• Epidemiologi Di Indonesia >850.000 kasus baru setiap tahun dan paling sering ditemukan pada perempuan umur 16 sampai 25 tahun. Saat ini di Indonesia, insidensi PID mengalami kenaikan dibandingkan dengan 2 sampai 3 dekade sebelumnya. Hal ini disebabkan antara lain karena budaya sosial yang lebih bebas dan liberal serta peningkatan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim • Etiologi: tersering adalah C.trachomatis dan N.Gonorrhoeae. Selain itu Gardnerella vaginalis, Trchomonas vaginalis, dan batang gram negatif seperti e.coli • Faktor Risiko • Usia kurang dari 25 tahun • Riwayat PID sebelumnya • Memiliki partner seksual lebih dari satu • Mengidap penyakit menular seksual khususnya yang disebabkan oleh trachomatis dan N.gonorrhoeae • Melakukan hubungan seksual tanpa barrier/kondom • Riwayat tindakan bedah ginekologis seperti biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi • Pemakaian AKDR (terutama saat adanya penyakit menular seksual dan pada 1 bulan pertama pemakaian) • Patofisiologi Biasanya disebabkan oleh C. trachomatis atau N. gonorrhoeae. Lendir serviks merupakan salah satu penghalang naiknya mikroorganisme patogen ke saluran genitalia yang lebih atas. Namun, saat infeksi yang menyebabkan inflamasi pada vagina atau serviks, efektvitas perlindungan lendir serviks menjadi berkurang. Saat ovulasi dan menstruasi, efektivitas perlindungan serviks berkurang karena perubahan hormonal. Selain itu, aliran darah menstruasi merupakan medium biakan yang baik untuk bakteri. • Faktor lain yang mungkin berperan adalah senggama. Diperkirakan saat orgasme, kontraksi uterus yang ritmik turut memfasilitasi naiknya bakteri ke saluran genitalia atas. Bakteri juga dapat terbawa oleh sperma ke dalam uterus dan tuba falopii. Infeksi pada tuba falopii ini awalnya hanya mengenai mukosa, tetapi selanjutnya inflamasi dapat cepat menyebar ke transmural. Inflamasi ini dapat terus berlanjut ke struktur parametrial termasuk usus. Melalui tumpahan cairan purulen dari tuba falopii atau penyebaran limfatik, infeksi dapat berlanjut sampai melewati pelvis yang menyebabkan peritonitis akut dan perihepatitis akut. (Sindrom Fitz-Hugh–Curtis). Manifestasi klinis • Nyeri perut bagian bawah • Keputihan yang abnormal • Demam (lebih dari 38 C) • Dispareunia • Mual Muntah • Disuria • Diagnosa • satu atau lebih kriteria berikut ini harus ada pada pemeriksaan pelvis: • Nyeri gerak serviks • Nyeri tekan uterus • Nyeri tekan adneksa • Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifisitas mendukung diagnosis PID: • Suhu oral >38.3 C • Cairan serviks atau vagina tidak mukopurulen • Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina dengan cairan salin • Kenaikan laju endap darah (LED) • Protein reaktif-C meningkat • Bukti infeksi serviks oleh gonorrhoeae atau C.trachomatis • Pemeriksaan penunjang • Kriteria diagnosis PID: • Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis • USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau komplek tubo-ovarial Tatalaksana • Rekomendasi terapi parenteral A : • Sefotetan 2 g iv setiap 12 jam/ sefoksitin 2 g iv setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100 mg oral atau parenteral setiap 12 jam • Rekomendasi terapi parenteral B : • Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah gentamisin loading dose iv atau im (2 mg/kg berat badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1.5 mg/kg berat badan) setiap 8 jam. Dapat diganti dengan dosis tunggal harian • Rekomendasi terapi A : • Levofloksasin 500 mg oral 1x/hari selama 14 hari atau ofloksasin 400 mg 2x/hari selama 14 hari dengan atau tanpa Metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari • Rekomendasi terapi B: • Ceftriaxone 250 mg im dosis tunggal ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari atau Komplikasi nyeri panggul kronik, infertilitas 20%, dan kehamilan ektopik 6-10 kali tinggi dibanding yang tidak mengidap PID Prognosis tergantung pada kecepatan pasien untuk mencari dan menerima pengobatan. Pasien yang diterapi dalam 3 hari dari onset gejala dan yang mampu menyelesaikan terapi hingga tuntas memiliki prognosis yang baik untuk sembuh secara total. Angka kesembuhan pada pasien PID setelah penggunaan antibiotik adalah 88%-100%.