding)
◦ Hubungan Antara Menyusui dan Tingkatan Demam Menurut Variabel
Pengganngu
◦ Frekuensi Suhu Yang Dicatat dan Suhu Puncak Rata-Rata Pada Hari Pertama
Setelah Imunisasi Menurut Jenis MAKAN (Feeding)
ANALISIS VIA
Pertanyaan
Apakah alokasi pasien pada penelitian ini Ya
dilakukan secara acak?
Apakah pengamatan pasien dilakukan Ya,
secara cukup panjang dan lengkap?
Apakah semua pasien dalam kelompok Ya
yang diacak, dianalisis?
Apakah kelompok terapi dan kontrol Ya, kelompok terapi dan kontrol memiliki
sama? karakteristik yang sama.
Apakah pada pasien kita Ya
terdapat perbedaan bila
dibandingkan dengan yang
terdapat pada penelitian
sebelumnya sehingga hasil
tersebut tidak dapat diterapkan
pada pasien kita?
Apakah terapi tersebut mungin dapat Ya
diterapkan pada pasien kita?
Apakah pasien memiliki potensi yang Potensi yang menguntungkan
menguntungan atau merugikan bila
terapi tersebut diterapkan?
Kesimpulan

 BUKTI KLINIS VALID


 Bukti klinis penting
 Bukti klinis dapat diterapkan

Anda mungkin juga menyukai