Anda di halaman 1dari 34

EPILEPSI

Disusun Oleh :
Kelas S1.V.A
Citra Ramadhani (1301016)
Fakriyah Aulia (1501015)
Okla Elfitri (1501035)
Mardiah Novita (1501028)
Raesa Tartilla (1501031)

Dosen Pembimbing : Fina Aryani M.Farm.,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
2017
DEFINISI

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang


berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Jenis-Jenis / Macam-Macam Tipe Penyakit Epilepsi :

A. Epilepsi Umum B. Epilepsi Parsial (Sebagian)

1. Epilepsi Petit Mal 1. Epilepsi Parsial Sederhana


2. Epilelpsi Grand Mal 2. Epilepsi Parsial Kompleks
3. Epilepsi Myoklonik
Epilepsi Umum
• jenis yang jarang terjadi
• umumnya hanya terjadi pada masa
anak-anak atau awal remaja
• penderita tiba-tiba melotot, atau
matanya berkedip-kedip, dengan
Abscense attacks kepala terkulai
• kejadiannya cuma beberapa detik,
= petit mal dan bahkan sering tidak disadari
• merupakan bentuk paling banyak terjadi
• pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas
terengah-engah, keluar air liur
• bisa terjadi sianosis, ngompol, atau
menggigit lidah
Tonic-clonic • terjadi beberapa menit, kemudian
convulsion = diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala
atau tidur
grand mal
• Epilepsi myoklonik Juvenil adalah
epilepsi yang mengakibatkan
terjadinya kontraksi singkat pada satu
atau beberapa otot mulai dari yang
ringan tidak terlihat sampai yang
menyentak hebat seperti jatuh tiba-
Epilepsi tiba, melemparkan benda yang
dipegang tiba-tiba, dan lain
Myoklonik Juvenil sebagainya.
Epilepsi Parsial (Sebagian)

• Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai


hilang kesadaran dengan gejala kejang-kejang, rasa kesemutan
atau rasa kebal di suatu tempat yang berlangsung dalam
1. Epilepsi Parsial hitungan menit atau jam.
Sederhana

• Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan


kesadaran yang dimulai dengan gejala parsialis sederhana namun
ditambah dengan halusinasi, terganggunya daya ingat, seperti
2. Epilepsi Parsial bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya.Epilepsi jenis ini bisa
menyebabkan penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata
Kompleks sesuatu yang diulang-ulang, dan lain sebagainya (otomatisme).
Epidemiologi Epilepsi

 Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di


dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi
menyerang 70 juta dari penduduk dunia (Brodie et al., 2012).
 Di Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penderita
epilepsi baru 250.000 per tahun. Dari berbagai studi diperkirakan
prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2
per 1000 penduduk.
 Data Dinas Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2012 menunjukkan kasus
cedera intrakranial pada anak usia 1-14 tahun sebanyak 86 kasus,
persalinan macet sebanyak 256 kasus, persalinan dengan penyulit gawat
janin 112 kasus, penyulit kehamilan dan persalinan lainnya 1389 kasus,
dan cedera lahir 14 kasus. Kasus-kasus di atas adalah termasuk faktor
predisposisi terjadinya epilepsi pada anak.
 Pekanbaru selama tiga tahun terakhir, yaitu tahun 2010 tercatat 47 orang,
tahun 2011 sebanyak 45 orang, tahun 2012 tercatat sebanyak 70 orang
dan 43 orang diantaranya adalah anak-anak.
Etiologi Epilepsi
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik,
bakteri.
• trauma lahir
• trauma kepala
• tumor otak
• stroke
• cerebral edema
• Hypoxia
• Keracunan
• gangguan metabolic
• infeksi.
Patofisiologi Epilepsi
Prognosis Epilepsi
 Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah
dengan obat-obatan.
 sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat
berhenti minum obat.
 Dua puluh satu prognosis epilepsi dihubungkan dengan
terjadinya remisi serangan baik dengan pengobatan maupun
status psikososial, dan status neurologis penderita.
 Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 tahun
bebas serangan (kejang) dengan terapi. Pada pasien yang
telah mengalami remisi 2 tahun harus dipertimbangkan
untuk penurunan dosis dan penghentian obat secara berkala.
Gejala dan Tanda

