Anda di halaman 1dari 49

M.

Abdul Halim Sani


BENTUK PENDIDIKAN

Pelatihan

Pembelajaran
Pembentukan
karakter /Kepribadian

Pembimbingan/
penasihatan

Sentuhan
pendidikan

3
Asumsi-asumsi
heterogenitas calon kader

 Pengalaman hidup
 Kapasitas pengetahuan dasar
 Orientasi dan tujuan mengikuti
perkaderan
 Orientasi studi (sarjana, diploma)
 Program studi
Asumsi-asumsi koherensi tujuan
perkaderan

 Kader yang istiqamah, militan, dan mandiri


(IMM);
 Kader yang memiliki kapasitas intelektual,
moral, dan material (IMM) tinggi;
 Kader yang memiliki ketajaman, kekritisan,
dan kepedulian sosial (K3S) tinggi;
Pertanyaannya:

 Bagaimana (dengan strategi, metode,


teknik, taktik apa) mengolah
HETEROGENITAS sumber daya kader
tersebut agar berproses menuju
KOHERENSI?
Gambaran Traning
Tujuan dari Training

Menemukan dan menanamkan bentuk-


bentuk kepribadian, dengan cara membuka
individu berfikiran positif, bersikap proaktif,
prilaku kreatif, berjiwa progresif untuk
membentuk pribadi yang unggul
L I N G K U N G A N

INPUT PROSES/KONVERSI OUTPUT

1. SC/OC Kader yang bangga dan


1. Pendobrakan mampu menunjukkan
2. Trainee 2. Rehabilitasi
3. Trainer/Observer pemahaman,
3. Pembinaan pengetahuan dan
ketrampilan baru

PRA-TRAINING INPUT TAHAP II PASCA-TRAINING


-Materi;
-Metode/Teknik

L I N G K U N G A N
Perangkat Perkaderan;

 Panitia (Organizing Committee)


 Peserta (Trainees)
 Tim instruktur (Trainers)
 Target/ tujuan
 Evaluasi
Bagan Aliran Training

STEERING
COMMITTEE

ORGANIZING
TRAINER
COMMITTEE

OBSERVERS

TRAINEES Target Goals


Pengertian Instruktur;

 Suatu kelompok yang bertanggung jawab


terhadap suatu perkaderan
 Suatu kelompok yang telah memiliki
perkaderan khusus
 Suatu kelompok yang memiliki skill dan
ketrampilan yang berbeda
Esensi Instruktur

Ideolog;

“Merumuskan konsep, bersama


masyarakat langsung melakukan proses
perubahan sesuai yang dicita-citakan”
Perangkat Instruktur dalam Perkaderan;

 MoT
 Imam Training
 Observer
 Anggota Instruktur
Konsep Pelatihan yang Baik;

 Memiliki tujuan dan orientasi yang jelas


 Metodologi/falsafah perkaderan yang jelas
 Tersedianya tenaga instruktur yang
profesional
 Keselarasan instruktur dan panitia
 Tempat perkaderan yang representatif
Alur Logika Pelatihan;

 Induktif
 Deduktif
 Abduktif
 Lurus
Material-oriented atau
Target-oriented?
 Material Oriented (MO) mirip dengan Content-
based training (training berbasis muatan).
Dalam hal ini apabila muatan materi telah
diberikan kepada peserta, maka tujuan training
dipandang sudah tercapai.
 Target Oriented (TO) bergantung pada target
apa yang ditetapkan. Misalnya target yang
ditetapkan adalah sebentuk kompetensi, maka
kompetensi dalam hal apa dan seberapa
tingkatan kompetensi yang diperlukan dalam hal
itu, menjadi penentu ukuran keberhasilan
sebuah proses training.
Kompetensi Individual
Jenis kompetensi
Tingkatan
Kognitif Afektif Psikomotorik
Mensintesis Empati Melakukan sendiri
Tinggi

