Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah Fraktur maksilofasial


adalah

• hilang atau • fraktur yang terjadi


putusnya pada tulang-tulang
kontinuitas jaringan wajah yaitu tulang
keras tubuh. frontal, temporal,
orbitozigomatikus,
nasal, maksila dan
mandibula.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Etilogi Fraktur Maksila


42.6%
kecelakan
19 orang, bermotor
kekerasan 21.5%
dalam akibat
rumah terjatuh,
tangga.

Di University of
45 pasien Kentucky Medical akibat
Centre, dari 326
korban pasien wanita
kekerasan
kekerasan, dewasa dengan 13.8%,
facial trauma,

luka tembak cedera saat


serta akibat
kecelakan berolahrag
kerja 0.12%. a 7,7%,
akibat
kecelakaa
n lainnya
2,4%
Terjadinya fraktur pada daerah 1/3 tengah
wajah
• adalah karena yang hebat, tetapi kebanyakan oleh oleh
karena kecelakaan lalu lintas.

Fraktur maksilofasial dapat diakibatkan

• karena tindak kejahatan atau penganiayaan, kecelakaan


lalu lintas, kecelakaan olahraga dan industri, atau
diakibatkan oleh hal yang bersifat patologis yang dapat
menyebabkan rapuhnya bagian tulang

Fraktur pada midface seringkali terjadi


akibat
• kecelakan kendaraan bermotor, terjatuh, kekerasan,
dan akibat trauma benda tumpul lainnya.
Anatomi
Maksila terbentuk dari dua bagian komponen piramidal iregular yang
berkontribusi terhadap pembentukan bagian tengah wajah dan bagian
orbit, hidung, dan palatum.

Maksila berlubang pada aspek anteriornya untuk menyediakan celah bagi


sinus maksila sehingga membentuk bagian besar dari orbit, nasal fossa, oral
cavity, dan sebagian besar palatum, nasal cavity, serta apertura piriformis.

Maksila terdiri dari badan dan empat prosesus; frontal, zygomatic, palatina,
adan alveolar.

Pada masa anak-anak, ukuran sinus ini masih kecil, tapi pada saat dewasa
ukuran akan mebesar dan menembus sebagian besar struktur sentral pada
wajah.
Klasifikasi Fraktur Maxilla
2005)
• Mandibula termasuk kedalam bagian sepertiga bawah wajah.

2 Fraktur Sepertiga Tengah Wajah

• Sebagian besar tulang tengah wajah dibentuk oleh tulang


maksila, tulang palatina, dan tulang nasal. Tulang-tulang maksila
membantu dalam pembentukan tiga rongga utama wajah :
bagian atas rongga mulut dan nasal dan juga fosa orbital.

Fraktur Sepertiga Atas Wajah

• Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis, regio


supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis.

2.2.4 Fraktur Dentoalveolar (Fonseca, 2005;


Andreasen et al., 2007)
• Fraktur dentoalveolar sering terjadi pada anak-anak karena
terjatuh saat bermain atau dapat pula terjadi akibat kecelakaan
Fraktur Le Fort dibagi atas 3, yaitu :
LE FORT I

Pada fraktur lefort tipe I alveolus, bagian yg


menahan gigi pada rahang atas terputus, dan
mungkin jatuh ke dalam gigi bawah.

Kerusakan yang mungkin :


• Prosesus arteroralis
• Bagian dari sinus maksilaris
• Palatum durum
• Bagian bawah lamina pterigoid
LE FORT II

Pada tipe dua terdapat ketidakstabilan setinggi os. Nasal.

Garis fraktur melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang


lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyeberang
ke bagian atas dari sinus maksilaris juga kea rah lamina
pterogoid sampai ke fossa pterigo palatine. Disebut juga
fraktur “pyramid”.
LE FORT III

Pada tipe tiga, fraktur dengan disfungsi kraniofacial komplit.

Tipe fraktur ini mungkin kombinasi dan dapat terjadi pada satu sisi atau dua sisi.

Garis Fraktur melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui
fissure orbitalis superior melintang kea rah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatikum
frontal dan sutura temporo-zigomatikum. Disebut juga sebaga “cranio-facial disjunction”.

