Anda di halaman 1dari 73

PERAWATAN LUKA

kusnanto_ners@yahoo.com
PENGERTIAN

• Luka adalah
terputusnya
kontinuitas suatu
jaringan oleh karena
adanya cedera atau
pembedahan
Luka (Vulnus)
• Luka adalah kerusakan anatomi karena
hilangnya kontinuitas jaringan oleh sebab dari
luar.
• Luka terbagi menjadi dua : Luka terbuka
(Vulnus Appertum) dan Luka tertutup (Vulnus
Occlusum).
Macam luka terbuka
• Luka iris (Scissum),
• Tusuk (Ictum),
• Bakar (Combustio),
• Lecet (Excoriasi/Abrasio), Tembak (Sclopetum),
• Laserasi,
• Penetrasi,
• Avulsi,
• Open Fracture dan
• Luka Gigit (Vulnus Morsum).
Macam luka tertutup :
• Memar (Contusio),
• Bula,
• Hematoma,
• Sprain,
• Dislokasi,
• Close Fracture,
• Laserasi organ dalam.
KLASIFIKASI LUKA

Luka diklasifikasikan berdasarkan :


1. Struktur anatomis
2. Sifat luka
3. Proses penyembuhan
4. Lama penyembuhan.
Berdasarkan SIFAT LUKA
1. Abrasi
2. Kontusio
3. Insisi
4. Laserasi
5. Terbuka
6. Penetrasi
7. Puncture
8. Infeksi/ sepsis, dll.
Scratches/ abrasions
Kontusio
Luka insisi
Laceration - regular and irregular
Penetration and Puncture wounds
Wound Infection
Klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit

1. Superfisial  melibatkan lapisan epidermis;


2. Partial thickness  melibatkan lapisan
epidermis dan dermis;
3. Full thickness  melibatkan epidermis,
dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan
sampai ke tulang
Berdasarkan proses penyembuhan,
dikategorikan 3, yaitu:

A. Healing by primary intention


B. Healing by secondary intention
C. Delayed primary healing (tertiary healing)
A. Healing by primary intention

• Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan


bersih
• Biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang.
• Penyembuhan luka berlangsung dari bagian
internal ke ekseternal.
B. Healing by secondary intention

• Terdapat sebagian jaringan yang hilang


• proses penyembuhan akan berlangsung mulai
dari pembentukan jaringan granulasi pada
dasar luka dan sekitarnya.
C. Delayed primary healing
(tertiary healing)

• Penyembuhan luka berlangsung lambat,


• Biasanya sering disertai dengan infeksi,
• Diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan lama penyembuhan

1. Luka akut : Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang
sembuh melalui intensi primer atau luka traumatik atau luka
bedah yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses
perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan
integritas anatomis sesuai dengan proses penyembuhan secara
fisiologis. Penyembuhan terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu.
2. Luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda
untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu.
Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa
juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan
penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-
tanda infeksi. Atau dapat dikatakan bahwa luka kronis merupakan
kegagalan penyembuhan pada luka akut.
Berdasarkan
Proses Penyembuhan Luka

• Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan


yang spesifik
• Proses penyembuhan luka tergantung pada
jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka
tersebut.
Fase penyembuhan luka ada 3 tahapan (yang saling
berhubungan satu sama lain)

