Anda di halaman 1dari 17

Journal Reading

 Kabir Sardana 1 , Ravinder Kaur 2 , Pooja Arora 1 , Ritu Goyal 3 , Sneha Ghunawat 4 1
Departemen Dermatologi, Rumah Sakit Dr. Ram Manohar Lohia dan PGIMER, New Delhi,
India 2 Departemen Mikrobiologi, Perguruan Tinggi Kesehatan Lady Hardinge, New Delhi,
India 3 Departemen Mikrobiologi, Azad Medical College, New Delhi, India 4 Departemen
Dermatologi Maulana, Azad Medical College, New Delhi, India

Oleh : Kurnia Sari, S.Ked 0110840044


Penguji : dr. Titie Soepreptie, SpKK
ABSTRAK
KATA KUNCI

 Antijamur  MIC
0 0
1 4
 Dermatofitosis  Resistensi
0 0
2  Terbinafine 5
 Itrakonazole  Tinea
0 0
3 6
3
PENDAHULUAN
DERMATOFIOTOSIS  RESISTENSI ANTIJAMUR

Dermatofita adalah jamur Peningkatan pasien cenderung


patogen yang memiliki kambuh setelah penghentian
kemampuan untuk terapi antijamur, meskipun
kekambuhan belum terbukti secara
menyerang struktur keratin
konklusif menjadi konsekuensi
seperti kulit, rambut, dan terhadap resistansi
kuku

ANTIJAMUR UJI RESISTENSI

Berbagai agen antijamur Uji kepekaan anti-jamur tidak


telah digunakan rutin dilakukan pada infeksi
(terbinafine, flukonazol, dermatofita. Kemungkinan
ada faktor lain yang berperan
dan itrakonazol)
termasuk respon imun pejamu
4 dan penghalang fungsi
epidermis.
Untuk
menganalisis
TUJUAN pola resistensi
PENELITIAN pasien dengan
dermatofitosis
rekalsitran
BAHAN & METODE PENELITIAN
Kriteria Include
• Lesi yang menunjukkan
Tinea corporis / cruris /
keduanya
• Tidak respon pada terapi,
atau lesi rekuren dlm 1
Jenis Metode bulan

Kriteria Exclude
• Cross-sectional pada
40 pasien • Pasien dengan tinea
• usia >18 tahun yang melibatkan
bagian tubuh lain
PROSEDUR PENELITIAN
1. Pengumpulan Spesimen 3. Uji kepekaan antijamur
 Kerokan kulit  Metode mikrodilusi : Metode broth dilution
antijamur susceptibility testing of conidium-
1. KOH 10%
forming filamentous fungi (M38-A)
2. Kultur jamur pada media  Konsentrasi penghambatan minimum (MIC)
Sabouraud Agar Dextrose untuk strain standar dermatofit ditentukan dan
(SDA) digunakan untuk membandingkan data (Tabel 1)

2. Obat 4. Analisis

 Agen antijamur :  Identifikasi spesies → MIC 90 ditentukan


Terbinafine, flukonazol, dan dibandingkan dengan standar
itrakonazol, ketokonazol, penelitian sebelumnya
amfoterisin B, vorikonazol  Perbedaan nilai MIC 90 antara spesies
yang diidentifikasi dan agen antijamur
dibandingkan menggunakan t -
test; P <0,05 signifikan.
7
Table 1: Reference MIC range of antifungals used in
the study

Biasanya isolat T.rubrum sensitif pada MIC 0,03 μg / ml


resisten pada MIC > 1,0 μg / ml
8
HASIL
Penelitian ini melibatkan 40 pasien (23 laki-laki dan 27 perempuan) dalam
kelompok usia 18-55 tahun. 20 puluh pasien (50%) memiliki tinea
corporis, 6 (15%) memiliki tinea cruris, sedangkan 14 (35%) tinea corporis
et cruris

KOH positif meningkat pada 18 (45%) pasien


Kultur positif pada 28 (70%) pasien

T. mentagrophytes adalah spesies yang paling umum dan diisolasi


pada 35% pasien sedangkan T. rubrum ditemukan pada 27,5% kasus.