Kejang Parsial

Kejang parsial ini dibagi lagi menjadi dua kategori,


yaitu:
1. Kejang parsial simpel ditandai dengan tidak
hilangnya kesadaran penderita saat kejang terjadi.
2. kejang parsial komplek memengaruhi kesadaran
penderita sehingga dia terlihat seperti bingung atau
setengah sadar selama beberapa saat.
Kejang Umum

Gejala-gejala yang bisa terjadi saat seseorang terserang kejang umum:


1. Mata yang terbuka saat kejang.
2. Kejang tonik. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa
diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak
sama sekali. Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan punggung
berkedut.
3. Kejang atonik. Otot tubuh tiba-tiba menjadi rileks sehingga penderita
jatuh tanpa kendali.
4. Kejang klonik. Gerakan menyentak ritmis yang biasanya menyerang otot
leher, wajah dan lengan.
5. Penderita epilepsi kadang-kadang mengeluarkan suara-suara atau
berteriak saat mengalami kejang-kejang.
6. Mengompol.
7. Kesulitan bernapas untuk beberapa saat sehingga badan terlihat pucat atau
bahkan membiru.
8. Dalam sebagian kasus, kejang menyeluruh membuat penderita benar-
benar tidak sadarkan diri.
9. Setelah sadar, penderita terlihat bingung selama beberapa menit atau jam.
Penatalaksanaan Terapi
faktor-faktor atau kondisi-kondisi yang mempengaruhi dan perlu
dipertimbangkan, yakni:
1. Diagnosa.
2. Risiko bangkitan ulang setelah kejang pertama.
3. Etiologi; adanya lesi struktural otak atau epilepsi sim tomatik, idiopatik
atau kriptogenik.
4. Elektroensefalogram.
5. Umur; risiko ulang lebih besar pada usia di bawah 16 tahun atau di
atas 60 tahun.
6. Tipe kejang.
7. Jenis, waktu dan frekuensi bangkitan.
8. Jenis epilepsi; beberapa sindroma epilepsi benigna mempunyai
prognosis yang baik tanpa terapi, dan tidak memerlukan terapi jangka
panjang.
9. Kepatuhan berobat; keputusan untuk memberi pengobatan perlu
dipertimbangkan kembali pada semua keadaan dimana kepatuhan
berobat diragukan.
10. Bangkitan reflektoris dan bangkitan simtomatik akut; kadang-kadang
bangkitan timbul hanya pada keadaan spesifik atau oleh adanya
pemicu terrtentu (misal fotosensitif, kelelahan, alkohol).
Tatalaksana Terapi

• Amati faktor pemicu


Non • Menghindari faktor pemicu (jika ada),
misalnya : stress, OR, konsumsi kopi
farmakologi atau alkohol, perubahan jadwal tidur,
terlambat makan, dll.

• menggunakan obat-obat antiepilepsi

Farmakologi
Obat-obat Anti Epilepsi

Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori
• fenitoin, GABAergik:
• karbamazepin,
• lamotrigin, • agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi
• okskarbazepin, inhibitori dgn mengaktifkan kerja reseptor GABA
• valproat • contoh: benzodiazepin, barbiturat
• menghambat GABA transaminase  konsentrasi
GABA meningkat contoh: Vigabatrin
• menghambat GABA transporter  memperlama
aksi GABA  contoh: Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan
cerebrospinal pasien  mungkin dg menstimulasi
pelepasan GABA dari non-vesikular pool
• contoh: Gabapentin
Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsinya
Kejang Umum (generalized seizures)
Kejang
parsial Tonic-clonic Abscense Myoclonic,
atonic
Drug of Karbamazepin Valproat Etosuksimid Valproat
choice Fenitoin Karbamazepin Valproat
Valproat Fenitoin

Alternatives Lamotrigin Lamotrigin Clonazepam Klonazepam


Gabapentin Topiramat Lamotrigin Lamotrigin
Topiramat Primidon Topiramat
Tiagabin Fenobarbital Felbamat
Primidon
Fenobarbital
ALGORITMA Diagnosa positif
TATALAKSANA
EPILEPSI Mulai pengobatan dg satu AED
Pilih berdasar klasifikasi kejang
dan efek samping

Ya Sembuh ? Tidak

Efek samping dapat ditoleransi ? Efek samping dapat ditoleransi ?

