PROBLEM PELAKSANAAN

LATAR BELAKANG
 LOCAL ACCOUNTABILITY, POLITICAL EQUITY DAN LOCAL
RESPONSIVENESS MENJADI PERTARUHAN DI SETIAP DAERAH, DAN
MENJADI TOLOK UKUR UNTUK MELIHAT SEJAUHMANA PEMERINTAHAN
DI DAERAH BERJALAN. (SMITH & DAHL)
 UNTUK MEMPERKUAT DEMOKRASI DI TINGKAT LOKAL, PILKADA
SERENTAK MERUPAKAN MEKANISME UNTUK MELAHIRKAN
PEMERINTAHAN DAERAH YANG MAMPU MENCIPTAKAN AKUNTABILITAS
DI DAERAHNYA, KESETARAAN HAK WARGA DALAM BERPOLITIK SERTA
BAGI PENGUATAN DEMOKRASI LOKAL.
 PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK BERAWAL DARI PENETAPAN PERPU
NO. 1 TAHUN 2014, KEMUDIAN MENJADI UU NO. 1 TAHUN 2015 DAN
DIREVISI MENJADI UU NO. 8 TAHUN 2015

 GELOMBANG I PILKADA SERENTAK (9 DESEMBER 2015), DARI RENCANA

269 DAERAH (9 PROV, 224 KAB & 36 KOTA), TEREALISASI 264 DAERAH.
TERDAPAT 5 DAERAH YANG TERTUNDA AKIBAT TERBITNYA PUTUSAN
PENGADILAN TINGGI TUN (KOTA PEMATANG SIANTAR, KAB.
SIMALUNGUN, PROV KALTENG, KOTA MANADO DAN KAB. FAKFAK).
 LATAR BELAKANG (lanjutan)

 TERDAPAT 3 (TIGA) DAERAH (KAB. TASIKMALAYA, KAB. BLITAR, KAB

TIMOR TENGAH UTARA) YG SEMPAT DITUNDA KARENA HANYA ADA
PASANGAN CALON TUNGGAL (BELUM DIATUR DLM UU 8/2015), DAN
BISA DILAKSANAKAN SETELAH ADA PUTUSAN DARI MAHKAMAH
KONSTITUSI

 JADWAL PILKADA SERENTAK (SESUAI UU NO.8 /2015)

1. Gelombang pertama dilaksanakan Desember 2015 (untuk yang
akhir masa jabatan 2015 dan semester pertama tahun 2016),
2. Gelombang kedua dilaksanakan Februari 2017 (untuk yang akhir
masa jabatan semester kedua tahun 2016 dan seluruh yang akhir
masa jabatan 2017),
3. Gelombang ketiga dilaksanakan Juni 2018 (untuk yang akhir masa
jabatan tahun 2018 dan akhir masa jabatan 2019)
4. Serentak Nasional dilaksanakan tahun 2027.
 LATAR BELAKANG (lanjutan)

 POINT-POINT PERUBAHAN DAN PENEKANAN KEMBALI PASAL DALAM UU

NO. 1 / 2015, MENJADI UU NO. 8 / 2015
1. Penguatan pendelegasian tugas kepada KPU dan Bawaslu sebagai
penyelenggara pemilihan
2. Syarat pendidikan kepala daerah/wakil kepala daerah paling
rendah SLTA atau sederajat,
3. Syarat usia gubernur tetap paling rendah 30 tahun dan
bupati/wali kota berusia paling rendah 25 tahun,
4. Tahapan uji publik dihapus
5. Syarat dukungan penduduk untuk calon perseorangan dinaikkan
3,5%
6. Pembiayaan pilkada dari APBD didukung APBN
7. Ambang batas kemenangan 0 (nol) %, yang berarti satu putaran
 LATAR BELAKANG (lanjutan)

