Anda di halaman 1dari 29

TEORI HUKUM

“Penerapan Teori Hukum Terhadap Kasus Notaris-PPAT


Theresia Pontoh”

Anggota Kelompok :

1. Annisa Dian H.
2. Benedicta Putri D.
3. Fahmi Ardiansyah
4. Rani Damayanti
5. Shabrina Zhafira
6. Tri Wijayanti K.D.
7. Uyunul Nasailil
PARA PIHAK:

1. Hengki Dawir (HD), Pemilik Tanah


2. Rudi Doomputra (RD), Calon Pembeli Tanah
3. Sahruddin (S), Pembeli Tanah
4. Theresia Pontoh (TP), Notaris-PPAT Jayapura
Tanah sudah Tanah yang akan
atas nama RD dijual ke RD

I II III IV

Tanah yang dibeli S,


belum bersertifikat

Danau Sentani
• 29 Maret 2011 : HD dan RD mendatangi TP minta dibuatkan AJB tanah
dengan membawa 2 sertifikat tanah atas nama HD, tetapi tidak ada bukti
PBB, maka TP tidak melanjutkan pembuatan AJB dan dibuatkan tanda
terima atas nama RD sesuai dengan kemauan RD dan diikuti kemauan itu
oleh HD.
• 30 Maret 2011, HD ingin mengambil 2 sertifikat tersebut karena sertifikat
yang di serahkan ke TP ternyata tanah yang telah ia jualkan ke S. Namun
TP menolak menyerahkannya ke HD, menurut TP, HD harus datang
bersama dengan RD karena pada saat menyerahkan sertifikat tanah itu
mereka datang bersama-sama. Di hari yang sama, HD menyurati TP untuk
tidak melanjutkan proses jual beli karena 2 sertifikat tersebut sudah dijual
sebelumnya ke S dan S yang membiayai proses penerbitan 2 sertifikat
tersebut. S juga memberikan surat untuk tidak melanjutkan proses AJB
disertai dengan bukti-bukti kwitansi pembelian yang telah dibayar dan
diterima HD.
• 26 April 2011 : TP meminta HD, RD dan S untuk datang ke kantor, namun
tidak ada kesepakatan, maka TP tidak menyerahkan 2 sertifikat tersebut
dan menyarankan untuk meminta penetapan Pengadilan Negeri (PN)
Jayapura agar 2 sertifikat tersebut diserahkan kepada orang yang tepat.
• Mei 2011 : RD melaporkan TP ke Polresta Jayapura dengan Pasal 335 KUHP
tapi kasus itu dihentikan karena tidak cukup unsur dan bukti.
• 1 Juni 2011 : HD menggugat TP secara perdata dan berakhir Akta
Perdamaian (Van Dading) Nomor 56/Pdt.G/2010/PN Jayapura, dengan
perintah sertifikat tanah dikembalikan kepada HD pada tanggal 10 Agustus
2011 dan TP melaksanakannya sesuai perintah.
• September 2011 : RD menggugat TP secara perdata, namun dicabut
karena HD meninggal dunia pada pertengahan sidang.
• 9 Juli 2013 : RD melaporkan TP dengan pasal 372 KUHP tentang
Penggelapan.
• 20 Nopember 2013 : PP IPPAT mengeluarkan Surat Keterangan No. 49/P P-
IPP AT/XI/2013 yang menegaskan bahwa TP tidak melakukan kesalahan
dan bekerja sesuai prosedur.
• 23 Juli 2014 : TP ditahan di Lapas Abepura dengan dijemput paksa oleh
Tim Polda Papua.
• 20 Agustus 2014 : Semua berkas TP telah dilimpahkan ke PN Jayapura
• 21 Agustus 2014 : Perwakilan PP INI mendatangi Kejari Jayapura
mempertanyakan alasan penahanan TP. Setelah itu, perwakilan pengurus
mendatangi Ketua PN Jayapura untuk meminta penangguhan penahanan
karena menganggap syarat penahanan tidak terpenuhi.
• 30 Oktober 2014 : Notaris-PPAT melakukan aksi damai di berbagai kota di
Indonesia sebagai bentuk solidaritas kepada TP.
• 17 November 2015 : TP divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara 1,6
tahun oleh PN Jayapura karena melanggar pasal 374 dan 372 KUHP.
Bagaimana penerapan teori hukum terhadap
kasus Theresia Pontoh?
TEORI HUKUM J.H. BRUGGINK :

Untuk membentuk suatu Teori hukum adalah:


ketertiban dibutuhkan suatu
Keseluruhan pernyataan yang
jawaban yang memadai, yaitu
saling berkaitan berkenaan
bagaimana ketertiban itu
dengan hukum, dengan kata lain
dapat dijawab dengan baik
teori hukum adalah keseluruhan
dan terukur menggunakan
proposisi atau putusan hukum
suatu teori.
yang saling berkaitan secara
utuh tentang sistem konseptual
mengenai norma dan keputusan
hukum.
Dari sekian banyak Teori Teori Hukum tersebut
Hukum, tidak semua meliputi :
tepat untuk digunakan
1. Teori Tanggung Jawab
dalam menganalisis kasus
Hukum;
tertentu.
2. Teori Perlindungan
Untuk menganalisis kasus
Hukum; dan
Notaris-PPAT Theresia
Pontoh, kami memilih tiga 3. Teori Keadilan.
teori hukum.
Merupakan teori yang menganalisis tentang
tanggung jawab subjek hukum atau pelaku
yang telah melakukan perbuatan melawan
hukum atau perbuatan pidana sehingga
menimbulkan kerugian atau cacat, atau
matinya orang lain.
Menurut Algra definisi Tanggung Jawab di bagi menjadi dua :
1. Tanggung Jawab Hukum; dan
2. Tanggung Jawab Administrasi.