Ya Tidak Ya Tidak

Tingkatkan dosis Turunkan dosis


Kualitas hidup Turunkan dosis Tambah AED 2
optimal ?

Pertimbangkan,
Sembuh?
Ya Tidak Hentikan AED1
Atasi dg tepat Tetap gunakan Ya Tidak
AED2
Lanjutkan
terapi
lanjut
lanjut
Lanjutan

Lanjutkan Tidak sembuh


terapi
Efek samping dapat ditoleransi ?
Tidak kambuh
Selama > 2 th ? Tidak Ya

ya tidak Hentikan AED yang tdk efektif, Tingkatkan dosis


Tambahkan AED2 yang lain AED2, cek interaksi,
Cek kepatuhan
Hentikan Kembali ke
pengobatan Assesment Sembuh ?
awal
Ya Tidak

Lanjutkan terapi Rekonfirmasi diagnosis,


Pertimbangkan pembedahan
Atau AED lain
KASUS
An. DR usia 19 tahun, 50 kg, tiba-tiba jatuh saat
dikamarnya, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur.
Kejang terjadi hanya beberapa menit, kemudian merasa
lemah dan kebingungan. An.DR sudah tidak mengkonsumsi
Dilantin 400 mg/hari sejak dua tahun terakhir. An. DR kembali
ke dokter yang merawatnya dan diresepkan Dilantin dengan
dosis 100 mg 3 x sehari.
• Riwayat penyakit dahulu : Epilepsi semenjak usia 10 tahun,
sejak dua tahun terakhir putus obat. Sering mengeluhkan
pusing kepala. An. DR juga merupakan penderita asma.
• Riwayat pengobatan : Symbicort 2dd 2 puff.
Hasil pemeriksaan fisik :
• TD : 108/68 mmHg
• T : 36,8ºC
• P : 21 x/menit
• N : 80 x/menit
Pemeriksaan laboratorium :
• KGDS : 110 mg/dL
• LDL : 100 mg/dL
• HDL : 80 mg/dL
• Trigliserida : 150 mg/dL
Analisis Kasus dengan metode SOAP

Subjektif
Subjektif
Nama Pasien : An. DR
Umur : 19 tahun
Berat Badan : 50 kg
Keluhan :
• Tiba-tiba jatuh saat dikamarnya, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur. Kejang terjadi
hanya beberapa menit, kemudian merasa lemah dan kebingungan.
Riwayat Penyakit :
• Pasien memiliki riwayat penyakit epilepsi sejak usia 10 tahun dan sudah putus obat sejak 2
tahun.
• Pasien merupakan penderita asma
• Pasien mengeluh sering pusing kepala
Riwayat Pengobatan :
• Pasien pernah mengkonsumsi Dilantin 400 mg/hari namun sudah berhenti sejak dua tahun
terakhir.
• Pasien pernah menggunakan Symbicort 2dd 2 puff.
Objektif
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Tekanan darah 108/68 mmHg 120/80 mmHg

Suhu tubuh 36,8ºC 36-37 ºC


Pernafasan 21 x/menit 15-24 x/menit

Nadi 80 x/menit 60-100 x/menit

KGDS (Kadar Gula Darah Sesaat) 110 mg/dL 70-200 mg/dL

LDL (Low Density Lipoprotein) 100 mg/dL >60 mg/dL

HDL (High Density Lipoprotein) 80 mg/dL <100 mg/dL

Trigliserida 150 mg/dL <150 mg/dL


Assessment

 Pasien memiliki riwayat penyakit epilepsi dan asma


 Pasien tiba-tiba terjatuh di kamarnya

Plan

 Pasien harus patuh mengkonsumsi obat epilepsi


 Perbaikan pola hidup, seperti : pengaturan diet, pola makan, dan
olahraga teratur.
 Pasien harus menghindari faktor pencetus kambuhnya asma, seperti:
dingin, debu dan stress
 Mengendalikan kejang menggunakan monoterapi, tanpa
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan
Goals

 Tercapainya kualitas hidup optimal, sesuai dengan perjalanan


penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang
dimilikinya
 Mencegah kekambuhan epilepsi
 Mengobati asma
Pemilihan Obat Rasional

Pemilihan obat rasional dilakukan dengan menganalisis obat-obat yang


digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien,
tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4H 1W).