Menjelaskan, Simpati Melakukan dengan


menganalisis, sedikit bimbingan
memprakirakan,
Sedang
memprasarankan

Mengidentifikasi, Sugesti Melakukan dengan


Rendah menarasi, banyak bimbingan
mendeskripsi.
Kompetensi Kelompok
Jenis kompetensi
Tingkatan
Kognitif Afektif Psikomotorik
Utilizing Common Sinergi Interdependen
knowledge/ antaranggota
memanfaatkan kelompok
Tinggi pengetahuan bersama maupun dengan
untuk memaksimalkan non-anggota
kerjasama kelompok
Share of Knowledge/ Koordinasi Independen
saling belajar dari antaranggota
Sedang pengetahuan dan kelompok
pengalaman orang lain
Individual knowledge/ Rasa percaya diri Dependen
pengetahuan atau di depan
pengalaman dibawa/ kelompok
Rendah dibanggakan sebagai
milik sendiri di hadapan
kelompok
Simpulan
 Target oriented lebih sesuai untuk
training Ikatan ketimbang material
oriented;
 Penekanannya pada tercapainya
kompetensi individu atau kelompok;
 Materi hanyalah sarana untuk mencapai
target; maka penentunya adalah
metode dan teknik penyampaiannya
(processing).
Falsafah Pendidikan KH. Ahmad
Dahlan

“Jadilah Guru Sekaligus Jadilah Murid”

Maknanya;
 Kesetaraan/Egaliterian
 Subjek Pengetahuan
 Pemahaman Kebenaran
Falsafah Pelatihan;
Transformasi K-A-P dalam Pendidikan
Orang Dewasa

1
1.Mengalami;
2.Mengungkapkan; 5 2
3.Mengolah;
4.Merampatkan;
5.Menerapkan. 4 3
Tabel Perbandingan P-A-S
ASPEK PEDAGOGI ANDRAGOGI SINERGOGI
Konsep “diri” Sangat Trainee diantar untuk Trainee dibebaskan
trainee tergantung atau menemukan diri dan untuk menentukan
ditentukan oleh membentuk posisi, peran dirinya
orang lain (trainer) komunitasnya sendiri serta bagaimana
mereka bekerja
sama dengan
trainee lain
Pengalaman Peserta dianggap Peserta dianggap Peserta
sedikit atau belum cukup memiliki bekal diasumsikan sudah
punya pengetahuan dan sangat
pengalaman pengalaman berpengalaman
Orientasi Material oriented Process oriented Target oriented
belajar
Iklim belajar Otoritas guru Egalitarian antara Trainer hanya
trainer dengan membantu apabila
trainee diperlukan oleh
trainee
ASPEK PEDAGOGI ANDRAGOGI SINERGOGI

Perencanaan Dilakukan oleh Dierencanakan Direncanakan


proses belajar guru sepenuhnya bersama oleh hampir sepenuhnya
trainer dan trainee oleh trainee

Kegiatan Memindahkan Dialog, dinamika Para peserta baik


belajar pengetahuan dan kelompok, secara individual
keterampilan sehingga trainee maupun kelompok
menghayati sendiri mandiri dalam
menentukan
kegiatan apa yang
hatrus dilakukan

Perumusan Dilakukan atau Dilakukan atau Hampir sepenuhnya


tujuan belajar dikerjakan oleh dikerjakan oleh dilkakukan oleh
guru sepenuhnya trainer dan trainee trainee
bersama-sema
Konsep-konsep Penting dalam
Training

1. Hidup Kebersamaan;
2. Prinsip Hubungan Antarindividu;
3. Tanggung Jawab Trainer;
4. Fase-fase pengelolaan Trainee; dan,
5. Hubungan antara fase-fase pengelolaan
dengan Sistem Training.
1. Hidup Kebersamaan
 Dalam sebuah forum training, hubungan antara individu
yang satu dengan yang lain tidak dapat dihindari, bahkan
hubungan ini akan selalu dibuat atau diciptakan sehingga
dalam medan training tersebut akan tercipta suatu
interaksi sosial.
 Menurut WA Gerungan (1983), setiap hubungan antara
dua orang atau lebih akan mnimbulkan proses saling
mempengaruhi, saling mengubah, atau saling
memperbaiki kelakuan individu oleh individu lain,
sehingga dari interaksi ini akan terjadi attitude change
atau perubahan sikap pada individu yang bersangkutan.
 Menurut PIDARTA (1997), kecenderungan-
kecenderungan yang timbul karena hidup dalam
kebersaman itu dapat berupa: imitasi, sugesti,
identifikasi, simpati dan empati.
Imitasi = meniru
Sugesti = menuruti perintah
Faktor-faktor orang terkena
sugesti:
1. keadaan pikiran pecah:
kacau, bingung, sehingga
tidak bisa berpikir jernih;
2. pikiran lemah atau rapuh;
3. menaruh kepercayaan yang
terlalu kuat pada seseorang;
dan
4. terpengaruh adanya pendapat
atau dukungan
(Jw=bombongan) orang
banyak.
Identifikasi = perilaku meniru penampilan (kadang di luar
kesadaran), seolah mengidentikkan diri dengan yang ditiru.