 POINT-POINT PERUBAHAN DAN PENEKANAN KEMBALI PASAL DALAM

UU NO. 1 / 2015, MENJADI UU NO. 8 / 2015 (LANJUTAN)
8. Tentang sengketa hasil pemilihan disepakati dilakukan oleh
Mahkamah Konstitusi (MK), sebelum terbentuk lembaga khusus
9. Pengajuan pencalonan dilakukan berpasangan, secara paket
dalam pemilihan secara langsung oleh rakyat,
10. Tentang penjabat kepala daerah, disepakati bahwa akan diisi oleh
pejabat Aparatur Sipil Negara, yaitu bagi penjabat gubernur oleh
pejabat tinggi madya, dan untuk penjabat bupati wali kota oleh
pejabat tinggi pratama,
11. Tentang tambahan syarat calon kepala daerah yang terkait syarat
tidak pernah dipidana, disepakati bahwa rumusannya disesuaikan
dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang
tercantum dalam rumusan perpu,
12. Tentang jumlah pasangan atau jumlah wakil kepala daerah sangat
terkait dengan apakah paket atau tidak paket, yaitu asal
disepakati pasangan calon dengan satu wakil kepala daerah.
 RUMUSAN MASALAH
 PENYELENGGARAAN PILKADA SERENTAK PADA TANGGAL 9 DESEMBER
2015 TELAH BERJALAN DENGAN LANCAR DAN DAMAI, DARI SISI
PEMUNGUTAN SUARA. NAMUN, PASCA PEMUNGUTAN DAN
PENGHITUNGAN SUARA BERBAGAI PROBLEMATIKA MUNCUL DI
PERMUKAAN, BAIK ITU SIFATNYA LOKALISTIK DI BEBERAPA DAERAH,
MAUPUN YANG BERSIFAT NASIONAL/STRATEGIS .
 PROBLEM PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK SECARA GARIS BESAR
MELIPUTI :
1. Skema atau format pemilihan kepala daerah yang masih
memberikan peluang terjadinya politik transaksional,
2. Kapabilitas dan akuntabilitas calon yang masih kalah oleh faktor
elektabilitas dan popularitas,
3. Penetapan calon dan mekanisme kandidat masih secara oligarkis
oleh ketua umum ataupun pimpinan parpol,
4. Fenomena pasangan calon tunggal dalam pilkada serentak, yang
tidak/belum diatur oleh undang-undang pilkada,
5. Fenomena anggaran penyelenggaraan pilkada serentak yang
belum didukung dengan pengaturan secara teknis penggunaan
anggaran pilkada, baik melalui APBD maupun APBN
 ANALISIS
1. FORMAT PILKADA MASIH MEMBERI CELAH POLITIK
TRANSAKSIONAL
 FORMULA PENCALONAN (PASAL 40 UU 8/2015) NAIK
DARI 15 % KURSI/PEROLEHAN SUARA MENJADI 20 %
KURSI ATAU 25 % PEROLEHAN SUARA.
 AGAR BERPELUANG MEMENANGI PILKADA,
UMUMNYA PASLON DIUSULKAN OLEH GABUNGAN
PARTAI POLITIK / KOALISI PARPOL
 SEBELUM KOALISI DIBANGUN, MAKA TRANSAKSI
POLITIK DIANTARA MEREKA HARUS SUDAH DISEPAKATI
TERLEBIH DAHULU.
 KESEPAKATAN TSB DIANTARANYA ADALAH BIAYA
PENCALONAN PILKADA, SEHINGGA KETIKA TERPILIH
AKAN MENGEMBALIKAN HUTANG MATERI YANG
TELAH DIKELUARKAN
 FAKTA : KEMENDAGRI MENCATAT SELAMA 2005-2014
TERDAPAT 328 KDH TERSANGKUT HUKUM, 80 %
KARENA KORUPSI
 TIDAK ADA SANKSI PIDANA BAGI SIAPA SAJA
(ORANG/BADAN) YANG TERLIBAT DALAM JUAL BELI
DUKUNGAN PARPOL
 TIDAK ADA SANKSI PIDANA UNTUK JUAL BELI
PERAHU PARTAI, JUGA UNTUK JUAL BELI SUARA
(POLITIK UANG)
 HAL TSB MEMBUAT SETIAP CALON
MENGHALALKAN SEGALA CARA UNTUK
MEMENANGI PILKADA
 DALAM CONTOH KASUS BUPATI OGAN ILIR,
MELIHAT REKAM JEJAKNYA, PATUT DIDUGA
MELAKUKAN POLITIK TRANSAKSIONAL.
WALAUPUN YBS DITANGKAP KARENA
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
 FAKTA : HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM OLEH
BNN, YBS SUDAH SANGAT LAMA MENGKONSUMSI
NARKOBA, DAN HASILNYA SUDAH DIATAS AMBANG
MAKSIMAL. TETAPI LOLOS TES KESEHATAN CALON
KDH (PASAL 7 UU 8/2015).
2. KAPABILITAS DAN AKUNTABILITAS CALON KALAH
OLEH FAKTOR ELEKTABILITAS DAN POPULARITAS

