Anda di halaman 1dari 38

MIKOSIS SUBKUTIS

“PENYAKIT YANG BERKEMBANG


MELALUI LESI (LUKA) DAN MENYEBAR
DI PERMUKAAN KULIT MELALUI
JARINGAN SUBKUTIS”
MISETOMA
• Sinonim : Madura foot, maduromikosis
• Kumpulan gejala (sindrom) yang disebabkan
infeksi jamur pada jaringan di bawah kulit,
berupa pembengkakan, kelainan bentuk dan
kantong abses dengan lubang-lubang fistel
yang mengeluarkan nanah berisi butir atau
granula jamur penyebab.
• Dilaporkan pertama kali oleh John Gill di India
(1842)
PENYEBAB :
Misetoma disebabkan berbagai macam jamur.
1. Misetoma aktinomikotikdisebabkan jamur
dari golongan
SchizomycophytaActinomyces, Nocardia
dan Streptomyces.
2. Misetoma maduromikotikdisebabkan jamur
golongan EumycophytaMadurella
mycetomatis, Allescheria boydii.

Distribusi geografik : kosmopolit, terutama


daerah tropik, termasuk Indonesia. Asia
Selatan, Amerika.
MORFOLOGI
• hifa-hifa jamur membentuk gumpalan yang disebut
butir-butir jamur / granula yang merupakan koloni
jamur tersebut di dalam jaringan atau abses. Butir
berwarna putih, kekuning-kuningan, tengguli hitam
atau berwarna lain tergantung spesies jamur
penyebabnya.
• Bila butir jamur ini terdiri atas hifa-hifa halus (lebarnya
kurang dari 1 mikron)penyakitnya disebut misetoma
aktinomikotik.
• Bila terdiri atas hifa-hifa yang kasar (lebarnya >1
mikron)penyakitnya disebut misetoma
maduromikotik.
Madurella grisea
PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS
• Infeksi misetoma terjadi melalui trauma, misalnya
tertusuk duri. Pada tempat tusukan timbul
kelainan. Dimulai sebagai tumor kecil yang makin
lama makin besar, merusak jaringan dan tulang,
kemudian membentuk abses dan fistel. Dari fistel
keluar nanah. Dalam nanah dan jaringan bawah
kulit yang membengkak cukup besar, biasanya
tidak menimbulkan rasa sakit. Biasanya proses ini
berlangsung menahun.
• Misetoma banyak terdapat pada kaki (misetoma
pedis), kadang pada tungkai, tangan, bahu atau
bagian tubuh lain.
Mycetoma
DIAGNOSIS

• Nanah atau jaringan biopsi. Dengan KOH 10%


tampak gumpalan hifa yang berwarna putih,
kekuningan atau warna lain tergantung jamur
penyebab.
• Pada sediaan histopatologi terlihat jaringan
granulasi dengan sarang peradangan dan abses-
abses.
• Pewarnaan Gram
• Biakan : SDA (+) : koloni filamen berwarna
tengguli tua atau hijau kehitam-hitaman.
• PENGOBATAN : Sulfa, Streptomisin,
Ketokonazol, intrakonazol.

