Anda di halaman 1dari 10

Analisis Jurnal

Kelompok V

Ega Saputra
Meviani Murtiningsih
Maria Imelda H.Taek
Yasintha Lapu Silambi
Irma Oktavia
Meta Analisis : Faktor Yang Berhubungan Dengan Kasus Difteri Anak di Puskesmas
Bangkalan

• Penulis : Isnaniyanti Fajrin Arifin


• Alamat Jurnal : Korospondensi : Departemen Kesehatan Lingkungan
• Jenis Penelitian : Kuantitatif
INTISARI
(ABSTRAK)
• ABSTRAK
• Kasus difteri meningkat setiap tahunnya di Bangkalan Tahun 2015 sebanyak
19 kasus dengan nilai CFR 15,79% yang tersebar di 13 Kelurahan/Desa.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan
dengan kasus difteri anak di Puskesmas Bangkalan dengan desain case
control dan analisa data menggunakan komputasi komputer. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2016 dengan menggunakan
panduan kuesioner, wawancara, observasi, dan pengukuran. Jumlah sampel
sebanyak 48 responden dengan jumlah kasus sebanyak 8 dan jumlah kontrol
sebanyak 40. Variabel yang diteliti adalah karakteristik (umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan), status imunisasi DPT, dan kondisi lingkungan
fisik rumah. Hasil penelitian tentang analisis karakteristik (tingkat
pendidikan), status imunisasi DPT berhubungan dengan tingginya kasus
difteri anak. Dan variabel yang paling dominan adalah satus imunisasi DPT
dengan nilai (p value = 0,0037; OR = 4,667). Disarankan petugas
kesehatan khususnya bidan desa bekerjasama dengan kader perlu
meningkatkan perannya sebagai educator dan conselor dalam memberikan
informasi kepada masyarakat berupa penyuluhan kepada masyarakat
Pengertian Difteri
• Difteri adalah penyakit akibat infeksi bakteri pada membran
mukosa hidung dan tenggorokan. Difteri merupakan penyakit serius,
namun saat ini sudah jarang ditemukan karena adanya vaksin difteri.
Sebesar 10% penderita difteri dapat meninggal akibat penyakit ini.
Gejala Difteri
Pada difteri, terjadi infeksi dan peradangan pada selaput hidung dan tenggorokan
yang menimbulkan gejala nyeri tenggorokan, serak, demam, hidung berair, serta
pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Tanda klinis yang khas pada penyakit
ini adalah adanya lapisan tebal keabuan yang meliputi dinding belakang
tenggorokan. Lapisan ini dapat menghalangi jalan napas sehingga penderita
mengalami kesulitan bernapas; penderita merasa sesak napas atau bernapas cepat.
Gejala – gejala ini timbul 2 – 5 hari setelah terinfeksi bakteri. Pada orang tertentu,
infeksi difteri hanya menimbulkan gejala ringan atau tidak menimbulkan gejala
(karier difteri). Karier difteri ini dapat menularkan penyakit meskipun tidak merasa
sakit. Difteri juga dapat menyebabkan infeksi pada kulit (difteri kutan) yang
menimbulkan gejala luka yang diselimuti membran keabuan, disertai kemerahan
dan nyeri. Bakteri ini dapat menghasilkan racun (toksin) yang menyebar dalam
aliran darah ke organ lain sehingga jika tidak diobati, difteri dapat menyebabkan
kerusakan otot jantung dan sel saraf. Kematian akibat difteri umumnya disebabkan
sumbatan jalan napas karena lapisan tebal di tenggorokan atau karena kerusakan
sel saraf yang mengatur pernapasan.
Penyebab Difteri
• Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae yang berkembang
pada membran mukosa tenggorokan. Difteri dapat ditularkan melalui beberapa
cara, antara lain melalui udara dan barang yang terkontaminasi. Saat penderita
bersin atau batuk, droplet liur dapat tersebar di udara dan terhirup orang lain.
Selain itu, orang dapat terkena difteri melalui tisu bekas penderita, minum dari
gelas penderita, atau benda lain yang mengandung cairan dari hidung atau
tenggorokan penderita. Difteri kulit dapat menular melalui sentuhan pada luka
yang terbuka. Penderita difteri yang tidak diobati dapat menularkan orang lain
sampai 6 minggu setelah terinfeksi, meskipun sudah tidak bergejala. Penderita
yang telah mengalami difteri tidak menjadi kebal terhadap bakteri ini. Faktor
risiko menderita difteri antara lain anak dan orang dewasa yang belum
diimunisasi difteri atau belum mendapatkan imunisasi ulangan; penderita
gangguan sistem imun; orang yang tinggal di tempat padat dan kumuh, dan orang
yang berpergian ke daerah dengan tingkat difteri yang tinggi.
Pengobatan Difteri
• Pengobatan penderita difteri terutama adalah menjaga keutuhan
jalan napas, seperti pemasangan jalan napas buatan (intubasi) dan
pemberian antibiotik yang sesuai (Penisilin atau Eritromisin).
Pemberian antibiotik dapat mengurangi kemungkinan penularan.
Selain itu, toksin dinetralisasi dengan pemberian anti-toksin difteri
sesegera mungkin setelah penderita dicurigai mengalami difteri.
Penderita difteri sebaiknya dirawat inap di rumah sakit dan diisolasi
agar tidak menjadi sumber penularan.
Kekuatan Jurnal
• Judulnya menarik, pendahuluannya detail
• Referensi yang diambil banyak
• Abstraknya lengkap, mulai dari tujuan penelitian. Metode penelitian,
hasil penelitian, dan kesimpulan penelitian.
Peluang
• Difteri pada umumnya lebih banyak menyerang pada usia anak 5-7
tahun.
• Difteri pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa factor risiko seperti
status gizi anak, status imunisasi yang tidak lengkap, serta adanya
riwayat kontak dengan si penderita.

Anda mungkin juga menyukai