Anda di halaman 1dari 31

IMUNOLOGI INFEKSI

CMV DAN TOXOPLASMA

Dyah Perwitasari
Elysa Nur Safrida
Galih Linggar Astu
Cytomegalovirus
Cytomegalovirus (CMV) berasal dari bahasa Yunani cyto-, “sel",
dan -megalo-, “besar“ adalah virus DNA dari genus
Herpesviridae atau herpes virus dari subfamili
Betaherpesvirinae.

Spesies yang menginfeksi manusia dikenal sebagai human


herpesvirus-5 (HHV-5).
Infeksi CMV
• Pada keadaan sosial ekonomi yang jelek, atau di negara
berkembang, lebih dari atau sama dengan 80 - 90%
masyarakat terinfeksi oleh CMV.

• Infeksi CMV kebanyakan asimtomatis. Penelitian Listiani


(2004) pada 395 orang tanpa keluhan: 344 menunjukkan IgG-
anti CMV positif (7 dari 344 penderita disertai IgM-anti CMV
positif), dan 3 penderita hanya menunjukkan hasil IgM-anti
CMV positif). Total seluruhnya 347 orang atau 87,8 %
menunjukkan seropositif.
Infeksi CMV (cont’d)
Pada kondisi kompetensi imun yang baik (imunokompeten),
infeksi CMV akut jarang menimbulkan komplikasi, namun
penyakit dapat menjadi berat bila individu berada dalam
keadaan immature, immunosuppressed atau
immunocompromised, termasuk ibu hamil dan neonatus,
penderita HIV, penderita yang mendapatkan transplantasi
organ atau pengobatan imunosupresan dan yang menderita
penyakit keganasan.
Transmisi CMV
• Transmisi intrauterus: apabila terjadi sebelum usia kehamilan
16 minggu akan menimbulkan gejala yang berat pada janin.
• Transmisi perinatal : terjadi karena sekresi melalui saluran
genital atau air susu ibu.
• Transmisi postnatal: saliva, mainan anak-anak misalnya
karena terkontaminasi dari vomitus, kontak seksual, transfusi
darah, transplantasi organ.
• Penyebaran endogen di dalam diri individu: dari sel ke sel
melalui desmosom yaitu celah di antara 2 membran atau
dinding sel yang berdekatan.
Sel terinfeksi CMV
Replikasi DNA virus dan pembentukan
kapsid terjadi di dalam nukleus sel inang.
Sel-sel terinfeksi CMV dapat berfusi satu
dengan yang lain, membentuk satu sel
besar dengan nukleus yang banyak.

Endothelial giant cells (multinucleated cells)


dapat dijumpai dalam sirkulasi selama
infeksi CMV menyebar. Sel berinti ganda
yang membesar ini sangat berarti untuk
menunjukkan replikasi virus, yaitu apabila
mengandung inklusi intranukleus
berukuran besar seperti ”mata burung
hantu (owl eye)”.
Imunologi CMV
CMV dapat hidup di dalam bermacam
sel seperti sel epitel,endotel, fibroblas,
leukosit polimorfonukleus, makrofag
yang berasal dari monosit, sel
dendritik, limfosit T (CD4+,CD8+),
limfosit B, sel progenitor granulosit-
monosit dan lain-lain.
Imunologi CMV (cont’d)
Imunologi CMV (cont’d)
Imunologi CMV (cont’d)
CMV memiliki beberapa mekanisme untuk menghindar dari sistem imun
sehingga infeksinya bisa berjalan laten:

1. Melakukan down regulation molekul MHC kelas I & II, sehingga sel
terinfeksi tidak dapat dikenali oleh limfosit T CD8+ maupun T CD4+.
Produk gen immediate early (IE) yaitu gpUS3 menyebabkan retensi
molekul MHC kelas I di dalam retikulum endoplasmik, gpUS6 menghambat
translokasi TAP (transporter associated with protein processing) setelah
berikatan dengan peptida, sedangkan gpUS2 dan gpUS11 menyebabkan
relokasi rantai berat MHC kelas I yang telah dirakit untuk kembali ke dalam
sitoplasma di mana kemudian cepat didegradasi. Akibat dari blokade ini,
terjadi pengurangan ekspresi jumlah MHC kelas I yang bermakna pada sel
yang terinfeksi CMV, gangguan presentasi antigen dan sel terinfeksi
menjadi resisten terhadap lisis oleh sel T CD8+.
Imunologi CMV (cont’d)
Mekanisme penghindaran lain dilakukan melalui matriks protein CMV pp
65 yang juga mempunyai sifat menghambat presentasi protein atau
peptida IE1 dari CMV kepada sel T C8+ yang spesifik untuknya. Di
samping itu, down regulation ekspresi MHC kelas II juga dilakukan oleh
gpUS2, sehingga mengurangi kapasitas stimulasi sel T CD4+.