a. Fase inflamasi
• Fase ini terjadi pada hari ke 0-5, dimana terjadi respon
yang segera timbul setelah terjadi injuri, kemudian
terjadi pembekuan darah dimana hal ini terjadi untuk
mencegah kehilangan darah.
• Karakteristik lainnya adalah terjadinya tumor, rubor,
dolor, color, functio laesa. Kondisi ini juga merupakan
awal terjadinya haemostasis sedangkan fagositosis
terjadi pada fase akhir dari fase inflamasi ini.
• Lama fase ini bisa singkat jika tidak ditemukan adanya
infeksi pada luka.
b. Fase proliferasi or epitelisasi
 Terjadi pada hari 3 – 14, fase ini juga disebut juga
dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan
jaringan granulasi pada luka dimana luka nampak
merah segar, mengkilat.
 Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi :
Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang
baru, fibronectin dan hyularonic acid.
 Proses epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama
ditandai dengan penebalan lapisan epidermis
pada tepian luka.
 Pada luka insisi, proses epitelisasi ini terjadi pada
48 jam pertama.
c. Fase maturasi atau remodelling
• Fase ini berlangsung dari beberapa minggu
sampai dengan 2 tahun.
• Pada fase ini akan terbentuk jaringan kolagen
yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength).
• Jaringan parut (scar tissue) yang tumbuh sekitar
50-80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya.
• Pada fase ini juga terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan.
Faktor yang mempengaruhi proses
penyembuhan luka
• Status Imunitas
• kadar gula darah (impaired white cell function,
• hidrasi (slows metabolism),
• nutritisi, kadar albumin darah (‘building
blocks’ for repair, colloid osmotic pressure –
oedema),
• suplai oksigen dan vaskularisasi,
• nyeri (causes vasoconstriction),
• corticosteroids (depress immune function).
PENGKAJIAN LUKA
Tujuan Pengkajian
• Mendapatkan informasi yang relevan
tentang pasien dan luka
• Memonitor proses penyembuhan luka
• Menentukan program perawatan luka pada
pasien
• Mengevaluasi keberhasilan perawatan
Pengkajian Riwayat Pasien
• Pengkajian luka harusnya dilakukan secara
holistik yang bermakna bahwa pengkajian luka
bukan hanya menentukan mengapa luka itu
ada namun juga menemukan berbagai faktor
yang dapat menghambat penyembuhan luka
(Carvile K 1998).
Faktor –faktor penghambat penyembuhan luka didapat
dari pengkajian riwayat penyakit klien
Faktor yang perlu diidentifikasi antara lain :
1. Faktor Umum
• Usia
• Penyakit Penyerta/ Penyakit yang mendasari : diabetes atau
kelainan vaskularisasi lainnya
• Vaskularisasi/ Status vascular : Hb, TcO2
• Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
• Obesitas
• Gangguan sensasi atau mobilisasi
• Status Psikologis
• Terapi Radiasi
• Obat-obatan
* Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-
obatan immunosupresan yang lain
2. Faktor Lokal/ Kondisi luka
• Warna dasar luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi :
slough (yellow), necrotic tissue (black), infected gangreen),
granulating tissue red epithelialising (pink)
* Kelembaban luka
* Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
• Penatalaksanaan manajemen luka
• Suhu Luka
• Tekanan, Gesekan dan Pergeseran
• Benda Asing
• Tanda-tanda infeksi / Infeksi Luka
* Lokasi ukuran dan kedalaman luka
* Eksudat dan bau
* Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
Sedangkan pada penatalaksanaan perawatan luka
perawat harus mengevaluasi setiap pasien dan
lukanya melalui pengkajian terhadap :
• Penyebab luka (trauma, tekanan, diabetes dan
insuffisiensi vena)
• Riwayat penatalaksanaan luka terakhir & saat ini
• Usia pasien
• Durasi luka; akut ( 12 minggu)
• Kecukupan saturasi oksigen
• Identifikasi faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi
penyembuhan luka; obat-obatan (seperti prednison, tamoxifen,
NSAID) dan data laboratorium ( kadar albumin, darah lengkap
dengan diferensial, hitung jumlah limposit total)
• Penyakit akut dan kronis, kegagalan multi sistem: penyakit jantung,
penyakit vaskuler perifer, anemia berat, diabetes, gagal ginjal,
sepsis, dehidrasi, gangguan pernafasan yang membahayakan,
malnutrisi atau cachexia
• Faktor-faktor lingkungan seperti distribusi tekanan, gesekan dan
shear pada jaringan yang dapat menciptakan lingkungan yang
meningkatkan kelangsungan hidup jaringan dan mempercepat
penyembuhn luka. Observasi dimana pasien menghabiskan harinya;
ditempat tidur,? Dikursi roda?. Apakah terjadi shearing selama
memindahkan pasien dari tempat yang satu ketempat lainnya?
Apakah sepatu pasien terlalu ketat,? Apakah pipa oksigen pasien
diletakkan di atas telinga tanpa diberi alas?
Menurut Carville (1998),
Pengkajian luka meliputi :
