Anda di halaman 1dari 42

ASSALAMUALAIKUM

Laporan Kasus
KEHAMILAN DENGAN PROLONGED ACTIVE PHASE ET CAUSA INERSIA UTERI

Disusun Oleh :
Drif Falency Dwi Putra, S.Ked
NIM : 71.2017.066

Pembimbing Klinik:
dr. Ratih Pratiwi, Sp.OG
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah
besar. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah.

Persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya power yaitu kekuatan


his dan daya mengejan, passage (jalan lahir), passenger, psikis dan
penolong. Kekuatan his yang ada pada ibu tidak selalu menghasilkan his yang
adekuat, tetapi dapat juga timbul kelainan his. Kelainan his dapat berupa his
yang terlampau kuat (tetania uteri) atau his yang lebih lemah, singkat dan jarang
yang disebut dengan inersia uteri.
Diagnosis pada inersia uteri memerlukan pengalaman dan
pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Inersia uteri dapat
menyebabkan persalinan berlangsung lama dan menimbulkan bahaya
baik terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan penilaian
yang seksama untuk menentukan sikap yang harus diambil.

Oleh karena itu dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius


agar tidak menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

◦ Distosia
Distosia adalah suatu persalinan yang sulit, ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat. Untuk
menentukan adanya distosia dapat menggunakan batasan waktu ataupun kelajuan proses. Distosia dapat
terjadi pada kala I ataupun kala II persalinan.

◦ Gangguan kontraksi uterus


1. Hypotonic uterine contraction (inertia uteri) kontraksi uterus yang lebih aman, singkat dan jarang dari
pada biasa sehingga tidak cukup untuk membuat serviks berdilatasi.
2. Hypertonic uterine contraction yakni kekuatan kontraksi berlebihan atau terlalu kuat dan terlalu efisien
menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.
3. Inkoordinasi uterine action yakni kekuatan kontraksi yang meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya
tidak berlangsungnseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian lainya.
◦ Klasifikasi gangguan uterus2
1. Active Phase Disorder
2. Second Stage Disorder
Inersia Uteri

Inersia uteri adalah perpanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya
dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks
yang belum matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini.
Pemanjangan fase deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau
kelainan anak. Perlu disadari bahwa pemanjangan fase laten maupun fase aktif
meninggikan kematian perinatal.
Etiologi

a.Faktor umum
◦ Primigravida terutama pada usia tua
◦ Anemia dan asthenia
◦ Perasaan tegang dan emosional
◦ Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin
◦ Ketidaktepatan penggunaan analgetik
b. Faktor lokal
◦ Overdistensi uterus
◦ Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia
◦ Mioma uterus
◦ Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
◦ Kandung kemih dan rektum penuh
Tipe
1. Inersia uteri primer : jika His lemah dari awal persalinan
2. Inersia uteri sekunder : jika mula-mula His baik, tetapi kemudian menjadi lemah
karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena
kelelahan)
Gambaran klinis
◦ Waktu persalinan memanjang
◦ Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek
◦ Dilatasi serviks lambat
◦ Membran biasanya masih utuh
◦ Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan paska persalinan
karena inersia persisten
◦ Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan amplitude pendek
Penatalaksanaan
Pemeriksaan umum :
◦ Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malresentasi atau malposisi dan
tetalaksana sesuai dengan kasus
◦ Penatalaksaan kala 1 yang baik
◦ Pemberian antibiotik pada proses persalinan yang memanjang terutama pada kasus
dengan membrane plasenta telah pecah
b. Amniotomi
◦ Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
◦ Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian bawah uterus
◦ Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan augmentasi kontraksi
uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi
kontraksi uterus ketika bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah
uterus.6
c. Oksitosin
◦ 5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse mulai
dari 10 tetes/menit, dan kemudian meningkat secara bertahap setiap 15 menit 5 tetes
sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata – rata 3x dalam 10 menit.
Metode persalinan
◦ Persalinan per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum atau ekstraksi.
Hal ini bergantung kepada bagian presentasi bayi, cerviks telah pembukaan
lengkap.
◦ Operasi section ceasearia diindikasi pada : (1) Kegagalan denga metode
tersebut, (2) Kontraindikasi terhadap infuse oksitosin, missal pada kasus
disproporsi, (3) Distres fetal sebelum terjadi dilatasi cervical.7
Induksi Persalinan

Induksi persalinan ialah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah
kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. Induksi persalinan
merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun bedah sebelum
terjadinya partus spontan
Indikasi Induksi Persalinan
◦ Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:
1. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah
memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).
2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita
tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.
3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin.
4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.
Kontraindikasi Induksi Persalinan