Tepat Indikasi

Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan

Fenitoin Epilepsi semua Inaktivasi kanal Na Tepat indikasi


jenis kecuali sehingga menurunkan
petit mal dan kemampuan syaraf
status untuk menghantarkan
epileptikus muatan listrik
Tepat Obat

Nama Obat Alasan sebagai drug of choice Keterangan

Fenitoin Merupakan OAE yang pernah Tepat obat


digunakan oleh pasien dan digunakan
untuk terapi pemeliharaan dan
pengontrolan
Tepat Pasien
Nama Obat Kontra Indikasi Keterangan
Fenitoin Hipersensitif dengan Tepat pasien tidak
fenitoin ada riwayat alergi
Tepat dosis

Nama Obat Dosis Dosis yang Keterangan


Standar diberikan

Fenitoin 200-300 300 mg/hari Tepat dosis


mg/hari
Waspadai efek samping obat

Nama Obat Efek Samping Obat Saran


Fenitoin Nyeri kepala, anemia, insomnia, Beristirahat yang cukup dan
ruam, akne demam efek hematologic jangan melakukan aktivitas
diluar rumah. Untuk
mengatasi demam yang bila
timbul dapat diberikan
ibuprofen syrup. Dan
berikan vit B complex jika
efek samping fenitoin
anemia terjadi.
Evaluasi Obat Terpilih
Dilantin

Dilantin adalah sediaan yang mengandung Na fenitoin dosis 100 mg;


50 mg/ml (ISO Vol. 49 hal. 83)

Dosis tinggi fenitoin oral (≥300 mg) memiliki risiko 29 kali lebih
tinggi mengalami hiperplasia gingiva dibandingkan dengan dosis
<300 mg, sedangkan lama pemberian fenitoin tidak merupakan
faktor risiko terhadap kejadian hiperplasia ginggiva.

Fenitoin merupakan salah satu obat yang efektif mengobati kejang


akut dan SE. Obat ini sangat efektif pada manajemen epilepsi
kronik, khususnya pada kejang umum sekunder dan kejang parsial.
Keuntungan utama fenitoin adalah efek sedasinya yang minim.
Gangguan daya ingat dialami 46% pasien epilepsi anak. Lama
pengobatan lebih dari dua tahun berpengaruh terhadap terjadinya
gangguan daya ingat pada pasien epilepsi anak.
Dari 49 penderita epilepsi yang diteliti, penderita wanita merupakan
yang terbanyak. Usia yang terbanyak adalah usia muda. Setelah
melakukan serangkaian analisis, didapatkan hubungan yang
bermakna antara pemakaian obat antiepilepsi dengan densitas
mineral tulang pada wanita (p<0,05), sedangkan kadar alkali
fosfatase darah tidak berhubungan dengan pemakaian obat. Pada
penderita pria, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara
pemakaian obat antiepilepsi dengan densitas mineral tulang maupun
kadar alkali fosfatase darah, meskipun dalam temuan di lapangan
terdapat penurunan densitas tulang.
Monitoring dan Follow Up
– Monitoring efek samping obat
– Monitoring fungsi hati
– Monitoring tekanan darah
– Monitoring EEG
– Monitoring konsentrasi obat dalam darah dan perkembangan dari
bangkitan epilepsi
– Analisis darah lengkap, kadar elektrolit dan urea, kalsium,
glukosa pembekuan darah, dan jika mungkin kadar obat epilepsi
dalam darah.
KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)

 Beritahu orangtua agar dapat memberikan makanan yang tidak


menyebabkan kenaikan berat badan pada anak, seperti makanan
yang banyak mengandung lemak.
 Sarankan kepada orangtua agar anaknya tidak terlalu kecapean, dan
tidur yang cukup.
 Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungking
dalam jangka waktu pendek.
 Jika terjadi kambuhan SE segera hubungi dokter.
 Berikan informasi kepada orang tua pasien seputar ESO yang
potensial terjadi.
 Jangan berikan obat melebihi dosis yang ditentukan.
 Jangan mengganti sediaan obat ataupun dosis tanpa sepengetahuan
dokter.

Anda mungkin juga menyukai