• EPIDEMIOLOGI :
misetoma tidak menular. Infeksi hanya terjadi
melalui luka tusukan duri atau ranting yang
mengandung jamur penyebab. Penyakit ini
banyak ditemukan pada petani dan pekerja
perkebunan yang sering mendapat luka tusuk
oleh duri atau ranting.
KROMOMIKOSIS
• Dulu disebut Chromoblastomycosis (oleh Terra
1922)
• Disebabkan oleh beberapa genus jamur
tergolong Dematiaceae
• Diantaranya :Phialophora verrucosa, P.
pedrosoi, P. compactum, P. Dermatitidis dan
Cladosporium carrionii
• Terdapat di seluruh dunia, terutama daerah
tropik dan subtropik. Banyak ditemukan pada
petani. Di Indonesia penyakit ini jarang
ditemukan.
Morfologi :
• Terdapat di tanah dan kayu tumbuh-
tumbuhan yang sudah busuk. Berwarna gelap
(hijau keabu-abuan, hijau kehitam-hitaman
atau coklat sampai coklat kehitaman) dan
membentuk koloni filamen.
• Masing-masing spesies mempunyai jenis
soprulasi yang berbeda-beda.
Patologi dan Gejala Klinis
• Jamur terdapat di alam bebas, tanah, kayu
busuk, duri atau tumbuh-tumbuhan yang
sudah matimasuk melalui luka pada kulit
oleh trauma atau tusukan. Lesi tidak perlu
besar atau luas.
• Lesi kecil yang kadang-kadang tidak diketahui
dapat terinfeksi oleh jamur.
• Jamur berkembang biak pada kulit dan
jaringan di bawah kulit.
Patologi dan Gejala Klinis
• Lesi yang sering terjadi pada kaki atau tungkai
bawah. Lesi tersebut menjadi hiperemik dan
kemudian menjadi papula kecil. Papula meluas
menyerupai dermatifitosis.
• Tepi lesi mempunyai gambaran dengan batas
tegas, berwarna merah atau hitam. Setelah
beberapa waktu, mungkin sampai bertahun
tahun, papula membesar dan bersatu, menonjol,
makin lama makin tinggi, keras, merah, atau
keabu-abuan sehingga berbentuk seperti bunga
kol.
Patologi dan Gejala Klinis
• Keluhan utama bila ada yaitu gatal. Bila digaruk dapat
terjadi infeksi sekunder oleh bakteri pada lesi yang
sudah ada atau dapat terjadi lesi baru ditempat lain
atau sisi lain.
• Penyebaran terjadi melalui pembuluh getah bening ke
bagian yang terdekat.
• Kemungkinan terjadi penyebaran secara hematogen ke
berbagai alat, diantaranya ke otak.
• Dapat menyebabkan penyumbatan pada saluran getah
bening, sehingga terjadi edema tungkai bawah. Proses
kelainan kromomikosis dari luka hingga terbentuk
kembang kol memakan waktu bertahun-tahun.
Diagnosis
• Dibuat dengan memeriksa kerokan kulit atau biopsi
jaringan dan bahan autopsi
• Pemeriksaan langsung : KOH 10-20%.
Dalam kulit atau jaringan subkutis, jamur tampak sebagai
spora tengguli berdinding tebal dengan atau tanpa sekat,
satu-satu atau berkelompok. Spora ini ada yang membelah
diri menjadi dua atau lebih.
• Pemeriksaan Histopatologik : tampak hiperkeratosis dan
sarang-sarang radang serta abses pada kulit dan jaringan
subkutis.
• Pembiakan dilakaukan pada medium SDA pada suhu
kamarjamur membentuk koloni filamen yang berwarna
tengguli tua atau hijau kehitam-hitaman.
KOH

jaringan

16/12/07
Phialophora spp.
Pengobatan
• Amfoterisin-B dapat diberikan secara
intradermal pada lesi.
• Obat sistemik dapat diberikan secara oral 
ketokonazol.

Epidemiologi
Terdapat di seluruh dunia, terutama daerah tropik dan
subtropik. Banyak ditemukan pada petani. Di Indonesia
penyakit ini jarang ditemukan.
Pemakaian alas kaki atau sepatu dapat mencegah luka
tusuk—mencegah terjadinya infeksi
16/12/07
SPOROTRIKOSIS
• Jamur penyebabnya : Sporotricum schenckii
(1898 Schenck)
jamur ini terdapat ditanah dan tumbuh-
tumbuhan yang sudah lapuk.
• Distribusi geografik : seluruh dunia, termasuk
Indonesia.
Morfologi
• Biakan jamur pada suhu kamar membentuk
koloni filamen putih dengan hifa halus dan
spora yang tersusun menyerupai bunga pada
ujung konidiofora. Pada suhu 37o C biakan
membentuk koloni ragi dengan blastospora
yang bulat atau lonjong.
Patologi dan gejala klinis
• Infeksi terjadi karena jamur masuk ke dalam
jaringan subkutis melalui luka pada kulit oleh
duri atau kayu lapuk. Infeksi dapat juga terjadi
melalui inhalasi spora.
• Kelainan terutama mengenai kulit, jaringan
subkutis dan saluran getah bening, jarang
mengenai selaput lendir, alat dalam atau
tulang.
Ada 3 gambaran klinis :
1. Sporotrikosis kulit yang mengenai kulit dan
melebar dengan permukaan yang tidak rata
atau bersisik. Kelainan hanya terjadi pada
tempat trauma dan tidak terjadi penyebaran
melaui getah bening.
2. Sporotrikosis limfatika lokalisata, yang pada
tempat trauma timbul lesi primer. Lesi kecil ini
menjadi tonjolan kecil yang keras. Tonjolan
tersebut menjadi abses yang lunak, pecah ,
menembus kulit.
3. Sporotrikosis pulmonum, yang terjadi karena
inhalasi spora yang menimbulkan infiltrat
diparu.
Diagnosis
• Diagnosa dibuat dengan memeriksa specimen :
nanah, aspirasi abses, jaringan ulkus, sputum.
Sukar ditemukan pada pemeriksaan langsung.
• hematoksilin Eosin (HE) jamur sulit ditemukan
dalam jaringan.
• Dengan Pulasan gram, Periodic Acid Schiff
(PAS) atau Gomori Methenamine Silver Strain
(GMS), jamur mudah dilihat.
• Biakan nanah atau bahan klinis lain pada
medium SDA pada suhu kamar membentuk
kloloni filamen dengan susunan konidia yang
khas menyerupai bunga. Koloni ragi dibentuk
dalam biakan pada suhu 37O C.
Pengobatan
• Dengan larutan KJ jenuh. Dosis dapat
diberikan 3x10 tetes/hari larutan jenih KJ
• Ketokonazol