1. Jenis luka
2. Type Penyembuhan
3. Kehilangan jaringan
4. Penampilan klinis
5. Lokasi
6. Ukuran Luka
7. Eksudasi
8. Kulit sekitar luka
9. Nyeri
10. Infeksi luka
11. Implikasi psikososial
1. Jenis Luka
a. Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang sembuh
melalui intensi primer atau luka traumatik atau luka bedah
yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses
perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil
pemulihan integritas anatomis sesuai dengan proses
penyembuhan secara fisiologis.
b. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan
tidak sesuai dengan waktu yang telah diperkirakan dan
penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh
faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat
pada individu, luka atau lingkungan. Atau dapat dikatakan
bahwa luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan pada
luka akut.
2. Type Penyembuhan
a. Primary Intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan
kedua tepi luka dirapatkan baik dengan suture (jahitan), clips atau
tape (plester). Jaringan parut yang dihasilkan minimal.
b. Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung
benda asing dan membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya
ditutup secara primer pada 3-5 hari kemudian.
c. Secondary Intention,. Penyembuhan luka terlambat dan terjadi
melalui proses granulasi, kontraksi dan epithelization. Jaringan
parut cukup luas.
d. Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk
mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi resiko
infeksi.
e. Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka
yang berasal dari jaringan terdekat.
3. Kehilangan jaringan.
Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman
kerusakan jaringan atau berkaitan dengan stadium
kerusakan jaringan kulit.
a. Superfisial. Luka sebatas epidermis.
b. Parsial ( Partial thickness ). Luka meliputi epidermis
dan dermis.
c. Penuh ( Full thickness ). Luka meliputi epidermis,
dermis dan jaringan subcutan. Mungkin juga
melibatkan otot, tendon dan tulang.
Atau dapat juga digambarkan melalui beberapa
stadium luka (Stadium I – IV ).
a. Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun
terdapat erithema atau perubahan warna.
b. Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan
kerusakan lapisan epidermis dan dermis.
Erithema dijaringan sekitar yang nyeri, panas
dan edema. Exudte sedikit sampai sedang
mungkin ada.
c. Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan
subcutan, dengan terbentuknya rongga (cavity),
terdapat exudat sedang sampai banyak.
d. Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan
terbentuknya (cavity), yang melibatkan otot,
tendon dan/atau tulang. Terdapat exudate
sedang sampai banyak.
4. Penampilan Klinik
Tampilan klinis luka dapat di bagi berdasarkan warna
dasar luka antara lain :
a. Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan
nekrotik, mungkin kering atau lembab.
b. Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous,
kuning dan slough.
c. Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.
d. Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.
e. Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda
klinis infeksi seperti nyeri, panas, bengkak,
kemerahan dan peningkatan exudate.
5. Lokasi
• Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi
anatomis tubuh dan mudah dikenali di dokumentasikan
sebagai referensi utama.
• Lokasi luka mempengaruhi waktu penyembuhan luka dan
jenis perawatan yang diberikan.
• Lokasi luka di area persendian cenderung bergerak dan
tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi
dan migrasi sel terkena trauma (siku, lutut, kaki).
• Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan (shear
force ) akan lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan
penyembuhan meningkat diarea dengan vaskularisasi baik
(wajah).
6. Ukuran Luka
• Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang,
lebar, kedalaman atau diameter ( lingkaran ).
• Pengkajian dan evaluasi kecepatan
penyembuhan luka dan modalitas terapi
adalah komponen penting dari perawatan
luka.
• Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi
pada luka terbuka dan pengkajian 3 dimensi
pada luka berrongga atau berterowongan
a. Pengkajian dua dimensi
• Pengukuran superfisial dapat dilakukan
dengan alat seperti penggaris untuk mengukur
panjang dan lebar luka.
• Jiplakan lingkaran (tracing of circumference)
luka direkomendasikan dalam bentuk plastik
transparan atau asetat sheet dan memakai
spidol.
b. Pengkajian tiga dimensi.
• Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan
pendekatan tiga dimensi.
• Metode paling mudah adalah menggunakan instrumen berupa