2. Peran molekul chaperone sel inang seperti heat shock protein (HSP)
dalam membentuk kompleks dengan TAP yang mempunyai hubungan
dengan ekspresi molekul MHC kelas I, dapat dihambat oleh beberapa
virus. CMV menghambat HSP dan menyebabkan sel terinfeksi tidak
dapat dikenali oleh sistem imun.
Imunologi CMV (cont’d)
4. Mekanisme penghindaran lain lagi ialah CMV mengkode reseptor yang mirip
dengan molekul sel inang dan dengan cara molecular mimicry dapat
menghindar dari respons imun. CMV mengkode suatu sitokin yaitu
interleukin-10 (IL-10) homolog dengan inang yang memiliki kemampuan
imunosupresif, sehingga memberi peluang virus untuk hidup. CMV juga dapat
mengikat betamikroglobulin inang, sehingga terproteksi dari aktivitas
neutralisasi antibodi meskipun kadar antibodi sangat tinggi.

5. Di samping itu, CMV dapat tetap hidup dormant dalam sel inang, karena sel
terinfeksi terhindar dari kematian terprogram yang disebut apoptosis. Protein
CMV IE1 dan IE2 menghambat apoptosis dengan cara memodulasi ekspresi
protein sel inang seperti subunit nuclear factor- kappa B (NF-κB). Nuclear
factor-κB merupakan faktor transkripsi yang berperan sebagai regulator
penting untuk ekspresi gen dalam berbagai proses, termasuk pertumbuhan,
kematian sel serta respons imun dan inflamasi. Produk dari gen CMV unit
long 37 (UL37) serta viral mitochondria-localized inhibitor of apoptosis
(vMIA) menghambat apoptosis melalui downstream of caspase-8 activation
yaitu suatu enzim yang berperan dalam apoptosis.
Gejala klinis infeksi CMV
• Infeksi CMV kongenital akut: hepatomegali, splenomegali, ikterus, ptekia,
mikrosefali, kalsifikasi otak, korioretinitis, mikroftalmus, katarak, nekrosis
retina, kebutaan, malformasi camera oculi anterior, malformasi diskus
optikus, IUGR, lapisan email gigi tipis dan berwarna gelap, pneumonitis.
• Penyulit lanjut infeksi CMV kongenital: tuli sensoris, gangguan
perkembangan,
• Infeksi CMV perinatal: akibat transfusi darah, transplantasi jaringan 
hepatosplenomegali, limfositosis, trombositopenia, anemia hemolitik.
• Infeksi CMV primer: pneumonitis, hepatitis, chorioretinitis, penyakit
gastrointestinal, atau demam dengan leukopenia.
TOXOPLASMA
• Toxoplasma gondii adalah intracellular parasite
yang dapat bertahan hidup dan berkembang biak
di dalam sel
• Selama siklus hidup mengalami
– perkembangan seksual di dalam usus hospes definitif
(golongan Felidae: kucing, harimau)  pembentukan
ookista yang dikeluarkan bersama tinja
– aseksual di dalam tubuh hospes perantara (mamalia,
burung)  menghasilkan trofosoit (bersifat virulen
karena dapat menembus dinding sel)
Infeksi Toxoplasma
• Infeksi T.gondii pada manusia dapat berdiri
sendiri atau bersama mikroorganisme lain dari
TORCH (Toxoplasma, Others <sexually
transmitted diseases>, Rubella, Cytomegalovirus,
dan Herpes Simplex Virus <+HIV, HepatitisB>)
• Walaupun bersifat patogen, T. Gondii tidak selalu
menyebabkan keadaan patologis karena dapat
beradaptasi dengan tubuh hospes  pasien tidak
mengalami gejala penyakit yang jelas
Infeksi Toxoplasma
• Prevalensi di Indonesia bervariasi antara 2-5%
• Pasien dengan imunitas tubuh kuat tidak
mengalami keadaan patologis, pada beberapa
kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe,
rasa lelah, miokarditis akut, miositis, radang
otak.
• ± 45% wanita mendapat infeksi pertama kali
tanpa pengobatan menyebabkan infeksi pada
bayinya congenital toxoplasmosis.
Cara Penularan