 ELEKTABILITAS DAN POPULARITAS SUDAH MENJADI

RUMUS UMUM UNTUK MEMENANGI PILKADA.
 MASYARAKAT LEBIH MEMILIH CALON YANG DIKENAL,
DISUKAI, PUBLIK FIGUR, GAGAH, WIBAWA,
GANTENG/CANTIK, DLL. TANPA MEMANDANG
KAPABILITAS DAN AKUNTABILITAS SI CALON TSB.
SEHINGGA MUNCUL CALON TANPA LATAR BELAKANG
PENDIDIKAN POLITIK YG JELAS, SUKSES MEMENANGI
PILKADA
 WALAUPUN ADA PULA CALON TERSEBUT YANG
MEMENUHI UNSUR KAPABILITAS DAN AKUNTABILITAS
 FAKTA : CALON TSB, KETIKA TERPILIH DAN MENJABAT
PIMPINAN DAERAH, PERLU PENYESUAIAN LAGI DALAM
LINGKUNGAN PEMDA, TERLIHAT DR CARA BERPAKAIAN
DAN BERPERILAKU YANG TIDAK LAZIM.
3. PENETAPAN CALON

 PENETAPAN CALON DALAM PILKADA SERENTAK, MASIH SECARA OLIGARKIS

OLEH KETUA UMUM / PIMPINAN PARPOL,
 KETIKA CALON YANG DI USUNG BERASAL DARI LUAR PARPOL TSB,
BERIMPLIKASI TIDAK SELALU BERBANDING LURUS DENGAN APA YANG
DIKEHENDAKI KONSTITUENNYA,
 DILAIN PIHAK, APABILA ADA CALON TANPA RESTU DARI PIMPINAN
PARPOLNYA, TETAPI TETAP INGIN BERKOMPETISI DI PILKADA, MAKA YBS
BERHENTI DARI KEANGGOTAAN PARPOLNYA DAN BERPINDAH PADA PARTAI
YANG MENGUSUNGNYA MENJADI CALON,
 CONTOH KASUS : SAAN MUSTOPA, KADER PARTAI DEMOKRAT YANG TIDAK
MENDAPAT RESTU DARI SBY, TETAPI NGOTOT IKUT PILKADA KARAWANG,
AKHIRNYA DIPECAT DARI PENGURUS DPP PARTAI DEMOKRAT DAN
ANGGOTA DPR PINDAH MENJADI KETUA DPW NASDEM PROVINSI JAWA
BARAT. PADA SAAT PENCALONANNYA DIUSUNG OLEH PARTAI NASDEM,
GOLKAR DAN GERINDRA
 HASILNYA, SAAN MUSTOPA KALAH DALAM PILKADA KARAWANG DARI
CALON YANG DIRESTUI OLEH SBY DARI PARTAI DEMOKRAT (CELLICA
NURRACHADIANA).
4. FENOMENA CALON TUNGGAL
 TERDAPAT 3 (TIGA) DAERAH YANG PADA TAHAP PENCALONAN HANYA
TERDAPAT CALON TUNGGAL (KAB. TASIKMALAYA, KAB. BLITAR, KAB. TIMOR
TENGAH UTARA), YANG TERANCAM TIDAK IKUT PILKADA SERENTAK 9
DESEMBER 2015. NAMUN MK MENGABULKAN PERMOHONAN UJI MATERIL
SOAL CALON TUNGGAL DALAM UU 8/2015, DAN MEMPERBOLEHKAN
KETIGA DAERAH TSB MELAKSANAKAN PILKADA SERENTAK 9 DESEMBER
2015
 DALAM PERTIMBANGANNYA, HAKIM KONSTITUSI MENILAI BAHWA
UNDANG-UNDANG MENGAMANATKAN PILKADA SEBAGAI PELAKSANAAN
KEDAULATAN RAKYAT UNTUK MEMILIH KEPALA DAERAH SECARA
LANGSUNG DAN DEMOKRATIS. DENGAN DEMIKIAN, PEMILIHAN KEPALA
DAERAH HARUS MENJAMIN TERWUJUDNYA KEKUASAAN TERTINGGI DI
TANGAN RAKYAT.
 SELAIN ITU, MK MENIMBANG PERUMUSAN NORMA UU 8/2015, YANG
MENGHARUSKAN ADANYA LEBIH DARI SATU PASLON TIDAK MEMBERIKAN
SOLUSI, YANG MENYEBABKAN KEKOSONGAN HUKUM. HAL ITU DAPAT
BERAKIBAT PADA TIDAK DAPAT DISELENGGARAKANNYA PILKADA.
SEHINGGA, SYARAT MENGENAI JUMLAH PASLON BERPOTENSI
MENGANCAM KEDAULATAN DAN HAK RAKYAT UNTUK MEMILIH.
5. FENOMENA ANGGARAN PILKADA