Tanggung Jawab Hukum merupakan tanggung jawab yang


dibebankan kepada subjek hukum atau pelaku yang melakukan
perbuatan melawan hukum atau tindak pidana. Sehingga yang
bersangkutan dapat dituntut membayar ganti rugi dan/atau
menjalankan pidana.
Tanggung Jawab Administrasi adalah suatu tanggung jawab yang
dibebankan kepada orang yang melakukan kesalahan administrasi,
sehingga dapat berdampak seperti dicabutnya izin operasional.
TP telah bekerja sesuai dengan prosedur standar dalam
pembuatan AJB, yaitu dengan melakukan pemeriksaan syarat-
syarat, di antaranya sertifikat hak atas Tanah Hak Milik dan PBB
dari objek tanah yang akan diperjualbelikan. Dalam pemeriksaan
tersebut diketahui bahwa ternyata HD selaku penjual/pemilik
tanah belum melengkapi persyaratan, dengan demikian sudah
tepat keputusan TP untuk menolak membuatkan AJB.
TP bekerja sesuai dengan Pasal 3 huruf e Kode Etik IPPAT, yaitu
bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab serta tidak berpihak,
dibuktikan dengan itikad baik TP untuk menjaga sertifikat yang
dipercayakan kepadanya supaya tidak mencederai kepentingan
pihak-pihak yang bermaksud mengadakan proses jual beli tanah
tersebut, yakni dengan tidak menyerahkan begitu saja 2
sertifikat tersebut kepada HD tanpa sepengetahuan RD.
Surat Keterangan PP IPPAT Nomor 49/P P-IPP AT/XI/2013
menegaskan bahwa TP tidak melakukan kesalahan dan telah
bekerja sesuai prosedur. Dengan diserahkannya sertifikat kepada
HD selaku pemilik tanah melalui putusan Akta Perdamaian (Van
Dading) PN Jayapura Nomor 56/Pdt.G/2010/PN Jayapura, maka
berakhirlah hubungan hukum antara TP dengan para pihak,
sehingga TP tidak mempunyai tanggung jawab hukum apapun
karena tidak ada kelalaian ataupun kesalahan yang dilakukan
oleh TP.
Teori perlindungan hukum bersumber dari teori hukum alam.
Fitzgerald menjelaskan teori pelindungan hukum (Salmond) :
hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan
berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu
lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu
hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai
kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi
hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas
tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu
diatur dan dilindungi.
Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan Hukum adalah :
memberikan pengayoman terhadap HAM yang dirugikan orang
lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar
dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
Perlindungan hukum terhadap masyarakat harus diwujudkan
dalam bentuk adanya kepastian hukum.
Pada prinsipnya, Akta Van Dading yang dibuat secara sah akan
mengikat dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dan tidak dapat dilakukan upaya banding (Penjelasan Pasal 130
HIR). TP telah melaksanakan perintah Akta Perdamaian (Akta Van
Dading) Nomor 56/Pdt.G/2010/PN Jayapura untuk
mengembalikan sertifikat tanah kepada HD. Dengan
dikembalikannya sertifikat tanah kepada HD, maka hubungan
hukum telah berakhir antara TP dengan HD, RD maupun S.
Setelah HD meninggal, RD melaporkan TP dengan tuduhan Pasal
penggelapan terhadap kedua sertifikat tanah milik HD. Yang
termasuk penggelapan menurut Pasal 372 KUHP adalah
perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau
seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada
pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Sedangkan barang
berupa 2 sertifikat saat itu sudah tidak di tangan TP, sehingga
unsur tindak pidananya tidak terpenuhi. RD sebagai calon
pembeli tanah pun tidak memiliki kedudukan hukum dalam
kasus ini, karena hak kebendaan atas tanah belum lahir (tanah
belum resmi menjadi miliknya).
Saat persidangan, TP mendapatkan dukungan dari rekan-rekan
sesama Notaris-PPAT yaitu dari Ikatan Notaris Indonesia (INI)
dalam wujud aksi damai pada tanggal 30 Oktober 2014, di
berbagai kota di Indonesia. Pasal 82 ayat (2) UUJN perubahan
menyebutkan “Wadah Organisasi Sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia. Pemberian
perlindungan pada anggota, dilekatkan dalam rangka komitmen
terhadap nilai kebersamaan sesama rekan seprofesi dan
komitmen terhadap keluhuran martabat Notaris selaku Pejabat
Umum.” INI pula yang telah meminta penangguhan penahanan
terhadap TP karena menganggap syarat penahanan tidak
terpenuhi.
TP ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap menggelapkan
dua sertifikat dan pada akhirnya dijatuhi hukuman penjara 1.6
tahun oleh PN Jayapura karena dianggap telah melanggar Pasal
374 jo. 372 KUHP.
Dengan demikian dalam kasus ini, TP sebagai pihak yang tidak
bersalah tidak mendapatkan perlindungan hukum walaupun
telah melaksanakan Akta Perdamaian (Van Dading) sesuai
ketentuan, namun kenyataannya meskipun sertifikat sudah tidak
ditangannya, TP tetap dinyatakan bersalah atas tuduhan
penggelapan. Pengadilan sebagai perlindungan hukum yang
bersifat represif, yang bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya
sengketa, dalam kasus ini tidak tercapai.
Aristoteles membagi keadilan menjadi dua macam yaitu:
• Keadilan distributif, dijalankan dalam distribusi kehormatan,
kemakmuran, dan aset-aset lain yang dapat dibagi dari
komunitas yang bisa dialokasikan diantara para anggotanya
secara merata atau tidak merata oleh legislator.
• Keadilan korektif, yaitu keadilan yang menyediakan prinsip
korektif dalam transaksi privat. Keadilan korektif dijalankan
oleh hakim dalam menyelesaikan perselisihan dan memberikan
hukuman terhadap para pelaku kajahatan.
Teori Keadilan menurut Kahar Masyhur, adil yaitu :
1. Melakukan sesuatu pada tempatnya.
2. Menerima hak tanpa lebih dan memberikan orang lain
tanpa kurang dan memberikan hak setiap yang berhak
dalam keadaan yang sama.
3. Menghukum orang jahat atau yang melanggar hukum,
sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran.
Bahwa apa yang dilakukan TP menurut Teori Keadilan
Kahar Masyhur :