• Infeksi transplasental Intra uterine  congenital
toxoplasmosis, dari wanita hamil yang mendapat
infeksi acute acquired infection
• Maternal infection acquired sebelum hamil jarang
menyebabkan risiko pada bayi
• Makan sayuran dan buah-buahan yang terkontaminasi
kista yang dikeluarkan oleh kucing bersama tinja
• Makan daging atau minum susu yang mengandung
kista atau trofozoit tanpa dimasak sempurna
• Transfusi darah atau transplantasi
• Belum divaksinasi
Imunologi Toksoplasmosis
• Respon imun terhadap T.gondii bersifat kompleks, tergantung
pada organ yang diserang
• Infeksi pada hospes dengan sistem imun yang baik akan
memberika imunitas protektif
• Parasit yang masih tinggal dalam tubuh (bentuk bradisoit di
dalam kista) dapat mengalami ruptur  bradisoit bebas
menginduksi sistem kekebalan tubuh kembali
• Apabila terjadi penurunan sistem imun, bradisoit yang
terlepas berubah menjadi bentuk takhizoit  mengakibatkan
keadaan patologik
Imunitas Alami
• Imunitas yang berperan: imunitas seluler,
melibatkan sel NK dan makrofag dan sitokin IFN-
γ, IL-12 dan TNF-α
• Proses penghancuran parasit oleh makrofag:
– Proses oksidatif  menghasilkan radikal bebas
– Proses non-oksidatif  melepaskan enzim yang
bersifat parasitisidal
• Netrofil dan mastosit  memproduksi sitokin
dan mediator proinflamasi untuk memacu
inflamasi
Imunitas Spesifik
• Jika infeksi berlanjut  terbentuk imunitas
spesifik, melibatkan limfosit T (CD4+ dan
CD8+) dan B (akan mensintesis antibodi)
• Resistensi terhadap infeksi T.gondii diperankan
oleh CD4+ dan CD8+ yang berkaitan dengan
respon imun tipe I (seluler)
• Reaksi seluler spesifik terhadap T.gondii
dipacu oleh IFN dan IL-12
Peran Antibodi
• Antibodi dapat membunuh parasit
ekstraseluler yang lepas dari sel hospes
dengan cara:
– opsonisasi dan lisis melalui komplemen
– menghambat multiplikasi
– mencegah aktivasi parasit ke dalam sel inang
Peran Antibodi
• IgM  pertama kali muncul (akhir minggu pertama), dapat
mengaglutinasi parasit dengan cepat karena berat molekul
yang besar.
• IgG muncul setelah IgM, berperan dalam sitotoksisitas
terhadap parasit melalui ADCC yang melibatkan makrofag,
polimorfonuklear, sel NK. Berat molekulnya kecil sehingga
menerobos plasenta  perlindungan janin di kandungan
• IgA dapat terdeteksi pada cairan mukosa dan serum
penderita toksoplasmosis. Dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis toksoplasmosis
kongenital
Survival Mechanisms
• Toxoplasma gondii dapat bertahan terhadap reaksi
imunologik, dengan cara:
– Menghindar dari fagolisosom dengan cara menghambat fusi
fagosom dan lisosom
– Mimikri molekuler: toksoplasma memiliki epitop yang mirip
dengan hospes  sistem imun akan kesulitan mendeteksi
– Supresi sistim imun dengan cara menstimulasi produksi IL-10
yang bersifat imunosupresan melalui penekanan produksi IL-12
dan IFN-γ
– Terdapat beberapa stadium atau bentuk parasit di dalam tubuh
hospes akan mengakibatkan hospes harus menyesuaikan proses
eliminasi parasit dengan berbagai cara
Respon Imun
• Imunitas terhadap T.gondii terutama diperankan
melalui respon tipe I yang melibatkan IFN-γ, IL-12,
makrofag, CTL dan selNK
• Peran antibodi tidak begitu menonjol tetapi bisa
dipakai sebagai alat diagnosis infeksi toksoplasma
• Hospes dengan imunitas yang baik dapat
mengendalikan infeksi akut, namun pada umumnya
tidak bisa menghilangkan parasit secara total karena
tidak efektif terhadap bentuk kista
• Imunitas tubuh tidak selalu dapat mengeliminasi
