Anda di halaman 1dari 38

BEA PEROLEHAN HAK

ATAS
TANAH DAN BANGUNAN
( BPHTB )
Bea dan bukan Pajak….
BPHTB dinamai Bea, bukan Pajak ?

 Tidak banyak yang tahu mengapa BPHTB dinamai dengan bea dan bukan
pajak. Ternyata ada beberapa ciri khusus yang membuatnya dinamai bea.

 Ciri pertama, dalam BPHTB, saat pembayaran pajak terjadi lebih


dahulu daripada saat terutang. Contohnya, pembeli tanah bersertifikat
sudah diharuskan membayar BPHTB terutang sebelum terjadi saat
terutang (sebelum akta dibuat dan ditandatangani). Hal ini terjadi juga
dalam Bea Meterai. Siapapun pihak yang membeli meterai tempel berarti
ia sudah membayar Bea Meterai, walaupun belum terjadi saat terutang
pajak.
 Ciri kedua adalah frekuensi pembayaran bea terutang dapat
dilakukan secara insidentil ataupun berkali-kali dan tidak terikat
dengan waktu. Misalnya membeli (membayar) meterai tempel dapat
dilakukan kapan saja, demikian pula membayar BPHTB terutang. Hal ini
tentunya berbeda dengan pajak, yang harus dibayar sesuai dengan waktu
yang sudah ditentukan.

 Mengatur kewajiban pejabat yang terkait (pasal 24 UU BPHTB dan ps 11


UU BM)
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
DAN BANGUNAN (BPHTB)

Pada masa lalu diberlakukan pungutan dengan nama Bea Balik


Nama (BBN) berdasarkan Staatsblad 1924 Nomor 291,
dikenakan terhadap setiap perjanjian yang di-AKTA-kan atas :

1. Pemindahan hak atas harta tetap yang diatur dalam


KUH Perdata (Hak dengan titel Hukum Barat)
2. Peralihan harta karena hibah wasiat yang
ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat
tinggal terakhir di Indonesia
Prinsip-prinsip dasar yang dianut
UU BPHTB :

1. Self assessment, yaitu Wajib Pajak menghitung dan


menyetorkan pajak terutang dan melaporkannya ke Dinas
Pendapatan Daerah Tingkat II;
2. Tarif ditetapkan paling tinggi 5% dari nilai perolehan objek pajak
kena pajak (NPOPKP);
3. Dikenakan sanksi kepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat-
pejabat umum yang melakukan pelanggaran ketentuan atau
tidak melaksanakan kewajiban;
4. Hasil penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada
Daerah 100% untuk Daerah Tingkat II;
5. Tidak diperkenankannya ada pungutan lain atas pihak yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan sejak peraturan
BPHTB berlaku.
UU TENTANG BPHTB

1. UU No. 28 Tahun 2009, tentang


Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2010, tentang
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Berdasarkan Undang-undang
No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD:
BPHTB adalah Pajak yang dikenakan
atas Perolehan Hak atas Apa itu
Tanah dan/atau Bangunan BPHTB ???
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
DAN / ATAU BANGUNAN
( Ps.1 )

PERBUATAN atau PERISTIWA HUKUM


yang mengakibatkan diperolehnya
HAK ATAS TANAH dan/atau BANGUNAN
oleh orang PRIBADI atau BADAN.
OBJEK PAJAK
Pasal 2

PEROLEHAN HAK
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

G Pemindahan Hak
A Pemberian Hak Baru
Jenis Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Pasal 2 ayat (2)

G Pemindahan Hak, karena :


ujual beli; v tukar-menukar/tukar-tambah;
whibah (pemilik msh. Hidup);
x hibah wasiat (pemilik sdh meninggal) → tdk ada hub. waris;
5. waris(pemilik sdh meningal) → ada hub. waris;
zpemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
{pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
|penunjukan pembeli dalam lelang;
}putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10. penggabungan usaha 12. pemekaran usaha
11. peleburan usaha 13. hadiah.

A Pemberian Hak Baru, karena :


 kelanjutan pelepasan hak;
 di luar pelepasan hak.
Perolehan hak karena
WARIS dan HIBAH WASIAT
Perolehan hak karena waris adalah perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan oleh ahli waris dari pewaris,
yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

Perolehan hak karena hibah wasiat adalah perolehan


hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi
atau badan dari pemberi hibah wasiat, yang berlaku
setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia
• Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya →
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari OP atau
badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan
hukum lainnya tersebut.

• Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan → pemindahan


sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh OP
atau badan kepada sesama pemegang hak bersama.

• Penunjukan pembeli dalam lelang → penetapan pemenang


lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam
Risalah Lelang.
• Sebagai pelaksanaan dari putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari OP atau badan hukum sebagai
salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim
tersebut.

• Penggabungan usaha (merger) → Penggabungan dari dua atau lebih badan


usaha dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha
dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung

• Peleburan usaha → Penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan
cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang
bergabung tersebut

• Pemekaran usaha → Pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan


usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan
tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.
 Hadiah → Suatu perbuatan hukum berupa
penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan
yang dilakukan oleh OP atau badan hukum
kepada penerima hadiah
 Pemberi hak baru karena kelanjutan
pelepasan hak → pemberian hak baru kepada
orang pribadi atau badan hukum dari Negara
atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.
 Pemberian hak baru di luar pelepasan hak →
Pemberian hak baru atas tanah kepada orang
pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari
pemegang hak milik menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Objek Pajak
yang tidak dikenakan BPHTB
Pasal 3 ayat (1)

Objek Pajak yang diperoleh :


 perwakilan diplomatik (asas timbal balik)
 Negara untuk kepentingan umum
 badan / perwakilan organisasi internasional
 orang pribadi/badan karena konversi hak / perbuatan
hukum lain tanpa perubahan nama
 karena wakaf
 untuk kepentingan ibadah
SUBJEK PAJAK (Pasal 4)
“Orang pribadi atau badan yang memperoleh
hak atas tanah dan atau bangunan”

dikenakan kewajiban membayar pajak

Wajib Pajak
TARIF PAJAK
Pasal 5

Untuk kesederhanaan dan kemudahan


penghitungan pajak

Paling Tinggi

5%
Dasar pengenaan pajak adalah :
Nilai Perolehan Objek Pajak .
DASAR PENGENAAN
Pasal 6

Nilai Perolehan Objek Pajak


(NPOP)

Apabila harga transaksi


atau nilai pasar tidak
diketahui atau lebih rendah
Harga dari NJOP PBB
Transaksi Nilai Pasar
- jual beli - tukar-menukar NJOP PBB
- penunjukan pembeli - hibah
dlm lelang - pemberian hak baru, dll
Pasal 6 ayat (3) :

Apabila NPOP sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


huruf a sampai dengan n tidak diketahui atau lebih
rendah daripada NJOP yang digunakan dalam
pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan ,
dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.

NPOP = Rp 70.000.000,00
NJOP = Rp 75.000.000,00
Mana yang dipakai
Sebagai dasar
pengenaan ?

taofik-inc.2006
Contoh :
Wajib Pajak A membeli tanah dan bangunan dengan
harga transaksi sejumlah Rp 70.000.000,00. NJOP
PBB berdasarkan Perwali/Perbup yang tertera dalam
SPPT sebesar Rp 75.000.000,00 maka yang dipakai
sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah :

- Rp 75.000.000,00 dan
- bukan Rp 70.000.000,00.
Pasal 6 ayat (4):
Apabila NJOP PBB sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh
Walikota/Bupati.
NPOPTKP (Pasal 7)
Ditetapkan secara regional oleh Peraturan Daerah dengan mempertimbangkan
perkembangan perekonomian daerah
Min Rp300.000.000,00
dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah (ortu ke anak & anak ke ortu (ayah/ibu))
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami ke istri atau
sebaliknya

Besarnya ditetapkan
(UU No. 28 Tahun 2009):

Min Rp60.000.000,00
Dalam hal lainnya. 22
Pasal 7 :
(1). NPOP Tidak Kena Pajak ditetapkan secara
regional paling rendah Rp 60.000.000,00 ,
kecuali dalam hal perolehan hak karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat , termasuk suami/isteri,
NPOP TKP ditetapkan secara regional paling rendah
Rp 300.000.000,00.
NPOP TKP
Rp 60 juta ,-
Rp 300 juta ,-
karena Waris
Penjelasan Pasal 7 :
Ayat (1) Yang dimaksud dengan NPOP TKP ditetapkan
secara Regional adalah :

PENETAPAN NPOP TKP dilakukan oleh masing-masing


KABUPATEN / KOTA.

NPOP TKP
Contoh 1.
Pada tgl 28 Februari 2015, WP A membeli tanah yang terletak di
Kabupaten B dengan NPOP Rp 50.000.000,00. NPOPTKP utk perolehan
hak selain karena waris, hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah
wasiat, termasuk suami / isteri, untuk kabupaten B ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,00 Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan dengan
NPOP TKP , maka perolehan hak tersebut tidak terutang BPHTB.
Contoh 2.

Pada tgl 1 Juni 2015 , WP C membeli tanah dan


bangunan yang terletak di Kabupaten D dengan

NPOP Rp 100 juta ,-


NPOP TKP Rp 75 juta ,-
NPOP KP Rp 25 Juta ,-

maka perolehan hak tersebut terutang BPHTB.


Contoh 3.

Pada tgl 2 Juli 2015, WP E mendaftarkan warisan


berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota
F dengan NPOP Rp 400.000.000,00. Sedangkan
NPOPTKP untuk perolehan karena waris untuk
Kota F adalah Rp 300.000.000,00. Maka besarnya
NPOPKP adalah Rp 100.000.000,00

Sehingga terhadap perolehan hak tersebut


terutang BPHTB .
Contoh 4.

Pada tgl 14 Mei 2015, WP Y mendaftarkan hibah wasiat


dari orang tua kandung , sebidang tanah yang terletak di
Kota Z dengan NPOP sebesar Rp 250.000.000,00.
NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk
Kota Z ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00.

Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP,


maka perolehan hak tersebut tidak terutang BPHTB.
Uhu, uhu, uhu Mat! ayahku Kalo kamu daftar ke Kantor
barusan meninggal. Uhu! Pertanahan, kamu kena BPHTB
aku dapat tanah nih! 5% x (500 jt – 400 jt)
NJOPnya= Rp500 juta = Rp5 jt aja, karena NPOPTKP
di daerah kita 400 jt.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 112 TAHUN 2000
TENTANG
PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK
ATAS TANAH DAN BANGUNAN
KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN
HAK PENGELOLAAN

A dalah hak menguasai dari Negara atas tanah


yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk :
 merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah;
 menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya;
 menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada
pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
ketiga.
Besarnya BPHTB HPL
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
karena pemberian hak pengelolaan yg diterima oleh :

- Departemen,
- Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pihak-pihak
- Pemda Prop dan Kab/Kota lainnya
- Lembaga Pemerintah lainnya, dan
- PERUM Perumnas

0% 50%

dari BPHTB yang seharusnya terutang


Hem.m.m., gue dpt Hak
Pengelolaan Tanah &
Gedung Parkir, NJOPnya
Rp2 M. Hem. m .m , berarti
Gue hrs bayar BPHTB=
50% x 5% x (2M – 50 jt)
= Rp48.750.000,-

Dir.BUMD Perparkiran
Saat Pajak Terutang ( Pasal 9 )
 jual beli
 tukar-menukar
 hibah
 pemasukan dlm perseroan/
badan hukum lainnya sejak tgl dibuat
 pemisahan hak yang dan ditandatanganinya
mengakibatkan peralihan akta
 hadiah
 penggabungan usaha
 peleburan usaha
 pemekaran usaha

sejak tgl penunjukan


 lelang pemenang lelang

 putusan hakim sejak tgl putusan


pengadilan yg tetap
 waris
 hibah wasiat sejak tgl pendaftaran hak

 pemberian hak baru sbg sejak tgl diterbitkannya


kelanjutan pelepasan hak & surat keputusan
di luar pelepasan hak pemberian hak
Cara Penghitungan BPHTB (Pasal 8)

BPHTB = ( NPOP - NPOPTKP ) x Tarif

atau
bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :
BPHTB = ( NJOP - NPOPTKP ) x Tarif

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak (5%)
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya
NPOPKP adalah NPOP – NPOPTKP.
CONTOH PERHITUNGAN

Ini gue
Jual ame lu Weleh,weleh! kalo NPOPTKPnya
Rp800 jt aje! Rp75 juta, gue musti bayar :
5% x (900 jt – 75 jt)= Rp xxx jt,
gede banget ?!?!

Nih! SPPT PBBnya,


NJOP = Rp900 jt

SPPT
PBB
Pasal 9 ayat (3) :

Tempat terutang pajak adalah di wilayah

Kabupaten, Kota,
atau Provinsi yang meliputi letak Objek Pajak
Pembayaran……Pasal 10 ayat (2) :

Pajak yang terutang dibayar ke kas negara


melalui Bank Badan Usaha Milik Daerah atau
Tempat Pembayaran lain yang ditunjuk oleh Walikota
dengan Surat Setoran Pajak Daerah.

SSPD

Anda mungkin juga menyukai