Anda di halaman 1dari 25

Abses Peritonsiler

Disusun oleh:
Rafika Aninda 1115177
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
2017
Abses Peritonsiler

Disusun oleh:
Rafika Aninda 1115177

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
2017
Anatomi - Fisiologi
Anatomi-Fisiologi
 Tonsil merupakan bagian dari jaringan limfoid yang
melingkari faring dan secara kolektif dikenal sebagai
cincin waldeyer. Cincin ini terdiri dari jaringan limfoid
dari dasar lidah (tonsil lidah), dua tonsil tekak,
adenoid, dan jaringan limfoid pada dinding
posterior.
 Jaringan ini berperan sebagai pertahanan terhadap
infeksi, tetapi ia dapat menjadi tempat infeksi akut
atau kronis (Behrman, 2000)
 Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak
menyebar ke seluruh tubuh dengan cara menahan
kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan
kerongkongan, oleh karena itu tidak jarang tonsil
mengalami peradangan
Infeksi Leher Dalam
 Infeksi leher dalam merupakan infeksi leher
pada ruang (potensial) diantara fasia leher
dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari
berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah
dan leher (Fachruddin, 2007).
 Infeksi di dalam ruang (potensial)
Peritonsil, parafaring, retrofaring, angina
ludovici (Ludwig’s angina) atau abses
submandibula (Surarso, 2011; Bradley, 2012).
Abses Peritonsiler (Quinsy)
 Kumpulan nanah/pus dalam ruang
peritonsil, diantara kapsul fibrous tonsil
dengan muskulus konstriktor faringeal
superior, biasanya pada bagian kutub
atas (Cowan, 1997; Dingra, 2007).
 kumpulan nanah yang terdapat pada
jaringan ikat longgar, diantara fossa
tonsilaris dan muskulus konstriktor faring
superior.
Epidemiologi
 Angka kejadian pada penyakit abses
peritonsil  usia 15 tahun - 35 tahun
 belum ada literatur yang menggambarkan
adanya perbedaan jumlah kejadian abses
peritonsil pada laki-laki dan perempuan.
 Di Amerika Serikat  30 kasus abses peritonsil
dari 100.000 penduduk pertahun mewakili
sekitar 45.000 kasus baru tiap tahunnya.
 Di Indonesia belum ada data tentang jumlah
abses peritonsil secara pasti.
Etiologi
Bakteri patogen yang mungkin
dengan pilihan anti-mikroba pada
pasien dengan abses peritonsiler
Etiologi Antibiotik
•Streptococcus Penisilin
•Bacteriodes Sefalosporin
•Hemophylus Klindamisin
•Fusobacterium
•Staphylococcus
aureus
•Peptococcus
Etiologi
 Abses peritonsil biasanya terjadi sebagai
komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus weber
dikutub atas tonsil (Bailey, 2006; Galioto,
2008).
Patogenesis
 Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan
jaringan ikat longgar sehingga infiltrasi atau supurasi ke
ruang peritonsil tersering menempati area ini, sehingga
palatum mole tampak membengkak.
 Stadium awal  area infiltrat yang bengkak dan
hiperemis  supurasi sehingga daerah tersebut lebih
lunak proses peradangan berlanjut ke area sekitarnya
 ritasi pada muskulus pterigoid interna trismus.
 Abses peritonsil dapat pecah spontan dan
menimbulkan komplikasi aspirasi ke paru
 Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan
uvula kearah kontralateral
Patogenesis
 Kelenjar weber berperan untuk
membersihkan daerah tonsil dari debris
dan sisa-sisa makanan yang
terperangkap.
 Kelenjar weber mengalami inflamasi 
selulitis lokalinfeksi berlanjut terus
saluran yang berbeda pada permukaan
tonsil menjadi tersumbat Nekrosis
jaringan dan terbentuknya nanah.
Tanda dan Gejala
 Demam tinggi, (39-40°C atau lebih), menggigil, malaise
dan cephalgia.
 Nyeri telinga (otalgia) pada sisi yang sama.
 Muntah (regurgitasi)
 Nyeri tenggorok dan kerongkongan yang berat,
biasanya unilateral disertai rasa tegang dengan
ptyalismus (salivatio). Nyeri menjalar ke telinga dan
sudut mandibula. Nyeri bertambah sesuai dengan
perluasan timbunan nanah.
 Nyeri menelan (odinofagia) hebat dan sulit menelan
(disfagia). Penderita tidak dapat menelan air ludahnya
sendiri.
 Hipersalivasi dan air ludah menetes dari sudut mulut.
Tanda dan Gejala
 Suara tidak jelas seperti mengulum makanan, “hot
potato voice”.
 Mulut kotor dan berbau (fetor ex ore).
 Sukar membuka mulut (trismus) kontrakis
m.pterygoideus internus oleh iritasi dari oedema
kolateral. Sulit berbicara (dysarthriae).
 Nyeri bila menggerakkan kepala ke lateral akibat
infiltrasi ke jaringan leher di regio tonsil +
pembengakakan kelenjar mandibula dengan
nyeritekan (Dingra, 2007; Surarso, 2011).
Diagnosis