Dalam dunia training, seorang trainee


yang menganggap trainer sebagai sosok
ideal bisa juga lalu mengidentifikasikan
diri dengan trainer tersebut.
Untuk mengantisipasi masalah ini
diharapkan seluruh perilaku atau trainer
agar selalu terkontrol dan dilakukan
dengan penuh kesadaran, sehingga
imbasan yang membekas pada peserta
adalah imbasan yang baik atau positif.
Simpati = tertambatnya perhatian kepada
seseorang, baik spontan maupun setelah
dipikirkan.

Trainer harus berusaha


mendapatkan simpati dari
trainee, namun sebaiknya
tidak berlebihan, sebab akan
menyebabkan trainee
menjadi sangat bergantung
dan hasilnya adalah
alumnus pelatihan yang
Gerakan simpati kepada Prita Mulyasari bisanya membebek atau
fanatik buta pada trainer.
Empati = “merasakan” apa yang
dirasakan orang lain
Misalnya:
Berpuasa adalah cara orang mampu
berempati kepada yang tidak
mampu;
The Power of Empathy
in Leadership -
Mengoptimalkan
Performa Karyawan
dengan Prinsip Empati.
2. Prinsip Hubungan Antarindividu

 memahami dasar esensi orang lain;


 memberikan kebebasan pada orang lain untuk
mengutarakan pendapat, perasaan dan atau
masalahnya
 Mengendalikan keterlibatan emosi dan responsif
terhadap masalah kedua-belah pihak
 menghindari sikap gampang memvonis orang lain,
misalnya mengatakan “Anda salah, harus begini, dan
sebagainya.”
 Membiarkan orang lain menentukan cara yang mana
yang dipilih untuk dirinya sendiri (mengakui bahwa
orang lain lebih mengetahui tentang dirinya sendiri)
(kepercayadirian/self-confidence)
3. Tanggung jawab Trainer
Dasar pemikiran dalam training ini adalah untuk
menciptakan attitude change atau penyempurnaan sikap
baik pada diri peserta maupun komponen SDM lainnya.
Oleh sebab itu trainer dituntut untuk mampu mewawas,
memahami, dan mengenali baik-baik peserta yang akan
ditraining, sehingga training itu akan lebih efektif.
Efektivitas training di sini berarti bahwa training mampu
memberikan motivasi awal atau perangsang pada
trainee yang kemudian pada gilirannya akan secara
proaktif untuk menemukan bentuk-bentuk
pengembangan pribadi dan aktivita yang positif dan
akhirnya menjadi sosok karyawan yang penuh dedikasi
dan loyalitas.
4. Fase-fase Pengelolaan Trainee
FAHAM PIKIR TRAMPIL

a. Fase Pendobrakan;

b. Fase Rehabilitasi;

