Nisa Amelina Mardiah Octarina Siska Ramadhani Kas dan Setara Kas Kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan untuk membiayai kegiatan umum perusahaan. Setara kas (cash equivalen) adalan invetasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi risiko perubahan nilai yang signifikan. Yang tidak termasuk kas dan setara kas: persediaan perangko, cek mundur, cek kosong dan rekening giro pada bank luar negeri yang tidak bisa segera dipakai. Keberadaan aspek perpajakan pada akun kas muncul jika kas difungsikan sebagai instrumen tertentu yang dari fungsi tersebut dihasilkan pendapatan berupa bunga. Instrumen tersebut adalah berupa tabungan atau deposito. Dasar hukum pengenaan pajak: 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 123 Tahun 2015 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia 2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 26/PMK.010/2016 perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Ayat jurnal saat penerimaan penghasilan bunga :
Bank (Cash) XXX
Beban PPh Final Pasal 4 Ayat (2) XXX
Pendapatan Bunga XXX
Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara rinci teknik
pembukuan kas dan setara kas. Jadi praktik akuntansi komersil dapat diikuti sepenuhnya. Untuk pengendalian kas dan setara kas, perusahaan melakukan pemisahan dana antara kas kecil (petty cash) dan kas besar. Adapun metode pencatatan kas kecil yaitu metode imprest dan metode fluctuating. Penyajian akun Kas dan Bank dalam neraca komersial maupun neraca fiskal dicantumkan sebesar nilai nominal. Apabila terdapat kas dan bank dalam mata uang asing, maka kurs yang digunakan adalah nilai kurs tetap atau kurs pada tanggal neraca dilakukan secara konsisten (taat asas) Sekuritas Sekuritas merupakan surat berharga yang mudah diperjualbelikan untuk investasi sementara memanfaatkan dana yang tidak digunakan. Jenis-jenis sekuritas: 1. Saham Menurut akuntansi komersial, pada saat pembelian nilai saham dicatat sebesar harga perolehan. Penghasilan dari saham dapat berupa: dividen, saham bonus dan capital gains. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek dilakukan berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek. Adapun ketentuan lebih lanjut diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997. Akuntansi komersial menyediakan 2 pilihan penilaian saham di neraca yaitu: (a) Harga Perolehan (Cost Method) (b) Harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar (cost or market price whichever is lower) Menurut aturan perpajakan, penilaian saham hanya diperbolehkan menurut harga perolehan. Ayat jurnal saat penjualan saham: Kas (D) XXX PPh Pasal 4 ayat 2 (D) XXX Investasi pada saham PT.A (K) XXX 2. Obligasi Pajak penghasilan yang dipungut atas bunga obligasi tidak boleh dikapitalisasi, tetapi harus dicatat sebagai pajak dibayar di muka (Pasal 23), untuk obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dipotong pajak final sebesar 15% bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2013) Perlakuan akuntansi pajak atas sekuritas obligasi hampir sama dengan saham. 3. Saham pada pasangan perusahaan modal ventura, Surat Utang Negara dan Surat Utang lainnya Bagian laba yang diperoleh dari pasangan usaha modal ventura menurut Pasal 4(3) huruf (k) UU PPh dikecualikan dari objek pajak. Apabila saham tersebut dijual di BEI dikenakan pajak final sebesar 0,1% atas nilai penjualan bruto. Surat Utang Negara dan surat-surat utang lain yang perlakuan perpajakannya sama dengan obligasi baik bunga, diskon maupun keuntungan penjualannya dikenakan pajak final 20% 4. Instrumen Keuangan Derivative Derivative merupakan instrumen yang nilainya ditentukan (turunan) oleh aset lain (underlying asset). Underlying asset dapat berupa aset finansial (seperti saham, nilai tukar valas, nilai IHSG, dsb) dan asset non financial (komiditas seperti karet, kapas, dsb). 5. Sekuritas Lainnya Sekuritas lain dapat berupa warkat komersial, surat promes, bill of exchange, bankers acceptance, sertifikat deposito, repurchase agreement. Metode penilaian pada saham dan obligasi dapat diterapkan terhadap jenis sekuritas yang lain. Piutang Usaha Transaksi yang berkaitan dengan piutang usaha: 1. Penjualan barang dagang secara kredit Piutang Usaha (D) XXX PPN Keluaran (K) XXX Penjualan (K) XXX