aplikator kapas lembab steril atau kateter/baby feeding tube.
• Pegang aplikator dengan ibu jari dan telunjuk pada titik yang
berhubungan dengan batas tepi luka. Hati-hati saat menarik
aplikator sambil mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang
memegangnya. Ukur dari ujung aplikator pada posisi sejajar dengan
penggaris sentimeter (cm).
• Melihat luka ibarat berhadapan dengan jam. Bagian atas luka (jam
12) adalah titik kearah kepala pasien, sedangkan bagian bawah luka
(jam 6) adalah titik kearah kaki pasien. Panjang dapat diukur dari ”
jam 12 – jam 6 ”. Lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari ” jam 3
– jam 9 ”.
7. Exudate.
Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau.
a. Jenis Exudate
* Serous – cairan berwarna jernih.
* Hemoserous – cairan serous yang mewarna merah terang.
* Sanguenous – cairan berwarna darah kental/pekat.
* Purulent – kental mengandung nanah.
b. Jumlah, Kehilangan jumlah exudate luka berlebihan, seperti tampak pada luka
bakar atau fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan dan mengakibatkan
gangguan elektrolit. Kulit sekitar luka juga cenderung maserasi jika tidak
menggunkan balutan atau alat pengelolaan luka yang tepat.
c. Warna,Ini berhubungan dengan jenis exudate namun juga menjadi indikator klinik
yang baik dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi (contoh, pseudomonas
aeruginosa yang berwarna hijau/kebiruan).
D . Konsistensi, Ini berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka
yang edema dan fistula.
e. Bau, Ini berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan tubuh seperti
faeces terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan dengan proses autolisis jaringan
nekrotik pada balutan oklusif (hidrocolloid).
8. Kulit sekitar luka.
• Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan menentukan
apakah ada sellulitis, edema, benda asing, ekzema,
dermatitis kontak atau maserasi.
• Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji dan batas-batasnya
dicatat.
• Catat warna, kehangatan dan waktu pengisian kapiler
jika luka mendapatkan penekanan atau kompresi.
• Nadi dipalpasi terutama saat mengkaji luka di tungkai
bawah.
• Penting untuk memeriksa tepi luka terhadap ada
tidaknya epithelisasi dan/atau kontraksi.
9. Nyeri.
• Penyebab nyeri pada luka, baik umum
maupun lokal harus dipastikan.
• Apakah nyeri berhubungan dengan penyakit,
pembedahan, trauma, infeksi atau benda
asing. Atau apakah nyeri berkaitan dengan
praktek perawatan luka atau prodak yang
dipakai.
• Nyeri harus diteliti dan dikelola secara tepat.
10. Infeksi luka
• Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai ”pertumbuhan
organisme dalam luka yang berkaitan dengan reaksi
jaringan”.
• Reaksi jaringan tergantung pada daya tahan tubuh host
terhadap invasi mikroorganisme.
• Derajat daya tahan tergantung pada faktor-faktor seperti
status kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan
derajat kerusakan jaringan.
• Infeksi mempengaruhi penyembuhan luka dan mungkin
menyebabkan dehiscence, eviserasi, perdarahan dan infeksi
sistemik yang mengancam kehidupan.
• Secara reguler klien diobservasi terhadap adanya tanda dan
gejala klinis infeksi sistemik atau infeksi luka.
Berdasarkan kondisi infeksi, luka
diklasifiksikan atas:
a. Bersih. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat
dalam kondisi pembedahan yang aseptik, tidak
termasuk pembedahan pada sistem perkemihan,
pernafasan atau pencernaan.
b. Bersih terkontaminasi. Luka pembedahan pada sistem
perkemihan, pernafasan atau pencernaan. Luka
terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang
bersangkutan namun tidak ada reaksi host.
c. Kontaminasi. Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi
host namun tidak terbentuk pus/nanah.
d. Infeksi. Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan
peningkatan kadar leukosit atau makrophage.
11. Implikasi Psikososial.
• Efek psikososial dapat berkembang luas dari
pengalaman perlukaan dan hadirnya luka.
• Kebijaksanaan dan pertimbangan harus digunakan
dalam pengkajian terhadap masalah potensial atau
aktual yang berpengaruh kuat terhadap pasien dan
perawatnya dalam kaitannya terhadap;
• Harga diri dan Citra diri.
• Perubahan fungsi tubuh.
• Pemulihan dan rehabilitasi.
• Issue kualitas hidup.
• Peran keluarga dan sosial.
• Status finansial.
Contoh Pengkajian luka
• Luka kronis di abdomen
dengan ukuran 26 x 23 cm
x 1 cm, dengan goa pkl 01
– 05 + 4 cm, warna dasar
luka nekrotik (hitam) 40
%, Slough (kuning) 60 %,
exudate sedang purulent
… cc, bau (+), kulit sekitar
luka kering, nyeri dg
skala…., terkontaminasi
kuman….. (setelah kultur)
Perencanaan