Merupakan fraktur yang memisahkan secara lengkap sutura tulang dan tulang cranial.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur ini adalah keluarnya cairan otak melalui atap
ethmoid dan lamina cribiformis.
Tanda-
patah tulang rahang
tanda
1. Dislokasi yg menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya
rahang bawah dan rahang atas
2. Pergerakan rahang yang abnormal,

3. Rasa sakit pada saat rahang digerakkan


4. Pembengkakan pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi
daerah fraktur.
5. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran
dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan
6. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah
sekitar fraktur.
7. Discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat
pembengkakan
8. Disability, terjadi gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan
mulut.

9. Hipersalivasi dan Halitosis,

10. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah,

11. Inspeksi. Epistaksis, ekimosis (periorbital, konjungtival, dan skleral),


edema, dan hematoma subkutan

12. Manipulasi Digital.

13. Cerebrospinal Rhinorrhea atau Otorrhea.

14. Palpasi bilateral dapat menunjukkan step deformity pada sutura


zygomaticomaxillary, mengindikasikan fraktur pada rima orbital inferior.
Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan Radiologi, pada kecurigaan fraktur
maksila yang didapat secara klinis, pemeriksaan
radiologi dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis. Pemeriksaan radiologi dapat berupa
foto polos, namun CT scan merupakan pilihan
untuk pemeriksaan diagnostik. Teknik yang dipakai
pada foto polos diantaranya; waters, caldwell,
submentovertex, dan lateral view.
FOTO CT SCAN KORONAL YANG
MENUNJUKKAN FRAKTUR LE FORT I,II, DAN
III BILATERAL
UNTUK MEMUDAHKAN TUGAS DALAM MENGKLASIFIKASIKAN FRAKTUR
MAKSILA, TERDAPAT TIGA LANGKAH YANG BISA DITERAPKAN.

Pertama, selalu memperhatikan prosesus pterigoid terutama pada foto CT scan


potongan koronal. Fraktur pada prosesus pterigoid hampir selalu
mengindikasikan bahwa fraktur maksila tersebut merupakan salah satu dari tiga
fraktur Le Fort.

Kedua, untuk mengklasifikasikan fraktur tipe Le Fort, perhatikan tiga struktur


tulang yang unik untuk masing-masing tipe yaitu; margin anterolateral nasal fossa
untuk Le Fort I, rima orbita inferior untuk Le Fort II, dan zygomatic arch untuk
Le Fort III. Jika salah satu dari tulang ini masih utuh, maka tipe Le Fort dimana
fraktur pada tulang tersebut merupakan ciri khasnya, dapat dieksklusi.

Ke-tiga, jika salah satu tipe fraktur sudah dicurigai akibat patahnya komponen
unik tipe tersebut, maka selanjutnya lakukan konfirmasi dengan cara
mengidentifikasi fraktur-fraktur komponen tulang lainnya yang seharusnya juga
terjadi pada tipe itu.
PENATALA
KSANAAN Fraktur Maksila
Penatalaksanaan pada fraktur maksila meliputi

Memperbaiki jalan nafas, Pasien mengalami sulit bernafas, karena :

b. Palatum mole tertarik dibawah lidah


a. Jalan nafas tersumbat oleh darah
oleh pergeseran karena fraktur tersebut.

Mengontrol pendarahan
Agar gigi dapat menggigit secara Untuk mencegah deformitas dengan
melakukan reduksi pada fraktur hidung
normal dan zigoma.
Teknik PENATALAKSANAAN
1. Fiksasi Maksilomandibular