 Anamnesis (riwayat tonsilitis)


 Pemeriksaan fisik
Trismus. Palatum mole membengkak dan
meninjol ke depan.fluktuasi. Uvula
membengkak dan terdorong ke sisi
kontralateral. Tonsil membengkak,
hiperemis, mungkin banyak detritus dan
terdorong kearah tengah , depan dan
bawah.
 Aspirasiabses: (gold standard )
 Pemeriksaan laboratorium : Pus dikirim ke
laboratorium (gram dan kultur)  regimen
terapi yang sesuai
 Pemeriksaan radiologi: CT Scan dan MRI.
Penatalaksanaan
 Konservatif
 Pada stadium infiltrasi dimana berupa infiltrat
(celullitis) diberikan antibiotik dosis tinggi
dan obat simptomatik. Juga perlu kumur-
kumur dengan cairan hangat dan kompres
dingin pada leher. Bila terdapat trismus, maka
untuk mengatasi rasa nyeri dapat diberikan
analgetik (lokal) dengan menyuntikkan
xylocain atau novocaine 1% di ganglion
sfenopalatina.
Penatalaksaan
Operatif
 Aspirasi jarum/ Pungsi
Bila telah terbentuk abses, dilakukan aspirasi
pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah. Daerah insisi ialah
yang paling menonjol dan lunak, atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan
dasar uvula dengan geraham atas terakhir
pada sisi yang sakit.
Penatalaksanaan
 Insisi dan drainase
 Insisi dilakukan pada daerah yang
menonjol (berfluktuasi), biasanya pada
bagian depan pilar anterior, batas antara
1/3 bagian atas dan tengah tonsil atau
pada pertengahan garis yang
menghubungkan dasar uvula dengan
geraham atas terakhir pada sisi yang
sakit.
Penatalaksanaan
 Tonsilektomi
 Bila dilakukan bersama-sama tindakan drainase abses disebut
tonsilektomi “a’chaud”. Dilakukan 3-4 hari sesudah drainase
abses, disebut tonsilektomi ”a’ tiede” dan bila tonsilektomi 4-6
minggu sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi “a’
froid”. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan setelah infeksi
tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses
 Indikasi tonsilektomi segera pada kasus abses peritonsiler
yaitu:
 Obstruski jalan napas atas
 Sepsis dengan adenitis servikalis atau abses leher bagian
dalam
 Riwayat abses peritonsiler sebelumnya
 Riwayat faringitis eksudatifa sebelumnya
Komplikasi
 Abses parafaring. Pada penjalaran
selanjutnya, masuk ke mediastinum
sehingga menjadi mediastinitis.
 Infeksi meluas masuk ke mediastinum
sehingga terjadi mediastinitis. Infeksi
dapat turun ke bawah (mediastinum)
melalui ruang visceral vascular.
Komplikais
 Bila abses menjalar ke daerah intrakranial
dapat mengakibatkan trombus sinus
kavernosus, meningitis dan abses otak.
 Terjadi oedema glotis yang membahayakan.
Kecuali itu mungkin pula terjadi
thrombophlebitis vena-vena dileher dengan
sepsis.
 Jika abses pecah spontan dapat terjadi
aspirasi pus dengan bahaya asphyxia atau
pneumonia
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai