Anda di halaman 1dari 13

Matina Annisa

tingkat II.A
Nurul Rahmawati
tingkat II.
Kusta (morbin hansen) merupakan penyakit yang
kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae.
Saraf perifer sebagai afinitas (pengikat) pertama, lalu
kulit dan mukosa saluran nafas bagaian atas kemudian
ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (djuanda
Adhi, 2010)

penyakit kusta adalah penyakit menular yang


menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi,
kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Hutabarat,2008)
Penyakit ini sebenarnya disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae. Mikrobakteria ini secara primer
menyerang system saraf tepi dan terutama pada tipe
lepromatosa secara sekunder dapat menyerang seluruh
tubuh seperti kulit, mukosa mulut, mukosa saluran
nafas bagian atas, mata, tulang, dan testis. Reaksi imun
penderita terhadap Mycobacterium laprae berupa reaksi
imun seluler terutama pada lepra bentuk tuberkuloid
dan reaksi imun humoral terutama pada leprae bentuk
lepromatosa. (Wim de Jong et al, 2005).
Menurut WHO , penyakit kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu :
1. Kusta tipe Pausibasiler (PB/ sedikit kuman)

2. Kusta tipe Multibasiler (MB/ banyak kuman)


Dalam menentukan klasifikasi tipe PB dan MB didasarkan pada kriteria seperti tabel
dibawah ini.
Kelainan kulit dan hasil Pausibasiler Multibasiler
pemeriksaan bakteriologis.
1. Bercak (makula)
a. Jumlah 1-5 Banyak
b. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil.
c. Distribusi Unilateral atau bilateral Bilateral, simetris
d. Konsitensi asimetris. Kering dan kasar.. Halus, berkilat
e. Batas Tegas. Kurang tegas.
f. Kehilangan rasa pada bercak Selalu ada dan jelas Biasnya tidak jelas, jika ada
terjadi pada yang sudah lanjut
a. Kehilangan kemampuan Bercak tidak berkeringat ada Bercak masih berkeringat, bulu
berkeringat, bulu rontok bulu rontok pada bercak. tidak rontok.
pada bercak
Kelainan kulit dan hasil Pausibasiler Multibasiler
pemeriksaan bakteriologis.

2. Infitrat
a. Kulit Tidak ada. Ada, kadang-kadang tidak ada.
b. Membran mukosa Tidak pernah ada. Ada, kadang-kadang tidak ada.
(hidung tersumbat
pendarahan di hidung)
3. Ciri-ciri khusus *Central Healing* Penyembuhan 1. Punched out lession
di tengah. 2. Madarosis
3. Hidung pelana
4. Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada. Kadang-kadang ada
5 Penebalan syaraf Lebih sering terjadi dini, asimetris Terjadi pada yang lanjut biasanya
lebih dari satu dan simetris.
6. Deformitas (cacat) Biasanya asimetris terjadi dini. Terjadi pada stadium lanjut.
7. Apusan BTA (basil tahan asam) negatif. BTA (basil tahan asam) positif.
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih
merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman
kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi
ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung


penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–
7 hari
2. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus
dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik
mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang
lama dan berulang-ulang.
3. Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi
basiler kepada orang lain dengan cara penularan langsung.
Sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta
dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Masa
inkubasinya yaitu 3-5 tahun.
Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda tanda pokok
atau “cardinal signs” pada badan yaitu :
1. Kelainan lesi/kulit yang mati rasa.
Kelainan lesi/kulit dapat berbentuk bercak putih (hipopigmentasi)
atau kemerahan (eritema) yang mati rasa.

2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.


Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan saraf
tepi (neuritis perifer) kronis.Gangguan fungsi saraf bisa berupa:
• Gangguan fungsi sensoris: mati rasa.
• Gangguan fungsi motorik: kelemahan, atau kelumpuhan otot.
• Gangguan fungsi otonomi: kulit kering dan retak-retak.

3. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerusakan jaringan kulit.


Seseorang dinyatakan terkena kusta apabila terdapat salah satu
tanda yang ada di atas. Pada dasarnya sebgaian besar penderita
dapat di diagnosa dengan pemeriksaan klinis. Apabila hanya
ditemukan cardinal sign kedua, perlu dirujuk kepada ahli kusta
1. Kebas.
Mati rasa atau kebas yang sudah terjadi pada seluruh tubuh. Ketika
sudah kebas, ini tandanya penderita dapat berpotensi terkena cedera
tapi tidak menyadarinya. Kalau sudah begini, ini bisa semakin rentang
terhadap serangan infeksi tanpa dapat dirasakan oleh penderitanya.
2. Melemahnya otot.
Otot pun juga terkena dampaknya. Seluruh otot tubuh kemudian
menjadi cepat lemah dan tak bertenaga. Lama-kelamaan hal ini bisa
meningkat menjadi sebuah kelumpuhan di mana berdiri dan berjalan
pun sudah sangat sulit.
3. Cacat progresif.
Jenis kecacatan seperti ini berujung pada hilangnya alis, cacat di bagian
hidung, tangan, hingga kaki.
4. Kerusakan saraf secara permanen.
Semakin dibiarkan terlalu lama tanpa penanganan yang benar dan
efektif, saraf dapat rusak secara permanen. Bila sudah demikian,
kelumpuhan total adalah akibatnya dan tentu kegiatan apapun juga tak
bisa lagi kita lakukan.
1. PENGKAJIAN
 Identitas Pasien
 Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya
lesi tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang
gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi
pada organ tubuh. mengeluh adanya bercak-bercak Disertai hiperanastesi dan
odema pada ektrimitas pada bagian perifer seperti tangan,kaki dan terasa kaku
diikuti dengan peningkatan suhu tubuh
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang masa inkubasinya
diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai
penyakit morbus hansen akan tertular.
 Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Penglihatan.
2. Sistem Pernafasan.
3.. Sistem Persarafan:
4. Kerusakan Fungsi Otonom
5. Sistem Muskuloskeletal.
1. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur
otot dan kaku sendi
3. Harga diri rendah situasional
diagnosis Intervensi Rasional evaluasi

1 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai Meminimalkan risiko infeksi 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
klien lain 2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit,
meminimalkan patogen yang ada di sekeliling
2. Instruksikan pengunjung untuk mencuci faktor yang mempengaruhi penularan serta
pasien
tangan saat berkunjung dan setelah penatalaksannaannya
berkunjung mengurangi mikroba bakteri yang dapat
3. Menunjukan kemampuan untuk
3. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci menyebabkan infeksi
mencegahtimbulnya infeksi
tangan
dapat mengurangi resiko infeksi nosokomial 4. Jumlah leokosit dalam batas normal
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan agar dapat mengetahui keadaan pasien secara 5. Menunjukan perilaku hidup sehat
5. Observasi dan laporkan tanda dan gejal menyeluruh
infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri,
tumor

2 1. Monitoring vital sign sebelum atau 1. Melihat respon tubuh setelah dan 1. meningkatkan dalam aktivitas fisik Klien
sesudah latihan dan liat respon pasien sebelum latihan 2. Menggganti tujuan dari peningkatan
saat latihan 2. Memertahankan dan meningkatkan mobilitas
2. Bantu klien untuk menggunakan kekuatan otot 3. Memverbalisasikan perasaaan dalam
tongkat saat berjalan 3. Menganalisi kemampuan klien dalam meningkatkan kekuatan dari kemampuan
3. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi menggerakan anggota badannya berpindah

4. Berikan alat bantu jika klien 4. Membantu pasien dalam melakukan 4. Memperagakan pengguanana alat bantu
memerlukannya imobilitas untuk mobilisasi
3 1. Buat statement positif 1. kata-kata penguatan dapat 1. Penyesuaian psikologi :
terhadap pasien mendukung terjadinya perubahan hidup respon

2. Monitor frekuensi perilaku koping positif psikososial adaptiv

komunikasi verbal 2. penerimaan sebagai individu terhadap

pasien yang negative respon normal terhadap perubahan bermakna

apa yang terjadi dalam hidup


3. Kolaborasi dengan
sumber-sumber lain membantu perbaikan 2. Menunjukan penilaian

(petugas dinas social, 3. meningkatkan ventilasi pribadi tentang harga diri

perawat spesialis klinis, perasaan dan 3. Mengungkapkan


dan layanan memungkinkan respon penerimaan diri
keagamaan) yang lebih membantu 4. Mengatakan optimisme
pasien tentang masa depan

5. Menggunakan strategi
koping efektif

Anda mungkin juga menyukai