c. Fase Pembinaan.
4a. Fase Pendobrakan
Fase pertama yang dilalui oleh trainee ini berupa
“penggegaran” mentalitas sehingga timbul suatu inner
control (kendali dari dalam) pada diri tainee.
Trainer mengolah sikap mental trainee sehingga
tertanamlah sikap-sikap positif, disiplin, dan keseriusan.
Bisa diibaratkan bahwa pada fase ini dilakukan
“penyamaan gelombang”.
Trainee yang baru memasuki medan training biasanya
belum tahu apa yang akan terjadi dan apa yang harus
dilakukannya. Oleh karena itu biasanya para peserta
akan cenderung bersikap bermacam-macam. Ada yang
diam dan menunggu (wait and see), ada yang berbicara
sendiri dengan teman sebelahnya, ada pula yang
bertingkah-laku semau gue.
Intinya, perhatian mereka belum sepenuhnya memfokus
pada training.
Lanjutan …
 Fase pendobrakan dapat pula diarahkan pada
upaya pembersihan atau penembusan pikiran
peserta (brain-washing) dari:
 Pemahaman akan Konsep-konsep lama;
 Garis tepian wawasan lama; dan,
 Ketrampilan lama.
 Fase pendobrakan dapat memanfaatkan teknik
“ice breaking,” “personal introduction,”
“brainstorming,” dan “real case study.”
 Tujuan fase pendobrakan adalah menghubungkan
antara ekspektasi peserta dengan motivasi yang
akan diberikan pada fase berikutnya
b. Fase Rehabilitasi
 Peserta yang telah bersih pikirannya dari
konsep-konsep, batas pengetahuan dan
wawasan, dan ketrampilan lama, akan
lebih siap menerima hal-hal baru yang
akan dilatihkan dalam training;
 Fase ini merupakan tahap rehabilitasi
(pemulihan) berupa pengisian motivasi
untuk memahami, mempelajari, dan
menguasai hal-hal baru yang sesuai
dengan materi pada silabus training;
Fase Pembinaan
 Fase pembinaan merupakan tahap pengisian
faham baru, pengetahuan baru, dan ketrampilan
baru;
 Materi training yang disampaikan dengan
prakondisi pendobrakan dan rehabilitasi yang
sukses akan lebih mantap dicerap oleh Trainee;
 Di dalam fase ini target-target yang ditentukan
sebagai parameter ketercapaian tujuan training
dapat dilihat;
 Dalam fase ini lah peserta disiapkan
kemampuannya yang baru dan kemudian trainer
dapat melihat antusiasme dan moral/mentalitas
partisipatif yang berujung dengan penguasaan
ketrampilan baru dan mereka akan
menguasainya dengan kebanggaan (pride).
Fase Pemilahan Peserta: UML
 Selain fase-fase di atas, proses training juga dapat
diarahkan ke fase pemilahan peserta training menjadi
kelompok:
 “Upper”  perlu pengendalian dan pengarahan yang jeli
 “Middle” masih perlu bimbingan dan penjelasan ulang
 “Lower”  perlu lebih banyak bimbingan, penjelasan,
dan pengarahan Trainer dengan tekun dan sabar
 Pengelompokan UML bermanfaat apabila peserta
dalam jumlah cukup banyak (misalnya lebih dari 10
orang) kemudian memerlukan penajaman materi
pembinaan, maka peserta dihimpun ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil sesuai dengan
kemampuan intelegensi, wawasan, dan ketrampilan
lama mereka.
5. Hubungan antara Fase dan
Pengelolaan Sistem Training
 Berdasarkan pandangan sistemik, fase-
fase yang harus dilampaui dalam
training itu merupakan perincian dari
proses konversi atau pengolahan input
peserta agar menjadi output yang
diharapkan.
 Dalam skema berikut ini, sistem training
beserta komponennya dihubungkan
dengan fungsi konversi yang di
dalamnya tahapan-tahapan itu
dilaksanakan:
Hasil (konklusi & monev)
 Perkaderan merupakan proses yang
menganut asas probabilitas sosial,
ibaratnya:
 1000 orang direkrut
 100 orang yang dapat ditraining
 10 orang yang berhasil dengan baik
 1 orang yang berhasil menduplikasi
 Maka proses training harus disertai
perasaan yang ikhlas, sabar, dan tak
kenal lelah.
Profil dan Proyeksi
 Dalam proses monitoring dan evaluasi,
hasilnya harus berupa PROFIL dan
PROYEKSI kader:
 PROFIL yakni gambaran ringkas mengenai
sosok sewaktu (once) seorang alumni
proses training, dalam seperangkat aspek
dirinya;
 PROYEKSI yakni sebuah simpulan tentatif
mengenai peluang alokasi SDM hasil
training tersebut ke dalam proses-proses
tindak lanjut post-training.
Peralatan (tools)
 Untuk mendapatkan profil dan proyeksi
kader secara tepat, diperlukan perangkat
(tools) yang memadai, antara lain:
 Analisis terhadap Data Riwayat Hidup (DRH);
 Analisis perbandingan hasil PRETES dan
POSTES;
 Analisis terhadap Sosiogram selama berproses
di dalam lokal;
 Analisis terhadap catatan khusus hasil
pengamatan oleh Observer;
 Analisis terhadap artefak (karya-karya) peserta
selama mengikuti training.
Laporan

 Laporan Hasil Training merupakan dokumen


yang setidaknya memuat:
 Ringkasan Eksekutif (deskripsi training dan hasil-
hasilnya secara ringkas)
 Hasil Analisis Profil dan Proyeksi
 Simpulan umum dan saran tindak lanjut
 Lampiran berupa:
○ Lembar Data Peserta
○ Lembar Data pengolahan
Muhammad Abdul Halim Sani

Lahir 05 September 1983

 Pendidikan : S-1 UIN Sunan Kalijaga 2001


S-2 Pasca Sarjana UI 2009
 Organisasi : Korps. Instruktur DPP IMM
 Pekerjaan : Guru SMP Muhammadiyah 1 Depok
Pekerja Sosial Panti Daarul Ilmi
 E-mail : sani_cilacap@yahoo.com HP. 0813 5971 5585

Anda mungkin juga menyukai