Kontra indikasi induksi antara lain:


◦ Disproporsi sefalopelvik
◦ Insufisiensi plasenta
◦ Malposisi dan malpresentasi
◦ Plasenta previa
◦ Gemelli
◦ Distensi rahim yang berlebihan
◦ Grandemultipara
◦ Cacat rahim
Persyaratan Induksi Persalinan

1.Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan
sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).
3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Proses Induksi
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu
kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk
mengeluarkan zat prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi. Keberhasilan induksi persalinan tergantung kondisi serviks yang
matang. Yang dimaksud serviks yang matang yaitu lembut, anterior,
penipisannya lebih dari 50% dan dilatasi 2 cm atau lebih.

Metode farmakologis/ kimia diantaranya yaitu pemberian prostaglandin E2


(dinoprostone, cervidil, dan prepidil), prostaglandin E1 (Misoprostol atau
cytotec), dan donor nitrit oksida. Sedangkan ynag termasuk kedalam metode
mekanis yakni kateter transservikal (kateter foley), ekstra amnionik salin
infusion (EASI), dilator servikal higroskopik, dan stripping membrane
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
◦ Pasien
◦ Nama : Ny. S
◦ Usia : 42 tahun
◦ Tanggal lahir : 10 oktober 1978
◦ Pendidikan : SMA
◦ Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
◦ Alamat : Dalam Kota
◦ Agama : Islam
◦ MRS : 30 Agustus 2018
◦ Jam MRS : 14.00 WIB
◦ No. RM : 57-83-91
Suami Pasien
◦ Nama Suami : Tn. T
◦ Usia : 45 tahun
◦ Pendidikan : SMA
◦ Pekerjaan : Swasta
◦ Agama : Islam
◦ Alamat : Dalam Kota
◦ Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 30 Agustus 2018 pukul 14.00 WIB.
◦ Keluhan Utama
Mules ingin melahirkan
◦ Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dengan keluhan perut mules menjalar hingga kepinggang, semakin lama
semakin sering sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Tetapi setelah di observasi
beberapa jam kemudian mules dirasakan berkurang dan durasi dirasakan semakin
sebentar. Keluhan disertai dengan keluar lendir darah yang dirasakan sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit.Pasien mengaku keluar air-air dari jalan lahir tidak ada
sebelum masuk rumah sakit Os juga mengatakan gerakan janin sering kali dirasakan..
Pasien megaku hamil anak ke-5 cukup bulan.
Riwayat Menstruasi
◦ Usia Menarche : 13 tahun
◦ Sikluas Haid : 28 hari
◦ Lama Haid : 4-5 hari, 2 kali ganti pembalut/hari
◦ Keluhan Haid : Tidak ada
◦ HPHT : 10 Desember 2017
◦ TP : 17 September 2018

◦ Riwayat Perkawinan
◦ Status Pernikahan : 1x
◦ Lama Menikah : 15 tahun
◦ Usia Menikah : 25 tahun

◦ Riwayat Kontrasepsi
◦ Tidak menggunakan kontrasepsi.
◦ Riwayat ANC
◦ 6 kali di dokter swasta.
◦ Dua kali pada trimester pertama
◦ Dua kali pada trimester kedua
◦ Dua kali pada trimester ketiga.

◦ Riwayat Kehamilan dan Persalinan


◦ Hamil ke-1: 30 minggu/ 2005/ Laki-laki/ 1700 gram/Bidan/Spontan/+
◦ Hamil ke-2: 8-9 minggu/2006/abortus inkomplete/kuretase
◦ Hamil ke-3: 7-8 minggu/2007/abortus inkompete/kuretase
◦ Hamil ke-4: Aterm/2009/laki-laki/2800/Dokter/Partus Spontan
◦ Hamil ke-5: 2018/Saat ini
◦ Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien meyangkal mempunyai riwayat penyakit darah tinggi,kencing manis, asma,
penyakit jantung, penyakit paru dan kejang-kejang saat hamil sebelumnya dan tidak
ada alergi obat-obatan.