Epidemiologi
Pekerja perkebunan, petani, buruh tambang, perlu
dilindungi kakinya terhadap trauma, karena jamur
ini terdapat di tanah, di tumbuh-tumbuhan yang
lapuk dan juga di pertambangan
RINOSPORIDIOSIS
• Pertama kali dilaporkan di India dan Srilanka.
• Penyebab : Rhinosporidium seeberi.
• Distribusi geografik : di India, Srilanka, juga
ditemukan dibeberapa daerah lain di dunia,
antara lain Indonesia.
Morfologi
• Kedudukan Rhinosporidium seeberi dalam
taksonomi belum dapat ditentukan karena
belum berhasil dibiakkan.
• Jamur tampak sebagai sporangium dalam
berbagai stadium di jaringan. Sporangium
muda belum berisi spora. Spora matang
berukuran 100-300 mikron, berdinding tebal
dan berisi spora yang sama besar.
Patologi dan gejala klinis
• diduga di dapat melalui trauma. Kelainan
pada penderita berbentuk polip yang
bertangkai dan mudah berdarah. Polip
terdapat pada selaput lendir mata, hidung,
faring, mungkin pula pada uretra. Gejala pada
mata ialah : lakrimasi dan fotofobia.
Diagnosis
• Belum berhasil dibiakkan
• Pada sediaan KOH terlihat sporangium
dalam berbagai stadium.
• Dalam sediaan Patologi anatomik berbagai
stadium sporangium tersebut terlihat dalam
sarang peradangan.
• Pengobatan : dilakukan dengan pembedahan,
untuk mengangkat polip dan jaringan tumor di
bawah kulit.

• Epidemiologi : banyak terdapat pada orang


yang pekerjaaannya berhubungan dengan air.
FIKOMIKOSIS SUBKUTIS (Zigomikosis
subkutis)
• Pertama kali dikenal di Indonesia 1955 (Lie
Kian Joe) sebagai fikomikosis subkutis yang
disebabkan oleh Basidiobolus ranarum.
Diagnosis spesies kemudian diperiksa kembali
dan ditentukan penyebabnya yaitu :
B. meristosporus.

Distribusi geografik : daerah tropik


Morfologi
• Pada biakan : membentuk koloni filamen yang
terdiri dari hifa lebar senositik dengan
berbagai stadium zigospora yang mempunyai
ciri khas bentuk tonjolan menyerupai paruh
pada permukaan dindingnya.
Patologi dan gelaja klinis
• Infeksi terjadi secara eksogen dan diduga melalui trauma di
kulit. Gambaran klinis berupa tumor di bawah kulit yang
makin lama makin besar.
• Tumor ini kenyal, berbatas jelas, tidak nyeri dan biasanya
tanpa tanda-tanda radang.
• Pada perabaan tumor ini dapat digerakkan bebas dari
dasarnya.
• Kulit di atasnya menjadi tegang, pucat atau kehitam-
hitaman karena hiperpigmentasi tetapi tidak membentuk
ulkus.
• Tidak menjalar ke kelenjar limfe atau pembuluh darah.
• Dapat meluas kesatu arah atau beberapa arah dan dapat
mengenai daerah yang luas seperti punggung.
• Penyakit ini tidak bersifat fatal, bahkan kadang-kadang
dapat sembuh sendiri
Diagnosis
• Bahan biopsi dari bagian tepi tumor dengan
pemeriksaan histopatologik dan biakan.
• Pemeriksaan histopatologik: tampak jamur
sebagai hifa lebar senositik, berdinding tipis,
dikelilingi zona merah yang disebut
eosinophylic granular necrosis.
• Bila bahan biopsi di tanam pada media SDA :
tumbuh koloni filamen dengan zigospora yang
khas.
pengobatan
• Dengan minum larutan KJ jenuh hingga 1 bulan
setelah gejala klinis hilang

Epidemiologi :
Jamur terdapat di tanah dan di alat pencernaan
beberapa binatang pemakan serangga, misal
cicak, lipas, tokek, kadal dsb.
patogenesis penyakit ini hingga kini belum
diketahui dengan jelas. Ada yang
menghubungkan dengan gigitan serangga, tetapi
belum ada bukti yang pasti.

Anda mungkin juga menyukai