 DALAM UU 8/2015 TDK BEGITU JELAS MENGATUR BENTUK KEGIATAN

YANG DIANGGARKAN MELALUI APBN. SEHINGGA PERLU DIPERJELAS
MELAUI PP (PASAL 166 AYAT (2)), YG SAMPAI SAAT INI BELUM TERBIT
 BELUM ADA PENGATURAN TEKNIS PENDANAAN PILKADA MELALUI
APBD, IMPLIKASINYA PERENCANAAN ANGGARAN MENJADI TIDAK
TEPAT, SEHINGGA BANYAK DAERAH YANG MENAIKKAN ANGGARAN
PILKADANYA CUKUP BESAR
 JUGA DI SEJUMLAH DAERAH MENJELANG PILKADA BELUM MENANDA
TANGANI NASKAH PERNJANJIAN HIBAH DAERAH (NPHD)
 TERDAPAT 10 (SEPULUH) TEMUAN BPKRI PADA KOMISI PEMILIHAN
UMUM DALAM AUDIT PILKADA SERENTAK 2015, YANG DIANTARANYA
MENYANGKUT ANGGARAN PILKADA SERENTAK.
 KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN

 PROSES PELAKSANAAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2015 TELAH

DILAKSANAKAN PADA TANGGAL 9 DESEMBER 2015 BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN
GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
 PENTINGNYA PILKADA SERENTAK DIMUNGKINKAN UNTUK
MENDAPATKAN PIMPINAN DAERAH YANG MEMILIKI KAPABILITAS
DAN AKUNTABILITAS SERTA UNTUK MENCIPTAKAN STABILITAS
POLITIK DAN EFEKTIVITAS PEMERINTAHAN DI TINGKAT LOKAL,
SELAIN ITU, PILKADA SERENTAK YANG MULAI BERGULIR
DIHARAPKAN DAPAT TERUS MEMPERKOKOH UPAYA
MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI TINGKAT LOKAL (DAERAH)
 PASCA PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN SUARA BERBAGAI
PROBLEMATIKA PENYELENGGARAAN PILKADA SERENTAK MUNCUL
DI PERMUKAAN, BAIK ITU SIFATNYA LOKALISTIK DI BEBERAPA
DAERAH, MAUPUN YANG BERSIFAT NASIONAL/STRATEGIS YANG
MEMERLUKAN PENANGANAN YANG LEBIH SERIUS DARI
PEMERINTAH
2. SARAN
 PERLUNYA REVISI UU NO. 8 / 20015, DIANTARANYA PENGATURAN
PENETAPAN PASANGAN CALON YANG TIDAK MEMBERIKAN
RUANG TERJADINYA POLITIK TRANSAKSIONAL, POLITIK UANG,
DAN SEJENISNYA, PENGATURAN YANG JELAS APABILA TERJADI
PASANGAN CALON TUNGGAL, JUGA PENGATURAN YANG JELAS
TERHADAP PENGGUNAAN ANGGARAN PILKADA SERENTAK, BAIK
YANG BERSUMBER DARI APBD MAUPUN APBN DALAM BENTUK
PERATURAN PEMERINTAH ATAU SEJENISNYA,
 PERLUNYA KADERISASI MELALUI PENDIDIKAN PERPOLITIKAN
YANG JELAS DI DALAM PARTAI POLITIK ITU SENDIRI SEHINGGA
DIMUNGKINKAN MUNCUL KADER INTERNAL PARTAI YANG
MEMPUNYAI KAPABILITAS DAN AKUNTABILITAS UNTUK IKUT
SERTA DALAM KOMPETISI PILKADA SERENTAK. KARENA SEHEBAT
DAN SE-KOMPREHENSIF APA PUN UU PILKADA, SEBAIKNYA
DIMULAI DARI PARTAI POLITIK YANG MELAKUKAN KADERISASI
YANG BAIK BAGI CALON PASANGANNYA.