2 Akses Fiksasi

3 Reduksi Fraktur

4 Stabilisasi Plat dan Sekrup

5 Cangkok Tulang Primer


6 Pelepasan Fiksasi
Maksilomandibular

7 Resuspensi Soft tissue

8 Fraktur Sagital dan


Alveolar Maksila

9 Perawatan Postoperative
Fraktur Maksila
Hasil yang diharapkan dari perawatan pada pasien fraktur
maksilofasial adalah penyembuhan tulang yang cepat,
normalnya kembali okular, sistem mastikasi, dan fungsi
nasal, pemulihan fungsi bicara, dan kembalinya estetika
wajah dan gigi. Selama fase perawatan dan penyembuhan,
penting untuk meminimalisir efek lanjutan pada status
nutrisi pasien dan mendapatkan hasil perawatan dengan
minimalnya kemungkinan pasien merasa tidak nyaman.
BAB III
CASE REPORT
1. Fraktur clivus sebagai komplikasi yang tidak biasa dari LeFort I
osteotomy
Seorang pria berusia 26 tahun
Keluhan : didiagnosis dengan facial asymmetry yang parah dan dirawat dengan
bedah orthognatik anestesi pembedahan.
RPS : Setelah operasi pasien mengeluhkan kelemahan di lengan kanan dan
kakinya, dan evaluasi neurologis menunjukkan bahwa ia memiliki
hemiparesis kanan, tetapi tanpa kelemahan wajah atau gejala sensorik.
RPD : -
• R. Kebiasaan : -
Pemeriksaan :
• Ekstraoral: tidak ada
• Intraoral : tidak ada
Pemeriksaan

pe
pe
MRI
Pemeriksaan
CT-SCAN
Gambar 1. menunjukkan bahwa ada perdarahan di kanalis
spinal sacral.

Gambar 2. menunjukkan infark medialmedullary kiri.

Gambar 3. menunjukkan fraktur longitudinal dari kiri


clivus.
• Clivus terletak jauh di dalam dasar tengkorak, dan
memberikan dukungan mekanis untuk kubah tengkorak
dan perlindungan untuk batang otak.

• Karena lokasinya yang dalam, insiden fraktur clivus


dilaporkan hanya 0,21-0,56% di antara pasien yang
mengalami cedera kepala berat

• Beberapa fraktur lain dari dasar tengkorak telah


dilaporkan sebagai komplikasi setelah LeFort I
osteotomies.
• Perhatian khusus harus diberikan dalam
melakukan osteotomi pterisgo-maksila
jika hal ini tidak dapat dihindari.

• Teknik alternatif untuk disjungsi


pterygomaxillary yang lebih aman juga
harus dipertimbangkan.
2. Optic, Oculomotor, Abducens, and Facial Nerve Palsies After
Combined Maxillary and Mandibular Osteotomy : Case Report
Seorang wanita berusia 28 tahun
Keluhan : pasien menjalani osteotomi Le Fort I elektif dan osteotomi pemisahan
sagital bilateral untuk kemajuan rahang atas dan kemunduran mandibula.
RPS : Pada malam hari setelah operasi dia mengeluh penurunan ketajaman visual
di mata kanannya. Terapi steroid dilanjutkan pasca operasi (40 mg setiap 12
jam selama 72 jam), tetapi ia gagal mendapatkan kembali penglihatan
fungsional.
RPD : -
• R. Kebiasaan : -
Pemeriksaan :
Neurolgi tes:
• pasien tidak mampu untuk melakukan gerakan lateral di luar garis
tengah di mata kanan, yang mencirikan abducens nerve palsy
• Sebuah ptosis sedikit kelopak mata kanan, dilatasi pupil sedikit di
mata kanan, dan perpindahan ke bawah dari mata yang sama dapat
diamati, yang mencirikan palsy saraf okulomotor.
• Pasien juga tidak dapat mengerutkan dahinya di sisi kanan tanda
klinis kelumpuhan pada cabang temporal saraf wajah.
Ekstraoral: tidak ada
Intraoral : tidak ada
Pemeriksaan

pe
MRI
Pemeriksaan
CT-SCAN
Pemeriksaan
CT-SCAN
Gambar 2. Kerusakan saraf optik oleh perpindahan fragmen
tulang (panah).

Gambar 3. Disjungsi pterygomaxillary yang tidak benar di sisi


kanan..