◦ Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien meyangkal adanya riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit
jantung, penyakit paru dan kejang-kejang saat hamil di keluarga.
◦ Pemeriksaan Fisik
Pada tanggal 30 Agustus 2018 pukul 14.00 WIB.
◦ Status Generalis
◦ Keadaan Umum : Baik
◦ Kesadaran : Compos mentis
◦ Tinggi Badan : 158 cm
◦ Berat Badan : 60 kg
◦ Tekanan Darah : 110/70 mmHg
◦ Nadi : 80 x/menit
◦ Pernapasan : 20 x/menit
◦ Suhu : 36,5°C
◦ Status Obstetrikus
◦ Pemeriksaan Luar
◦ Leopold I : Tinggi fundus 31 cm, teraba bokong 2 jari dibawah proc. xyphoideus
◦ Leopold II : Punggung kanan, memanjang
◦ Leopold III : Bagian terbawah kepala
◦ Leopold IV : Divergen.
◦ DJJ : 140
◦ His : 1x/10 menit selama <15 detik
◦ TBJ : (31-12) x 155 = 2.930 gram
◦ Pemeriksaan Dalam
◦ Vaginal Toucher
◦ Konsistensi portio : Lunak
◦ Posisi : Medial
◦ Penebalan : Tipis
◦ Pembukaan : 4 cm
◦ Pendataran : 70%
◦ Selaput ketuban : (-)
◦ Bagian terbawah : Kepala, teraba lunak
◦ Penurunan : 4/5
◦ Penunjuk : Belum dapat dinilai.

◦ Inspekulo
◦ Tidak dilakukan.
Pemeriksaan Penunjang
◦ Pemeriksaan laboratorium setelah operasi berupa pemeriksaan darah pada hari kamis
tanggal 31 Agustus 2018 pukul 10.00 WIB.

Hematologi Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 11,1 12-16 g/dl


Diagnosis Kerja

G5P2A2 hamil aterm inpartu kala 1 fase aktif dengan dengan fase aktif memanjang ec
inersia uteri janin tunggal hidup presentasi kepala
Penatalaksanaan
◦ Observasi KU, TVI, DJJ
◦ IVFD D5%
◦ Perbaikan his dengan oksitosin 2,5  dalam 500 cc D5%. Mula-mula 5 tetes/menit,
dinaikkan 5 tetes tiap 15 menit sampai his adekuat (maximal 40 tetes/menit)
◦ Cek Laboratorium Lengkap
◦ Observasi kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf WHO
◦ Rencana partus pervaginam
Follow Up
BAB IV
PEMBAHASAN
◦ Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar?
Kasus ini membahas seorang wanita berusia 40 tahun dengan diagnosis yaitu P5A2 post sectio
caesarea atas indikasi fase aktif memanjang et inersia uteri. Penulisan diagnosis pada pasien ini
sudah tepat apabila ditinjau dari penulisan diagnosis obstetri, dimana diawali dengan diagnosis
ibu, diagnosis persalinan dan terakhir diikuti dengan diagnosis janin. Penegakkan diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

P5A2 post sectio caesarea atas indikasi fase aktif memanjang et inersia uteri. Inersia uteri adalah
kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong janin keluar. Penegakkan diagnosis inersia uteri ini berdasarkan tanda dan gejala dari
penyebabnya. Inersia uteri yang dialami oleh pasien ini diakibatkan karena faktor emosi dan
ketakutan. Pemantauan persalinan pasien tidak ada kemajuan dari pukul 10.00 namun sampai
dengan pukul 14:00 his dan pembukaan servik tidak ada kemajuan.
◦ Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat?
Menurut teori penanganan pasien dengan inersia uteri memiliki tiga komponen
utama yaitu pemeriksaan umum, amniotomy dan oxytocin untuk meningkatkan
kontraksi uterus. Hal ini sesuai dengan penatalaksaan yang diberikan kepada
pasien yaitu pemberian 2,5 internasioal unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc
glukosa 5% diberikan IVFD. Tetesan infuse mulai dari 10 tetes/menit, dan
kemudian meningkat secara bertahap setiap 15 menit 5 tetes sehingga
mendapatkan kontraksi uterus rata – rata 3x dalam 10 menit. Namun apabila
pada pemberian 40 tetes belum memberikan hasil yang diharapkan, maka tidak
banyak gunanya memberikan oxytocin dalam dosis yang lebih tinggi Hal ini
sesuai dengan penatalaksaan yang diberikan kepada pasien yaitu operasi sectio
ceasearia atas indikasi kegagalan denga metode induksi.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
◦ Simpulan
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his
lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat
hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala
pengeluaran.
◦ Saran
Pada saat ibu sudah dalam keadaan inpartu sebagai seorang dokter
harus mengawasi secara intensif proses persalinan tersebut. Karena
tidak dapat di pungkiri dalam proses persalinan terjadi inersia uteri.
Dengan adanya pengawasan maka seorang dokter bisa dengan cepat
mengambil keputusan jika terjadi inersia uteri.

Anda mungkin juga menyukai