Anda di halaman 1dari 23

KELOMPOK 1

SKENARIO

laki-laki 45 tahun BB 65 kg TB 170, datang dengan keluhan lemah separuh badan

kiri, disertai disatria. 6 jam SMRS tiba-tiba saat bangun tidur riwayat DM dan

hipertensi terkontrol.
LEARNING OBJECTIVE

1. Defenisi stroke

2. Gejala stroke

3. Etiologi dan faktor resiko

4. Tatalaksana stroke

5. Edukasi
STROKE
definisi :
Stroke adalah penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat yang
disebabkn karena adanya perdarahan di otak.

Menurut WHO, stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebeb lain selain vascular.

Stroke adalah penyakit yang tidak menular

Novida R.W, Santi Martini. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Tentang Stroke Pada Pekerja Isntitusi Pendidikan Tinggi. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol 2(1).
Januari 2014
TANDA DAN GEJALA

Gajala ringan: kesemutan ringan tanpa sebab, sakit kepala atau vertigo ringan, sulit menggerakan
lutut, sulit berbicara, lumpuh sebelah, mendadak pikun dan cadel.

Yang pernah mengalami serangan stroke sembuh serangan stroke ulang lebih berbahaya
bahkan dapat menyebebkan kematian.

Novida R.W, Santi Martini. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Tentang Stroke Pada Pekerja Isntitusi Pendidikan Tinggi. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol
2(1). Januari 2014
ETOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Etiologi:
1. Penyumbatan
2. pendarahan

Faktor resiko:
1. Usia produktif
2. Trauma kepala
3. Life style

Novida R.W, Santi Martini. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Tentang Stroke Pada Pekerja Isntitusi Pendidikan Tinggi. Jurnal Berkala Epidemiologi. Vol
2(1). Januari 2014
Tatalaksana makro dan mikro

Tujuan dari tatalaksana nutrisi pada pasien stroke


adalah untuk mencegah malnutrisi,
mempertahankan asupan energi dan nutrien yang
adekuat akibat terjadinya disfagia, penurunan
kesadaran dan depresi yang dapat mempersulit
asupan nutrisi pasien
Menurut Almatsier, diet khusus pasien
stroke memiliki beberapa syarat yaitu:
1. Energi yang cukup, yaitu 24-25 kkal/KgBB. Pada fase akut, diberikan 1500kkal/hari.
2. Protein cukup, yaitu 0,8-1 g/KgBB. Jika pasien berada dalam kondisi gizi kurang, berikan protein
sebanyak 1,2-1,5 g/KgBB.
3. Lemak cukup sebsar 20-25 % dari kebutuhan energi total. Upayakan untuk mengkonsumsi lemak tidak
jenuh ganda, dengan membatasi konsumsi lemak jenuh, yaitu kurang dari 10% dari kebutuhan energi total.
Sedangkan batas kolesterol kurang dari 300 mg.
4. Karbohidrat cukup, yaitu 60-70 % dari kebutuhan energi total.
5. Cukup akan vitamin, terutama vitamin A, riboflamin, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, serta vitamin C
dan E.
6. Mineral yang cukup, seperti kalsium, magnesium dan kalium.
7. Konsumsi serat yang cukup untuk membantu menurunkan kadar kolesterol dan pencegahan terhadap
sembelit.
8. Cairan cukup, sebanyak 6-8 gelas sehari. Kecuali pada pasien dengan keadaan edema, harus dibatasi asuan
cairannya.
9. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
Sesuai dengan tahapan pada stroke, pemberian makanan dan pengaturan jenis diet pun
dibagi ke dalam 2 fase yaitu fase akut dan fase pemulihan.

FASE AKUT:
Pada fase ini, pasien dalam keadan tidak sadar atau kesadarannya menurun.
Pemberian makanan parenteral dilakukan melalui infus dan dilanjutkan
dengan makanan enteral dengan menggunakan NGT. Kebutuhan energi pada
NPO total adalah AMB x 1 x 1,2; protein 1,5 g/KgBB; lemak maksimal 2,5
g/KgBB dan dextrosa maksimal 7 g/KgBB.

FASE PEMULIHAN:
Fase pemulihan merupakan fase ketika pasien sudah sadar dan tidak
mengalami gangguan fungsi menelan atau disfagia. Makanan sudah
bisa diberikan melalui mulut dalam bentuk makanan cair, makanan
saring, makanan lunak dan makanan biasa yang diberikan secara
bertahap.
MAKRONUTRIEN

Karbohidrat

Protein

Lemak
Karbohidrat
Beras
Gula

Kentang

ubi Madu

Singkong
Produk olahan yang dibuat tanpa garam
dapur seperti makaroni, mi bihun, roti
Tepung terigu biskuit dan kue kering

Sagu
Protein
Ikan

Telur

Kacang-kacangan

Susu krim

Daging sapi dan ayam yang tidak


berlemak
Lemak

Minyak kedelai

Minyak jagung

Margarin dan mentega tanpa garam


yang digunakan untuk menumis
Total Energi = BMR x Faktor Aktifitas

Rumus Harris-Benedict:
Laki2 BMR = 66,5 + 13,8 W + 5,0 S – 6,8 A
W = berat badan dalam kg
S = tinggi badan dalam cm
A = umur dalam tahun

Faktor aktifitas: ringan :1,3


sedang :1,5
tinggi :2

BMR= 66,5 + 13,8 x 65 + 5 x 170 -6,8 x 45


= 2120 kkal
Faktor aktifitas = 1,3 (ringan)
TEE= 2120 x 1,3
= 2756 kkal
MIKRONUTRIEN
Vitamin

Terutama vitamin C, vitamin B2 (riboflavin), vitamin B6, vitamin B12, asam folat, dan vitamin E.
Untuk penderita yang mendapat obat anti koagulan (warfarin) pemberian bahan makanan
sumber vitamin K harus dibatasi karena vitamin K merupakan antagonis dari obat antikoagulan
tersebut. Batasi sumber makanan yang mengandung vitamin K seperti kembang kol, brokoli.
Mineral

Diberikan cukup mineral terutama kalium, seng, kalsium, magnesium. Batasi asupan
natrium, penggunaan garam dapur sekitar 5 g/hari atau 2 gram natrium (1 – 1,5 sendok teh).
Pengggunaan garam dalam memasak sebaiknya diganti dengan bumbu-bumbu lain untuk
meningkatkan cita rasa seperti bawang putih. Hati-hati pada penderita hipertensi, bila
menggunakan obat anti hipertensi/diuresis dapat terjadi hipoatremi (kekurangan natrium di
dalam darah).
Serat

Konsumsi serat dari sayur-sayuran dan buah-buahan,


serta biji-bijian (sereal, roti bergandum) bermanfaat
dalam menurunkan kolesterol darah, mencegah
sembelit serta melancarkan buang air besar.
Cairan

Sebaiknya minum air puti 6-8 gelas/hari. Minuman sebaiknya diberikan


setelah makan, agar porsi makan dapat dihabiskan sesuai dengan
takaran yang diberikan. Pemberian cairan pada penderita dengan
disfagia sebaiknya hati-hati karena beresiko masuk ke saluran
pernafasan. Sebaiknya cairan dikentalkan dengan gel atau guarcol.
Tatalaksana umum
edukasi
Referensi

1. Novida R.W, Santi Martini. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan


Tentang Stroke Pada Pekerja Isntitusi Pendidikan Tinggi. Jurnal Berkala
Epidemiologi. Vol 2(1). Januari 2014

Anda mungkin juga menyukai