Nilai MIC 90 tidak menemukan adanya perbedaan yang nyata dalam uji
kepekaan antijamur antara T. mentagrophytes dan T. rubrum . Dengan
menggunakan standar yang ada dan cut-off > 1 μg / ml untuk
terbinafine, tidak ada kasus resistensi terhadap terbinafine yang
terdeteksi.
Table 2: In vitro susceptibility (indicated by MIC90) with 6
antifungal drugs against two species of dermatophytes
isolated

Saat membandingkan MIC 90 , urutan potensi obat antijamur adalah :


• vorikonazol > terbinafine / amphotericin B / ketoconazole> itraconazole >
flukonazol untuk T. rubrum.
• vorikonazol / itrakonazol >> terbinafine / ketoconazole> amfoterisin B>
flukonazol utuk T. mentagrophytes .
DISKUSI

Meskipun
Tidak ada vorikonazol memiliki
resistensi Meskipun kadar MIC yang paling
terhadap MIC tinggi untuk rendah, kadar
terbinafine flukonazol , yang serumnya sangat
bervariasi di antara
sistemik dan menunjukkan pasien karena
itrakonazol bahwa dermatofit perbedaan dalam
menggunakan mungkin resisten metabolisme,
nilai cut off 1 μg / terhadap obat ini menimbulkan risiko
ml toksisitas atau
kegagalan terapi
Table 3: A summary of salient studies showing the MIC of
various antifungal drugs against T. rubrum and T.
mentagrophytes

Data penelitian ini sesuai dengan data yang ada [Tabel 3] dan menapiskan
bahwa resistensi antifungal sebagai penyebab kegagalan pengobatan.
•Terdapat peningkatan mendadak dalam jumlah pasien terhadap infeksi
recalcitrant. Dermatomycosis recalcitrant mengacu pada kekambuhan,
berulang, reinfeksi, persistensi, dan mungkin resistensi mikrobiologi.

•Resistensi adalah kemungkinan ketika sebuah kasus muncul dengan


infeksi persisten atau kambuh dalam waktu 4 minggu setelah rejimen
dosis yang adekuat dari obat antijamur
•Resistensi adalah istilah mikrobiologi dan digunakan ketika MIC dari
spesies jamur yang diisolasi lebih dari > 1 μg / ml untuk terbinafine

•Penting untuk melakukan pengujian kepekaan antijamur sebelum


memberi label “resistensi obat” sebagai penyebab kegagalan terapi

•Konsentrasi MIC obat untuk sebagian besar demtofita dapat muncul


selama 2-3 minggu setelah terapi dihentikan, sehingga nfeksi yang
muncul kembali dalam 4 minggu setelah terapi oral yang adekuat
mungkin bisa disebabkan oleh resistensi, meskipun kita tidak dapat
mengabaikan peran tambahan dari imunocompromise.
• Penelitian ini menyimpulkan bahwa resistansi in-
vitro terhadap anti-jamur tidak umum, dan dengan demikian
kasus-kasus semacam itu tidak boleh dilabeli sebagai kasus
“resisten”, dan istilah yang lebih baik untuk digunakan saat
ini adalah “infeksi recalcitrant”

• Banyak faktor yang terkait dengan host (respon imun,


penyakit yang mendasari, lokasi infeksi), organisme yang
menginfeksi (virulensi), dan agen antijamur (dosis,
farmakokinetik) yang berpengaruh terhadap hasil klinis.

• Dengan demikian, beberapa faktor lain perlu disingkirkan


sebelum menyimpulkan bahwa antijamur tertentu gagal
menyembuhkan infeksi
Table 4: Various factors implicated in recalcitrant
dermatophytosis
KESIMPULAN

1 Walaupun MIC terlihat lebih tinggi dari data yang


didapatkan, namun secara in-vitro resistansi (> 1 μg / ml)
terhadap antijamur tidak terlihat dan mungkin tidak
menjadi penyebab kegagalan pengobatan.

2
Kegagalan pengobatan mungkin terletak pada interaksi
host pejamu yang rumit dan spesies virulensi yang
membantu dalam menghambat respon imun pejamu

Anda mungkin juga menyukai