2. Penerimaan pembayaran atas penjualan barang dagang secara kredit
Kas (D) XXX Piutang Usaha (K) XXX
3. Penyisihan piutang tidak tertagih
Biaya Piutang yang tidak tertagih (D) XXX Penyisihan piutang yang tidak tertagih (K) XXX
4. Penghapusan piutang tidak tertagih
Penyisihan Piutang tidak tertagih (D) XXX Piutang Usaha (K) XXX Dalam praktik akuntansi komersial, atas piutang yang diragukan kolektabilitasnya perusahaan dapat membentuk penyisihan (cadangan) guna mengantisipasi kerugian dari piutang tak tertagih. Metode penghapusan piutang ada 2, yaitu: (a) Metode Langsung (Direct write off method), (b) Metode tidak langsung (Allowance Method). Ketentuan perpajakan tidak memperkenankan pembentukan cadangan penghapusan tersebut. Akan tetapi untuk jenis usaha tertentu memperkenankan pembentukan cadangan (Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh 2008 dan PMK 219/PMK.011/2012) PSAK 7 menyatakan bahwa Nilai Piutang disajikan di Laporan Posisi Keuangan setelah dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan nilai. Persediaan Menurut Standar Akuntansi Keuangan dari IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) PSAK No.14 tahun 2010 dinyatakan : (a) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. (b) Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan. (c) Atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan/supplies untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Pada praktik akuntansi komersial, pelaporan persediaan sebagaimana telah diatur dalam PSAK No.14 bahwa persediaan dalam neraca dinyatakan sebesar harga pokok atau perolehan (at cost) atau dinyatakan berdasarkan: 1. Harga terendah antara harga pokok dan harga pasar; atau 2. Harga jual. Untuk kepentingan penghitungan pajak penghasilan, Pasal 10 ayat 6 UU PPh menyatakan bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan harga perolehan. Dalam praktik akuntansi komersial terdapat 2 sistem pencatatan persediaan, yaitu Perpetual dan Periodik. Dan ada 8 metode penilaian persediaan, yaitu (1) identifikasi khusus, (2) LIFO kelompok dan nilai uang, (3) biaya-biaya pembelian terakhir, (4) biaya standar, (5) biaya langsung, variabel dan marginal, (6) laba kotor, (7) harga eceran, dan (8) harga terendah antara harga perolehan dan harga pasar. Dari sisi akuntansi perpajakan, Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. (UU PPh Pasal 10 ayat 6) Jurnal Transaksi atas persediaan: 1. Pembelian barang dagang secara tunai/kredit Persediaan Barang Dagang (D) XXX PPN Masukan (D) XXX Kas/Utang (K) XXX
2. Penjualan barang dagang secara tunai/kredit
Kas/Piutang (D) XXX PPN Keluaran (K) XXX Penjualan (K) XXX Biaya Dibayar Di muka Biaya dibayar di muka merupakan biaya yang telah terjadi, yang akan digunakan untuk aktivitas perusahaan yang akan datang. Sewa dibayar di muka Penghasilan yang diterima oleh OP atau badan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah,rusun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, ruko, toko, gudang dan industri. Aspek Pajak Terkait: - PPh Pasal 4 ayat 2 (Tanah dan Bangunan) Tarif PPh 4 Ayat 2 sebesar 10 % ( PP No. 34 Tahun 2017, KMK-120/2002 dan KEP- 227/2002)
- PPh Pasal 23 ( Selain Tanah dan Bangunan)
Tarif PPh Pasal 23 sebesar 2% ( UU No. 36 Tahun 2008) Ayat jurnal saat pembayaran sewa selain tanah dan bangunan: Sewa dibayar dimuka(D) xxx PPn Masukan(D) xxx PPh Pasal 23(K) xxx Kas(K) xxx Aset Lancar Lainnya Wesel Tagih Objek pajak dari wesel tagih yaitu penghasilan bunga yang diterima saat mendiskontokan wesel dikenakan PPh pasal 23 (untuk wajib pajak dalam negeri) dan PPh pasal 26 (untuk wajib pajak luar negeri). Tarif yang dikenakan sebesar 15 % (UU PPh No. 36 Tahun 2008)