A. Pemilihan Balutan Luka


B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative
lainnya
Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
• Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis
dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam
suasana lembab.
• Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada
perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan
pembuluh darah dengan lebih cepat.
• Menurunkan resiko infeksi, Kejadian infeksi ternyata relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
• Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan
pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum
corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut
lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
• Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan
lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan
limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan
digunakan untuk membalut luka harus memenuhi
kaidah-kaidah berikut ini:
• Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang
dikeluarkan oleh luka (absorbing)
• Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan
nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi
mikroorganisme (non viable tissue removal)
• Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound
rehydration)
• Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat
penguapan
• Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut
atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka
(Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
• Apakah suplai telah tersedia?
• Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
• Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk
memilih?
• Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
• Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
• Bagaimana cara mengevaluasi?
B. Jenis-jenis balutan dan terapi
alternative lainnya
1. Film Dressing
• Semi-permeable primary atau secondary dressings
• Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
• Conformable, anti robek atau tergores
• Tidak menyerap eksudat
• Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
• Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
• Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
• Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan
elastomers
• Support autolysis untuk mengangkat jaringan
nekrotik atau slough
• Occlusive –> hypoxic environment untuk
mensupport angiogenesis
• Waterproof
• Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
• Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka
grade III-IV
• Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
• Terbuat dari rumput laut
• Membentuk gel diatas permukaan luka
• Mudah diangkat dan dibersihkan
• Bisa menyebabkan nyeri
• Membantu untuk mengangkat jaringan mati
• Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
• Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
• Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan
kering
• Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
• Polyurethane
• Non-adherent wound contact layer
• Highly absorptive
• Semi-permeable
• Jenis bervariasi
• Adhesive dan non-adhesive
• Indikasi : eksudat sedang s.d berat
• Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan
nekrotik hitam
• Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
• Zinc Oxide (ZnO cream)
• Madu (Honey)
• Sugar paste (gula)
• Larvae therapy/Maggot Therapy
• Vacuum Assisted Closure
• Hyperbaric Oxygen
Implementasi
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik
(sloughy wound)
• Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat
jaringan mati (slough tissue)
• Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
• Untuk merangsang granulasi
• Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels,
hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
• Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat
jaringan nekrotik (eschar)
• Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
• Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Hydrogels, hydrocolloid dressing
C. Luka terinfeksi
• Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan
mempercepat penyembuhan luka
• Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada
luka
• Wound culture – systemic antibiotics
• Kontrol eksudat dan bau
• Ganti balutan tiap hari
• Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole
gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
• Bertujuan untuk meningkatkan proses
granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga
kelembaban luka
• Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Moist wound surface – non-adherent dressing
• Treatment overgranulasi
• Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
• Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk “re-surfacing”
• Transparent films, hydrocolloids
• Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
• Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya
hydrocolloid
• Untuk debridement (deslough) : hydrogel +
film/foam atau hanya hydrocolloid atau
alginate + film/foam atau hydrofibre +
film/foam
• Untuk memanage eksudat sedang s.d berat :
extra absorbent foam atau extra absorbent
alginate + foam atau hydrofibre + foam atau
cavity filler plus foam
Evaluasi dan Monitoring Luka
• Dimensi luka : size, depth, length, width
• Photography
• Wound assessment charts
• Frekuensi pengkajian
• Plan of care
Dokumentasi Perawatan Luka
• Potential masalah
• Komunikasi yang adekuat
• Continuity of care
• Mengkaji perkembangan terapi atau masalah
lain yang timbul
• Harus bersifat faktual, tidak subjektif
• Wound assessment charts
Teknik Perawatan Luka