parasit dengan sempurna karena parasit memiliki
mekanisme menghindar dari sistem imun
Gejala Klinis
• First half of pregnancy
– menyebabkan malformation pada CNS, micro cephali, hydro
cephalus dan perinatal mortality.
• Second half of pregnancy :
– Ringan/asymtomatik, demam (flu like syndrome, limpadenopati,
servikal, aksila, namun tidak sakit.
– Gejala-gejala bertahan sampai beberapa minggu-bulan, dapat
ditemukan anemia, lekopenia, kadang lekositosis.
– Dapat menyebabkan Chorioretinitis dan kelainan pada CNS
setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian.
• Congenital Toxoplasmosis :
– kejang-kejang, strabismus, kebutaan, disabilitas intelegensia
• Gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium mirip
dengan infectious mononucleosis.
• Pada darah tepi (Blood Film) dijumpai peninggian
variant lymphosit (atyphical lymphosit).
• Diagnosis dilakukan dengan cara pemeriksaan
serologi berdasarkan peninggian antibodi
toxoplasma.
• Antibodi IgM toxo. gondii pada dewasa dan bayi
(newborn) menandakan infeksi aktif
• Toxo. gondii susah untuk dikultur
• Fase akut
– Segera setelah infeksi, titer IgM mulai meningkat, mencapai maksimal
pada minggu-minggu pertama, menghilang setelah 4 bulan, tetapi bisa
bertahan s/d bulan dan tahun.
• Fase kronis
– IgG, muncul setelah 1 – 2 minggu infeksi, mencapai titer maksimal
dalam 2 bulan, kemudian menurun dan menetap seumur hidup
dengan titer rendah.
Uji Serologi
• IgM merupakan antibodi petunjuk yang sangat baik
dalam mendiagnosa congenital dan acute acquired
toxoplasmosis.
• IgM antibodi tidak bisa menembus plasenta sehingga
tidak ditemukan pada bayi
• IgG dapat menembus plasenta tetapi kadar IgG pada
bayi (yang berasal dari ibu) akan berkurang dan habis
selanjutnya akan dibentuk sendiri pada usia 2-3 bulan
• Diagnosa Toxoplasmosis pada bayi dipastikan dengan
deteksi peningkatan IgG pada bayi berumur 2-3 bulan
dan 6 bulan, dimana pada waktu itu IgG dari Ibu sudah
habis
Pemeriksaan Anti-Toksoplasma
Aviditas IgG
• Indeks aviditas yang digunakan adalah 0,300.
– Indeks aviditas rendah < 0,200
– aviditas perbatasan : 0,200 > indeks < 0,300
– indeks aviditas tinggi 0,300.
• Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa 100% sampel
pasien yang terinfeksi Toksoplasma gondii kurang dari 4
bulan yang lalu mempunyai indeks aviditas < 0,300
(aviditas rendah dan perbatasan).
• Hasil pemeriksaan dengan indeks aviditas 0,300
(aviditas tinggi) dapat menyingkirkan adanya infeksi
baru toksoplasmosis (terjadi dibawah 4 bulan).
DAFTAR PUSTAKA
• Lisyani BS. Aspek imunologik dan laboratorik infeksi Cytomegalovirus dan Rubella
pada ibu serta neonatus. Simposium Penatalaksanaan Infeksi Virus Maternal &
Neonatal. Semarang: PERINASIA Cabang Jawa Tengah;2006
• Taylor GH. Cytomegalovirus. University of Maryland School of Medicine,
Baltimore,Maryland. American Family Physician: February 1, 2003. Vol.67 Number 3.
• Torpy JM. Cytomegalovirus. JAMA, April 14, 2010—Vol 303, No. 14
• Kenneson A, Cannon MJ. Review and meta-analysis of the epidemiology
• of congenital cytomegalovirus (CMV) infection. Rev. Med. Virol. 2007; 17: 253–276
• Montoya JG, Liesenfeld O. Toxoplasmosis. THE LANCET : Vol 363, June 12, 2004
• Denkers EY, Gazzinelli RT. Regulation and Function of T-Cell-Mediated Immunity
during Toxoplasma gondii Infection. Clin. Microbiol. Rev. 1998, 11(4):569
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai