Anda di halaman 1dari 33

Pembimbing:

Dr. Bambang Wicaksono, Sp. BP

Yohana C Mantara
2015.04.0.20.147
Pendahuluan
 Sampai saat ini angka morbiditas dan mortalitas
masih tinggi.
 Luka bakar bukan luka biasa, dapat menimbulkan
komplikasi baik komplikasi lokal maupun komplikasi
sistemik .
Definisi
 Luka bakar adalah luka akibat kontak dengan cairan
panas, bahan panas atau api kerusakan jaringan
kulit jaringan otot dan tulang.
 Trauma listrik adalah luka karena trauma listrik,
diakibatkan persentuhan dengan benda yang
memiliki arus listrik luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas.
Epidemiologi
 Di Amerika dilaporkan (2011), 2 - 3 juta penderita
karena api yaitu sebanyak 44% dari seluruh kasus,
serta jumlah kematian sekitar 5-6 ribu kematian/tahun.
 Di Unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya (2011)
dengan penyebab terbanyak karena api 47 %, akibat
listrik sebanyak 24%, luka bakar karena air panas
sebanyak 19 %.
Etiologi
 Luka bakar karena api
 Luka bakar karena air panas
 Luka bakar karena bahan kimia
 Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi
 Luka bakar karena sengatan sinar matahari
 Luka bakar karena tungku panas / udara panas
 Luka bakar karena ledakan bom.
Patofisiologi
Derajat Kedalaman
Luka Bakar
Luka bakar derajat I
 Kerusakan terbatas di lapisan
epidermis
 Eritema
 Bullae (-)
 Nyeri
 Penyembuhan spontan
Luka bakar derajat II
 Tampak bullae
 Dasar luka kemerahan,
mengenai epidermis dan
lapisan atas dermis
(Derajat II A)
 Dasar pucat keputihan,
hampir seluruh bagian
dermis, jaringan epitel
tinggal sedikit
(Derajat II B)
Luka bakar derajat III
 Mencapai jaringan
subkutan, otot dan
tulang
 Tampak kulit yang
nekrosis
 Dasar luka kehitaman
 Kurang nyeri hebat
Zona pada luka bakar
yaitu:
 Zona koagulasi (nekrosis
jaringan dan kerusakan
yang ireversibel)
 Zona stasis (penurunan
perfusi jaringan dengan
kerusakan dan
kebocoran vaskuler)
 Zona hiperemia
(vasodilatasi karena
inflamasi, terjadi proses
penyembuhan)
 Pada luka bakar terjadi kerusakan endotel dan epitel
melepaskan mediator-mediator proinflamasi
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS).
MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang
berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro.
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi
efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas
permukaan tubuh, yaitu:
 Gangguan kardiovaskular
 Gangguan sistem respirasi
 Gangguan metabolik
 Gangguan imunologis
Fase Luka Bakar
1. Fase akut/fase syok/fase awal
 Mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat
perawatan di IRD/Unit luka bakar.
 Terjadi gangguan airway, breathing, circulation
2. Fase subakut
Setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi
Dapat terjadi:
 - Proses inflamasi atau infeksi
 - Problem penutupan luka
 - Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
 Penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap
dipantau melalui rawat jalan.
 Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit
berupa parut yang hipertrofik, keloid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.
Luas Luka Bakar
 Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau
kelipatan dari 9.
 Terkenal dengan nama “Rule of Nine” atau “Rule of
Wallace”
 Kepala dan leher = 9%
 Lengan = 18%
 Badan depan = 18%
 Badan belakang = 18%
 Tungkai = 36%
 Genitalia/perineum = 1%
 Total = 100%

 Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat


dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1% dari
luas permukaan tubuhnya.
 Pada anak-anak dipakai modifikasi ”Rule of Nine”
menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada
umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Kriteria Berat Ringannya
(American Burn Association)
1. Luka bakar ringan
- luka bakar derajat II < 15%
- luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
- luka bakar derajat III < 2%
2. Luka bakar sedang
- luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
- luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
- luka bakar derajat III < 10%
3. Luka bakar berat
- luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
- luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
- luka bakar derajat III 10% atau lebih
- luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki
dan genetalia/perineum
- luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai
trauma lain
Gejala dan Tanda Klinis
2 jenis arus:
1. Arus Langsung (Direk)
Dampak terhadap jaringan:
 Kulit
 Saraf
 Sistem otot dan pembuluh darah
 Tulang, lemak, dan tendon
2. Arus Tidak Langsung (indirek)
 Arc (percikan listrik)
 Flash
 Step voltage
Sebab kematian karena arus listrik

 Fibrilasi ventrikel
 Paralisis respiratorik
 Paralisis respiratorik
 Luka bakar
Penatalaksanaan Penderita Luka
Bakar (Fase akut)
I. Evaluasi Pertama / Triage
 Airway, sirkulasi, ventilasi
 Pemeriksaan fisik keseluruhan
 Anamnesis
 Pemeriksaan luka bakar :
a. Ditentukan luas luka bakar (”Rule of Nine”)
b. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat
kedalaman)
II. Penanganan di Ruang Emergency
 Sarung tangan steril
 Bebaskan pakaian yang terbakar
 Pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh (trauma
lain )
 Bebaskan jalan napas
 Pemasangan intravenous kateter yang cukup besar
(Dewasa: RL 30-50 cc/jam, anak-anak > 2 thn: 20-30
cc/jam,dan anak-anak < 2 thn : 1cc/kg/jam )
 Foley kateter
 Pipa nasogatrik
 Nyeri hebat morfin intravena
 Timbang berat badan
 Tetanus toksoid bila diperlukan
 Pencucian luka di kamar operasi dalam keadaan
pembiusan umum
 Eskarotomi dan Fasiotomi/insisi relaksasi (luka
bakar derajat II dalam dan derajat III pada tangan,
leher dan penis)
Penanganan Sirkulasi

 Luka bakar berat/mayor terjadi perubahan


permeabilitas kapiler ekstravasasi cairan
hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial
syok.
 Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu gangguan perfusi
sel/jaringan/organ
Resusitasi Cairan: BAXTER formula

Hari pertama
 Dewasa : Ringer Laktat 4 cc X berat badan X %
luas luka bakar / 24 jam
 Anak : Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3
2 cc X berat badan X % luas luka bakar ditambah
kebutuhan faali
Kebutuhan Faali :
 < 1 tahun : berat badan X 100 cc
 1 – 3 tahun : berat badan X 75 cc
 3 – 5 tahun : berat badan X 50 cc

 ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama


 ½ diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua
 Dewasa : Dextran 500 – 2000 cc + D5 %
 Albumin ( 3 x X ) x 80 x berat badan per hari
100
(Albumin 25% = Gram x 4 cc )
1 cc/menit

 Anak : diberi sesuai kebutuhan faali


Monitoring Penderita Luka Bakar
Fase Akut
1. Triage – Instalasi Gawat Darurat :
a. A – B – C
b. Tanda Vital
c. Produksi Urin
2. Monitoring Dalam Fase Resusitasi (0- 72 jam)
a. Mengukur produksi urine
b. Berat jenis urine
c. Tanda vital
d. pH darah
e. Perfusi perifer
f. Laboratorium (Serum elektrolit, Plasma albumin,
Hematokrit, hemoglobin, Urine sodium, Elektrolit, Tes
fungsi hati, Tes fungsi ginjal, Total protein/albumin,
Pemeriksaan lain sesuai indikasi)
g. Penilaian keadaan paru
h. Penilaian gastrointestinal (setiap 2–4 jam )
i. Penilaian luka bakar
Management
1. Cardiac monitoring
 Semua pasien yang mengalami electric injury
( voltase rendah maupun tinggi).
 Kelainan EKG yang paling umum perubahan ST-T
yang spesifik dan atrial fibrilasi adalah dysrhythmia
yang paling umum terjadi.
Purdue dan Hunt menyimpulkan kriteria MRS
untuk pasien cedara elektrik:
 Kehilangan kesadaran atau mengalami cardiac
arrest di tempat kejadian.
 Tercatat mengalami cardiac arrhythmia di tempat
kejadian.
 EKG yang abnormal
 Indikasi khusus untuk MRS

Durasi Pemantauan
Selama 24 jam setelah MRS jika tidak ada kelainan
EKG saat MRS atau pemantauan selama 24 jam
setelah resolusi dari dysrhythmias.
2. Evaluasi dan Manajemen Ekstremitas Atas
Indikasi untuk dekompresi bedah :
 Disfungsi neurologis progresif,
 Kompromi vaskular
 Peningkatan tekanan kompartmen
 Klinis yang memburuk yang diduga karena
myonecrosis berkelanjutan.
Dekompresi termasuk forearm fasciotomy dan
penilaian kompartemen otot.
Komplikasi
 Komplikasi saat perawatan kritis atau akut :
- SIRS, sepsis dan MODS
- GI (atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan
mukosa , motilitas usus menurun dan ileus)
- Ginjal (acute tubular necrosis )
 Komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting : Skin graft loss ( karena hematoma, infeksi
dan robeknya graft)
 Fase lanjut (jaringan parut berupa jaringan parut
hipertrofik, keloid dan kontraktur)

Anda mungkin juga menyukai