• Desinfeksi
• Irigasi
• Debridement
• Perawatan perdarahan
• Penjahitan Luka
• Bebat Luka
• Angkat Jahitan
Desinfeksi
(Sin. Antiseptik atau Germisida)
• Adalah tindakan dalam melakukan pembebasan
bakteri dari lapangan operasi dalam hal ini yaitu
luka dan sekitarnya.
• Macam bahan desinfeksi: Alkohol 70%, Betadine
10%, Perhidrol 3%, Savlon (Cefrimid
+Chlorhexidine), Hibiscrub (Chlorhexidine 4%)
• Teknik : Desinfeksi sekitar luka dengan kasa yang
di basahi bahan desinfeksan
• Tutup dengan doek steril atau kasa steril
• Bila perlu anestesi Lido/Xylo 0,5-1%
Pembersihan Luka
• Adalah mencuci bagian luka
• Bahan yang di gunakan : Perhidrol, Savlon,
Boor water, Normal Saline, PZ
• Bilas dengan garam faali atau boor water
Debridement (Wound Excision)
• Adalah membuang jaringan yang mati serta
merapikan tepi luka
• Memotong dengan menggunakan scalpel atau
gunting
• Rawat perdarahan dengan meligasi menggunakan
cat gut
• Perawatan Perdarahan
Adalah suatu tindakan untuk menghentikan
proses perdarahan
• Yaitu dengan kompresi lokal atau ligasi pembuluh
darah atau jaringan sekitar perdarahan
Penjahitan luka
• Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik
alat, bahan serta beberapa peralatan lain.
• Alat, bahan dan perlengkapan yang di butuhkan
Alat yang dibutuhkan :
 Naald Voeder ( Needle Holder ) atau pemegang jarum
biasanya satu buah.
 Pinset Chirrurgis atau pinset Bedah satu buah
 Gunting benang satu buah.
 Jarum jahit, tergantung ukuran cukup dua buah saja.
 Bahan yang dibutuhkan :
 Benang jahit Seide atau silk
 Benang Jahit Cat gut chromic dan plain.
 Lain-lain :
 Doek lubang steril
 Kasa steril
Handscoon steril

Operasi teknik
Urutan teknik penjahitan luka ( suture techniques)
1. Persiapan alat dan bahan
2. Persiapan asisten dan operator
3. Desinfeksi lapangan operasi
4. Anestesi lapangan operasi
5. debridement dan eksisi tepi luka
6. penjahitan luka
7. perawatan luka
Referensi

1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct
24, 2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May
2003; 34,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care.
Practice Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of
Community Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health
Search
6. Ririn Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness
of Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna
Briggs Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia.
www.joannabriggs.org.au
7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management.
Practice Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health

Anda mungkin juga menyukai