1.Melakukan sesuatu pada tempatnya


Dalam kasus ini, TP telah bekerja sesuai dengan aturan
mengenai jabatan Notaris-PPAT, dalam bentuk tidak membuat
akta jual beli tanah karena dokumen para pihak belum
lengkap.
Tindakan TP juga didukung oleh Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN
yang menyatakan bahwa “Dalam menjalankan jabatanya, Notaris
wajib : bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak
berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
perbuatan hukum”.

Dalam menjalankan jabatannya, TP telah bertindak adil dengan


menjaga kepentingan para pihak, yaitu HD, RD maupun S,
sehingga ketika HD meminta kembali kedua sertifikatnya, TP tidak
begitu saja menyerahkannya dengan alasan bahwa HD harus
datang bersama dengan RD karena pada saat menyerahkan
sertifikat tanah itu mereka datang secara bersama-sama.
2. Menerima hak tanpa lebih dan memberikan orang
lain tanpa kurang dan memberikan hak setiap yang
berhak dalam keadaan yang sama.
TP dalam kasus ini justru tidak mendapatkan haknya, karena
dianggap menggelapkan dua sertifikat tanah sengketa
tersebut oleh RD. Pada kenyataanya, dua sertifikat yang
dimaksud telah diberikan kepada HD atas dasar Akta
Perdamaian (Van Dading) yang dikeluarkan PN Jayapura yang
berarti TP telah melakukan hal yang benar yaitu memberikan
sertifikat tersebut kepada yang berhak.
3. Menghukum orang jahat atau yang melanggar hukum,
sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran.
TP ditetapkan sebagai tersangka karena telah dianggap
menggelapkan dua sertifikat dan dijatuhi hukuman penjara
1.6 tahun oleh PN Jayapura karena dianggap telah
melanggar Pasal 374 jo. 372 KUHP. Pada kenyataannya, dua
sertifikat yang dimaksud sudah tidak dalam penguasaan TP,
dan menurut Surat Keterangan PP IPPAT Nomor 49/P P-IPP
AT/XI/2013, TP tidak melakukan kesalahan. Dengan
demikian, keadilan tidak tercapai karena Putusan PN
Jayapura tidak menghukum orang jahat atau yang melanggar
hukum melainkan orang yang tidak bersalah.
Dengan demikian pula, keadilan korektif sebagai keadilan yang
dijalankan oleh hakim dalam menyelesaikan perselisihan dan
memberikan hukuman terhadap para pelaku kejahatan dalam
kasus ini tidaklah tercapai.
KESIMPULAN
Bahwa dalam menganalisis Kasus Theresia Pontoh, dapat
diterapkan tiga Teori Hukum, yaitu Teori Tanggung Jawab Hukum,
Teori Perlindungan Hukum, dan Teori Keadilan.
Bahwa berdasarkan unsur-unsur ketiga Teori Tersebut, TP telah
bekerja sesuai dengan prosedur standar yang berlaku.
Menjalankan Tugas dan kewenangannya sesuai dengan aturan
yang ada.
Bahwa TP tidak sepatutnya dilaporkan dengan tuduhan
penggelapan dan diputus bersalah.
Bahwa sudah seharusnya TP mendapatkan keadilan.

Anda mungkin juga menyukai