Gambar 4 dan 5. Bagian CT koronal menunjukkan fraktur


pada lantai, dan darah di, sinus sphenoid kanan

Gambar 6. CT koronal dari ramus mandibula kanan


menunjukkan tidak ada edema yang signifikan di daerah
yang berdekatan..
• Le Fort I osteotomy dan distraksi osteogenesis telah menjadi
metode yang dapat diterima untuk mengobati rahang atas hipoplasia
pada anak-anak atau remaja dengan bibir sumbing dan langit-langit

• Secara umum diyakini bahwa Le Fort I osteotomy adalah prosedur


yang aman dengan tingkat komplikasi total 6% hingga 9%

• Komplikasi utama yang dilaporkan terkait dengan teknik ini terdiri


dari perdarahan intraoperatif dan pasca operasi.
• Beberapa penelitian telah melaporkan komplikasi opthalmik dan neurologis
yang terkait dengan osteotomi Le Fort I. Ini dapat dikelompokkan ke dalam 4
kategori: 1) hilangnya fungsi kelenjar lakrimal3; 2) palsi saraf kranial 3)
kerusakan pada arteri karotid internal8; dan 4) kehilangan penglihatan.

• pemahaman menyeluruh tentang anatomi persimpangan pterygomaxillary,


gaya yang diinduksi selama operasi

• penggunaan instrumentasi yang tepat dapat mengurangi insiden dan


keparahan komplikasi yang terkait dengan osteotomi Le Fort I.
3. Komunikasi Singkat Mandibula wing osteotomy Untuk Koreksi
Bidang Mandibula : Laporan Kasus
Seorang anak perempuan berusia 18 tahun
Keluhan : pasien datang dengan diagnosa dokter hemomacial microsomia Tipe
I
RPS : pasien di rencanakan pengangkatan kembali rahang ke tiga rahang bawah
dan perawatan rahang bawah untuk menyejajarkan giginya.
RPD : -
R. Kebiasaan : -
Pemeriksaan :
• Ekstraoral: tidak ada
• Intraoral : tidak ada
• Foto wajah pra operasi yang menunjukkan asimetri wajah.
• GAMBAR. 3. FOTO PASCA OPERASI MENUNJUKKAN
PENINGKATAN SIMETRI WAJAH.
• Yang sangat penting adalah fakta bahwa segmen
potongan tulang setelah osteotomi sayap mengawetkan
vaskularisasi

• Reposisi fragmen tulang menghasilkan koreksi sudut


intergonial, indikator penting dari simetri wajah atau
asimetri.

• Sebelum osteotomi sayap, perlu untuk mengidentifikasi


posisi alveolar inferior kanal teliti pada tomogram
digital.
4. Diagnosis Fraktur Sinus Maksilaris dengan CT Cone-Beam
Laporan Kasus dan Ulasan Sastra
Seorang pasien pria 23 tahun

Keluhan : pasien datang ke klinik kami yang mengalami cedera di bagian


tengah dengan keluhan bengkak, mati rasa.
RPS : Pasien diperiksa sebelumnya di pusat gawat darurat tetapi diagnosis
dibuat tentang trauma maksilofasial. Pasien diperiksa ulang secara klinis dan
radiografi. Fraktur pada dinding frontal sinus maksila ditentukan dengan
bantuan CBCT. Pasien berkonsultasi dengan departemen bedah maksilofasial
dan diputuskan bahwa perawatan bedah tidak diperlukan.
RPD : -
R. Kebiasaan : -
Pemeriksaan :
• Ekstraoral: tidak ada
• Intraoral : tidak ada
Pemeriksaan
CT-SCAN
Pemeriksaan
X-ray
• Boeddinghaus dan Whyte mencatat bahwa sementara radiografi 2D standar dapat
membantu dalam pemeriksaan pendahuluan dari trauma maksilofasial, diagnosis
fraktur gaib mungkin memerlukan teknik pencitraan tomografi, seperti CBCT,
yang dapat memberikan pencitraan struktur tulang yang sangat baik

• Fraktur occult yang didiagnosis oleh CBCT dalam penelitian ini tidak dapat
dibedakan dengan radiografi panoramik atau radiografi Waters.

• Tinjauan literatur menekankan peningkatan penggunaan CBCT dalam evaluasi


struktur wajah setelah maksilofasial trauma. .
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai