Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN
BLOK IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI
2018

FARMAKOTERAPI
PADA KEADAAN
ALERGI OBAT
dr.Alamanda Irwan
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :

Mahasiswa mampu memahami tentang


farmakotrapi pada keadaan alergi obat
secara umum
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

 Mahasiswa mampu mengetahui tentang gejala klinis pada


reaksi alergi obat
 Mahasiswa mampu mengetahui tentang pilihan terapi
farmakologi yang tepat pada reaksi alergi obat
 Mahasiswa mampu memahami tentang farmakoterapi dan
farmakodinamik pada pemberian terapi alergi obat
 Mahasiswa mampu mengetahui sediaan, dosis pemberian dan
penulisan resep pada terapi alergi obat
PENDAHULUAN

 Obat juga mengaktifkan sistem imun dengan mekanisme yang


tidak diinginkan yang bermanifestasi sebagai reaksi samping
obat.
 Reaksi-reaksi ini umumnya dikelompokkan dalam suatu
penggolongan umum yang disebut sebagai “ALERGI OBAT”
 Reaksi obat ini bermanifestasi pada kulit berupa erupsi kulit
dapat berupa gatal, urtika, purpura, dermatitis kontak, reaksi
fotosensifitas, dermatitis eksfoliatif, dan Sindroma Steven
Johnson.
PENDAHULUAN

 Reaksi obat yang diperantarai oleh respon imun dapat memiliki beberapa
mekanisme yang berbeda. Oleh karena itu berikut yang berkaitan dengan
tipe-tipe alergi yang berkaitan dengan reaksi alergi obat :
TIPE 1 : Reaksi Alergi Akut yang
diperantarai oleh IgE  IgE melekat Sel
Mast dan Basofil  berinteraksi dengan
antigen  mediator terlepas

TIPE 2 : Obat dapat memodifikasi protein


tubuh  respon antibodi  IgG dan IgM
 sitotoksisitas seluler dependen-antibodi

TIPE 3 : Obat dapat menyebabkan serum


sickness yang melibatkan pembentukan
kompleks imun yang mengandung IgG dan
antigen asing  vaskulitis dependen-
komplemen  urtikaria

TIPE 4 : diperantarai oleh respon seluler


yang berperan pada dermatitis akibat
obat topikal atau tempat penyuntikan
pada antigen intradermis
ALERGI OBAT

DEFINISI :
Respon abnormal seseorang terhadap bahan
obat atau metabolitnya melalui reaksi
imunologi ( hipersensitivitas) yang terjadi
selama atau setelah pemakaian obat.
ADVERSE DRUG REACTION (ADR)

Alergi obat masuk kedalam


penggolongan (adverse drug
reaction), yang meliputi :
TOKSISITAS
EFEK SAMPING
IDIOSINKRASI
INTOLERANSI
DEFINISI

 Toksisitas obat adalah efek obat


berhubungan dengan kelebihan dosis
 Efek samping obat adalah efek obat
selain khasiat utama yang timbul karena
sifat farmakologi obat atau interaksi dengan
obat lain dalam dosis terapi
DEFINISI

 Idiosinkrasi adalah reaksi obat yang tidak


lazim, yang tidak diharapkan dengan
penyebab yang tidak diketahui dan relatif
jarang terjadi.
 Intoleransi adalah reaksi terhadap obat bukan
karena sifat farmakologi, timbul karena
proses non imunologi.
ADVERSE DRUG REACTION

Dapat diperkirakan : Intoksikasi


Efek samping
Interaksi obat

Tidak Dapat diperkirakan : Alergi


Intoleransi
Idiosinkrasi
TUJUAN TERAPI :

Mencegah pelepasan mediator sel mast secara


langsung,seperti histamin, bradikinin, serotonin, heparin dll
Mencegah pembentukan komplek antigen-antibodi, jika sudah
terbentuk diharapkan obat yang mampu mencegah
pengendapan komplek tersebut
Mengurangi terjadinya alergi yang lebih parah
TERAPI :

 NON FARMAKOLOGI :  FARMAKOLOGI :


 1 . Menghentikan segera  1 . Sistemik
pemberian obat yang diduga  2. Topikal
menjadi penyebab alergi
 2. Menjaga kondisi pasien
dengan selalu melakukan
pengawasan untuk medeteksi
kemungkinan alergi yang lebih
parah atau relaps setelah
berada pada fase pemulihan
 3. Untuk pasien yang
mengalami lesi kulit diberikan
terapi supor tif seper ti
perawatan luka dan nutrisi
yang baik
SISTEMIK :

Kortikosteroid Epinefrin Antihistamin


•Alergi Berat •Syok anafilaksis
•Imunosuspresi •Mengurangi
•Menghambat pelepasan
profeliferasi mediator dari sel
pembentukan IgE mast dan basofil
dan menghambat •Bronkhodilatasi
produksi IL-4 oleh
sel T
DOSIS EPINEFRIN / ADRENALIN

 0.2-0.5 mg IM/SC dengan larutan 1:1000; 1 mg/ml setiap 5


menit  DEWASA
 0.01 mg/kg intramuscular dan subkutan setiap 5 menit 
ANAK
 0.01 mg/kg IM/SC setiap 5 menit[1,2,7 ]  NEONATUS
FARMAKODINAMIK

 Pada penggunaan dosis tinggi akan menimbulkan aksi pada


reseptor alfa adrenergik sedangkan pada dosis yang lebih
kecil akan menstimulasi reseptor beta 1 dan beta 2. Aksi
terhadap reseptor alfa adrenergik dan menimbulkan
vasokonstriksi pada pembuluh darah sehingga menjadi
pilihan utama pada anafilaksis berat yang menimbulkan
keadaan syok. Aksi terhadap reseptor beta akan
menimbulkan relaksasi otot polos pada bronkus sehingga
dapat mengatasi wheezing dan sesak pada keadaan
anafilaksis dan asma berat. Selain pada bronkus, relaksasi
juga terjadi pada otot saluran cerna, uterus dan vesika
urinaria
DOSIS KORTIKOSTEROID

 Asma akut : Dewasa: 40-60mg satu atau dua kali sehari


selama 3-10 hari atau lebih.Anak-anak usia 0-11 tahun: 1-
2mg/kg per hari selama 3-10 hari. Dosis maksimal per hari
adalah 60mg.
 Alergi : Dewasa: 30mg pada hari pertama, kemudian
dikurangi hingga 5mg setiap harinya hingga mencapai
konsumsi 21 tablet.
 Deksamethasone :Syok tidak responsif: 1-6 mg/kg IV sebagai
dosis tunggal atau sampai dengan 40 mg untuk dosis awal
diikuti oleh pengulanagan dosis setiap 2 sampai 6 jam
selama syok berlangsung.
KORTIKOSTEROID

 Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang digunakan


secara luas untuk mengobati beberapa kondisi medis.
Umumnya, obat ini digunakan untuk meredakan gejala
pembengkakan, kemerahan, gatal-gatal, dan reaksi alergi.
ANTIHISTAMIN

 Antihistamin adalah obat atau komponen obat yang berfungsi


untuk menghambat zat histamin dan dipakai khususnya untuk
mengobati alergi.
 Contoh obat antihistamin generasi pertama adalah
chlorphenamine, promethazine, ketotifen, alimemazine,
cyproheptadine, hydroxyzine, dan clemastine.
 Contoh obat antihistamin generasi kedua adalah loratadine,
fexofenadine, cetirizine, mizolastine, desloratadine,
acrivastine, dan levocetirizine.
TOPIKAL :

Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kelainan


kulit, apakah kering atau basah.
kering  bedak salisilat 2% ditambah dengan obat
antipruritus seperti mentol ½-1% untuk mengurangi rasa
gatal. basah perlu digunakan kompres, misalnya larutan
asam salisilat 1%.
Pada bentuk purpura dan eritema nodosum tidak
diperlukan pengobatan topikal. Pada eksantema fikstum,
jika kelainan membasah dapat diberikan krim
kortikosteroid, misalnya hidrokortison 1% sampai 2 ½%.
 Pada eritroderma dengan kelainan berupa eritema yang
menyeluruh dan mengalami skuamasi dapat diberikan
salep lanolin 10%.
 Terapi topikal untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog
in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan
sofratulle atau krim sulfadiazin perak.
SUMBER PUSTAKA

• Farmakologi dan terapi FKUI


• Goodman & Gilman’s : The pharmacological Basis of
Therapeutics
• Betram G. Katzung : Farmakologi Dasar dan Klinik Volume 2
2017
• Revus J, Allanore AV. Drugs Reaction. In: Bolognia
Dermatology. Volume One. 2nd edition. Elserve limited,
Philadelphia. United States of America. 2003. p: 333 -352

Anda mungkin juga menyukai